“Daripada ke
Jogja mending pulang ke Lawang aja.”kata seorang teman di kampung. Bisa aja
sih, masalahnya buat ke Jogja ini nunggunya sekitar setahun lebih sebulan. Inget
banget, waktu itu harusnya upload skripsi dan jurnal malah upload cerpen buat
seleksi. Padahal kalau telat upload skripsi yang udah dibikin sampai 200
halaman itu, bisa-bisa telat wisuda. Dengan penuh sadar juga, jarang sempat
buka facebook, twitter, dan
sebagainya tapi masih nyempet-nyempetin liat akun twitter Kampus Fiksi.
Finally, keturutan juga ke Jogja ngisi long weekend di bulan Maret ini. Awalnya
sempat cemas kalau Kampus Fiksi 16 yang diadakan Diva Press ini bakal diundur, soalnya pas lihat
kalender ada Paskah. Eh, ternyata nggak diundur, dan ternyata lagi, pas ngobrol
sama mbak Tiwi, panitianya emang telat sadar. Alhamdulillah!
Siang itu
sampailah di Bandara Adisucipto. Kali ini bener tujuannya ke bandara, nggak
kayak dulu yang ke bandara karena nyasar, gara-gara ketiduran di Trans Jogja.
Di sana pun udah di jemput mas Kiki. Terus diajak jalan menuju mobil. Waktu itu mas Kiki bolak-balik minta
maaf kalau mungkin bakal jalan jauh. Udah mulai mikir dan ngira-ngira nih, eh,
nggak tahunya itu deket banget menurutku. Terus selama di mobil, mas Kiki cerita kalau ada peserta yang rajin
banget (karena dipaksa sama kereta), udah ke Kampus Fiksi sejak hari Rabu.
Jadi ini ya, Kampus Fiksi. Nggak ngerti
kenapa setelah bertahun-tahun jadi anak kosan yang jarang pulang, mendadak
ngrasa pulang ke rumah. Padahal yang di datengin tu tempat asing. Di lantai
dua, pertama kali masuk ruang kelas itu, yang pertama ketangkep mata tuh
seorang cowok yang kelihatan serius banget baca. Sastrawan sejati, nih, kayaknya. Entahlah, kenapa itu yang langsung
terpikir. Ternyata namanya Umar, yang lebih suka dipanggil Affiq karena dengan
begitu dia merasa lebih imut. Setelah kenalan bentar, mas Kiki pun nunjukin yang
mana kamarku.
“Acara ini
disponsori oleh Manchester United!” Kalimat itu langsung terinstal di otak pas
lihat tumpukan kasur bersprei serba merah, serba MU.
“Sejak kapan MU
jadi sponsor? Yang ada biasanya disponsori.” kata Acha Septriasa, eh, Sarah
maksudnya. Web Designer yang merupakan peserta KF 16 yang paling rajin, datang
paling awal tadi.
Nggak lama
setelah itu, akhirnya ketemu sama Irfan, yang akhirnya dinobatkan sebagai
kepala suku kami. Kali itu pertama kalinya ketemu langsung. Biasanya cuma lihat
postingnya di facebook yang sering nongol di kabar berita. Dia rajin banget
nerbit-nerbitin buku. Akhirnya, aku, Sarah, Umar dan Irfan pun ngumpul di ruang
tengah, ruang kuliah Kampus Fiksi. Kami berempat pun ngobrol dan sibuk banget
cari solusi dari masalah yang berkaitan dengan tentang iklim dan cuaca, yang
akhirnya membuatku milih ngungsi di kamar.
Sempat hampir
ketiduran, tapi akhirnya aku keluar lagi. Bertemulah dengan mbak-mbak panitia
KF16 yang kocak banget. Plus, ketemu peserta yang waktu itu mungkin lagi
kebanyakan duwit, udah lama tiba di Jogja tapi nginep di hotel. Waktu itu belum
kenal siapa namanya. Nggak kenalan juga. Biasalah, aku emang agak pemalu gitu
^-^. Beberapa menit kemudian datang lagi seorang pemuda yang hobi nyasar dan
milih nggak dijemput. Belum tahu juga siapa namanya.
Hingga datanglah
seorang gadis berjilbab abu-abu, yang terlihat SMA banget, namun ternyata udah
kuliah semester 6 kayak Sarah. Jelas sekali dalam ingatan, si Zulfa ini adalah anak
yang awalnya malu-malu banget, mau makan aja susah, minta ditemenin, tapi pas
pulang paling heboh ngegilir semua orang buat foto berdua sama dia. Kalimat
favoritnya adalah, “Aku nggak bisa bikin cerpen.” Bisanya novel, ya, Fa? :P
And then… Sempat pula, kenalan dengan mbak Nana, yang awalnya aku
pikir panitia KF, nggak tahunya peserta juga.
Menjelang sore,
tibalah seorang fisikawan yang merupakan rubik lover, yang sekarang bikin aku
pingin ikut main rubik juga. Sempet ngajarin gimana nyelesaiin, tapi pada
dasarnya aku nggak bakat di bidang mipa, dan berumus-rumus ria. Ima ini, yang
orangnya sangat serba terencana, sempat pula dicurigai sebagai saudara kembarku
yang hilang, karena hari itu kami berdua pakai baju kembar warna toska dan
celana hitam. Lucunya, dia anak asal Madiun yang nggak bisa makan pedes. Sore
itu Ima tiba di Kampus Fiksi barengan sama Dini yang nyampe kamar, bentaran
langsung tepar. Dini, sama seperti aku dan Ima, seumuran, angkatan 2010. Dengan
adanya Dini dan Ima, lumayanlah, nggak ngrasa paling tua sendirian di antara
dedek Sarah dan dedek Zulfa ^-^
Malam pun
menghampiri. Suasana rumah semakin ramai. Herannya, aku merasa berbeda di sini.
Biasanya, saat aku masuk tempat kerja baru, rumah kos baru, atau kampus, bisa
dibilang aku jadi anak bisu. Selama ini rasanya selalu jadi orang paling aneh
di antara semua orang. Namun, di rumah satu ini beda banget. Aku bisa ngomong
apa aja sama orang-orang di sini. Nggak butuh banyak effort buat ngobrolin sesuatu, rasanya langsung connect gitu aja. Apalagi setelah kami
gulung-gulung bareng di kamar.
Suasana pun
semakin seru dan hangat dengan nambahnya personil baru, Niar, seorang gadis yang
kerja di Semarang, yang juga seumuran denganku. Waktu itu dialah yang menurutku
paling kalem dan anteng di kamar. Namun sepertinya nggak sediam itu pula
sebenarnya. Sampai tibalah pula seorang Cik Rara ^-^. Anak kuliahan yang
sok-sokan udah jadi ibu rumah tangga. Maaf, mbak, sampai sekarang masih sulit
percaya kalau mbak Rara udah bukan anak kuliahan.
Setelah Ishoma,
pembukaan KF 16 dimulai. Namun sebelumnya sempat kenalan sama peserta di kamar
tetangga. Ada yang namanya Riska, yang waktu dengar namanya, rasanya kayak
ngebalik nama diri sendiri. Ada Ajeng, Desi, dan Khadijah. Setelah duduk di
kursi masing-masing, baru ngerti dah nama yang cowok-cowok. Anak yang hobi
nyasar tadi itu ternyata namanya Andra, duduk di kananku, yang merupakan “pembenci
tuhan”. Ternyata hobi sebenarnya, selain nulis adalah bikin komik. Bikinin
komik KF16, dong, Ndra!
Lalu, yang
kebanyakan duwit tadi panggilannya Herdi. Soal Herdi, setelah ini bakal inget Hujan
dan Judul kayaknya. Soal Desi juga pastinya, apalagi kalau lihat foto mereka
berdua. J Di
posisi lain ada Junaidi Khab, Majenis Panggar Besi (mas Ojan). Melihat semua
orang di kelas itu, benar-benar dah, mereka kelihatannya seperti penulis banget.
Banyak juga yang sudah berkarya.
Acara pun dibuka
oleh mbak Rina. Dengar namanya, lihat orangnya, dan setelah tahu perannya,
rasanya seperti kembali ke masa lalu. Sensasinya kayak balik ke kelas skripsi. Mbak
Rina itu sosok yang banyak miripnya sama bu Rina, dosen pengampu skripsi dulu. Dalam
pembukaan itu, masih ada beberapa peserta yang belum ada. Seperti Raisa yang
harus konser dulu di sepanjang jalan Malang-Jogja. Lalu ada pula mas Kusen ST,
yang bikin aku kepikiran orangnya bakal kelihatan teknik abis. Padahal nggak
ngerti, apa arti nama dan apa kepanjangan dari ST-nya mas Kusen.
Malam itu, mbak
Rina sempat memimpin kegiatan brainstorming.
Semua peserta ditanyai negara apa yang paling disukai. Sempat bingung.
Namun sebenarnya ada beberapa yang memang kusuka. Perancis, Holland, dan Arab. Malam itu hanya kusampaikan aku suka
bangunan-bangunan kerennya. Utamanya memang itu. Ada Ka’bah, tower-tower di
Dubai, starry night track Van Gogh dan
colorfull architecture-nya Amsterdam,
serta Glow Festival di Eindhoven. Singkatnya
karena beberapa orang spesial, hope, story,
and history. Plus, karena efek 99 Cahaya di Langit Eropa.
Setelah pagi,
baru tahu, kalau Raisa ternyata nggak nyanyi lagi, dan prefer jadi anak sastra. v(^-^) Ada juga Mazka Naufal, yang lihat
dia langsung bikin aku ingat dua hal. Pertama, teman kuliah di Malang yang namanya
naufal. Kedua, lihat stylenya, khususnya kacamatanya, aku langsung ingat Tsukisima,
salah satu tokoh anime Haikyu. Ada pula yang bernama Eki, yang katanya penyiar.
Hmm..berharap ada more time buat kenal lebih tentang semuanya.
Setelah seharian
materi, nulis cerpen kilat bertema Origami, yang ujungnya aku cuma curhat. Pada
dasarnya aku nggak punya ilmu, teknik dan diksi nulis keren kayak yang lainnya,
jadi ya… sudahlah, apa adanya, sejadinya. Malamnya, kami jalan-jalan ke
Malioboro. Foto bareng di samping tulisan Jl. Malioboro. Tetep aja foto, meski
ada yang bilang norak hehe… Biasanya aku jarang narsis, jarang ikut sesi foto, tapi
malam itu aku lumayan nggetu foto dan selfie rame-rame. Oh ya, ada pula Steve,
yang ditemukan sendirian seperti anak ilang di depan mall.
Di malam
terakhir, ada sesi “doa bersama”. Beberapa dari kami menyempatkan diri duduk
melingkar menyampaikan mimpi-mimpi kami. Semoga saja semuanya dapat terkabul,
ya! Amiin! Sebenarnya berharap bisa ikut KFE juga, tapi waktunya kurang
mendukung, semoga next KFE bisa ikut!
Sempat pula
kenal dengan alumni KF, yang ternyata lulusan arsitektur juga. Rasanya sayang
banget, baru ngerti di detik terakhir, padahal masih ingin “curhat”. Semoga aja
ada next time.
Hari berganti
menjadi Senin. Ayam berkokok dari ponsel, kukira akan membangunkanku, ternyata
aku nggak dengar apa-apa. Entah karena salah settingan atau emang nggak dengar.
Namun untungnya ada Ima yang juga pulang subuh-subuh. Setelah kami berdua
meninggalkan kamar, ternyata mas Ojan juga mau pulang pagi itu. Then, kami
bertiga pun berangkat. Diantar oleh mas… siapa ya? Lupa. Lupa nama atau lupa
nanya pun nggak inget. Intinya, makasih dah mas, udah mau nganter kita. Makasih
banyak juga buat Momon yang paling cantik dan centil, yang udah setia banget
nemenin kita selfie selama di KF & pas nyetrika Malioboro. Harusnya foto
hidangannya jangan dihapus, Mon!
Pagi itu aku
diantar duluan ke bandara. Ima dan mas Ojan ke stasiun. Terus, setelah
ditinggal di bandara, baru ngeh kalau salah terminal. Harusnya ke Terminal B
turun di Terminal A. Nggak masalah sih kalau hanya bawa diri, tapi hari itu ada
bonus sekardus buku yang nggak enteng. Meski ada troli tetep aja lumayan
olahraga subuh-subuh, sendirian lagi, gara-gara bandara masih tutup. Setelah sejam lebih 15 menit, akhirnya sampai di Ngurah Rai Airport. Terus langsung ngantor ke Denpasar, nggak ngertinya kudu balik lagi ke Jimbaran gara-gara diajak survey proyek. Super Hot rasanya. Namun, meskipun
pegel-pegel dikit, mata agak susah melek, tapi dalam hati supeeer hepi!! Dapat keluarga baru, ilmu baru,
buku baru (selama ini ngidam borong buku akhirnya kelakon juga), terus makan
gratis 3 kali sehari plus snack selama 3 hari, jalan-jalan, foto, koneksi
bisnis (mungkin entar ^^), plus sun rise
saat take off. Pastinya dapat cinta baru dari semua orang! I’ll miss you all!!! So much!
Thanks for the time that you share with me. Let's share our own books next time!
NB: Tulisan ini belum diedit, belum
nginep, jadi maap kalo banyak typo,
dll. ^^ Maap juga kalau biasa banget, seperti yang aku bilang, aku cuma bisa sekedar curhat.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteMba Karis, gatau harus seneng atau sedih dibilang mirip sama Acha :'D.
ReplyDeleteKalo artistek beda ya, ngeliat negara pasti yg diliat bangunan nya dulu. Setrong banget ya, dari KF langsung kerja. Mba nanti buatin saya design rumah yak? hhhhaaaa
Mba kapan ke Australia nya? - bener ga nih? -
haha..kapan2..
Deletegmpanglah soal desain...byarnya yg bnyak aja..hehe
Ternyata ga cuma aku aja yang mikir kalo si Sarah mirip Acha. XD
DeleteSepertinya ini baru bener, soal kembaran yang hilang..
DeleteApa? kembaran yg hilang nya itu si Acha ya? wkwkwk
DeleteSaya curiga sama mata kalian berdua loh... hhhaaa
Haha kenapa mata kami? Ada bintangkah di bola mata kami? XD
DeleteTapi bener. Aku waktu lihat kamu mikir: nih orang kok kayak mirip siapa gtu. wkwkwk.
Jangan2 kamu adiknya Acha yang sempat terpisah gara2 waktu kecil kamu ketuker (mirip di sinetron) XD
Aku juga bikinin design rumah ya. Gratis. Kan aku kembaranmu yang hilang haha
ReplyDeleteOke dh..gratis kertasnya.. :P
DeleteNtar aku desainin rumah rubik khusus buat km
yang dinamis banget kayak labirin
Mbak Charis makasih banget loh udah bilang aku kayak anak SMA, wkwk.. Kamu temen pertamaku di KF mbak, tapi rasanya setelah pembukaan kita berdua jadi jarang ngobrol. Fix, kita harus ketemu lagi dan ngobrol banyak setelah ini! Miss you, mbak :*
ReplyDeleteIya nii, fa, aku minder main sama anak SMA yang udah punya banyak novel..hehe..
DeleteOke next time, kita bagi2 cerita yang banyak!
Mbak Karis... Selama baca postingan ini, aku masih mencoba menguak dimana dirimu duduk. Maaf mbak
ReplyDeleteaku duduk di singgasana permaisuri, des. :P
DeleteHai, Kamuuu..padahal wajahmu pun kaya anak SMA, loh. Aku nggak nyangka Charis udah kerja hehe. Sukses selalu ya, Charis..baik untuk menulis atau proyek bangun-membangunnya hihi. Keep in touch, oke :)
ReplyDeletembak rara...klo gtu ini semacam penipu yang ketipu ya..haha..tp tetep imutan kmu mbak. Indeed, dudu keep in touch-lah! I'll miss you mbak :)
DeleteHaha mba Charist hapal banget ya momment2 pertama kali ketemu anak2 dan ciri khasnya.
ReplyDeleteHaduh aku kayak anak tersesat banget ya waktu itu. XD XD
BTW itu spreynya MU karena Pak Edi adalah fan berat MU
haha..iya..diam-diam aku kan bawa pena mata-mata yang dapat merekam semua tingkah anak manusia..*halah
ReplyDeleteHeh..mana komiknya, ndra?!
Udah hampir setahun nggak ngomik, mbak. XD
Delete