2015-06-28

The Timeless Twilight


Beberapa kali aku terdiam. Lebih sering dari biasanya? Entahlah. Kemudian aku tahu kau sadari itu. Kau kira aku mengabaikanmu, tapi tidak. Aku hanya terlalu serius merekam dan membuka rekaman. Seluruh inderaku tengah sibuk bekerja. Tak tahu kenapa mendadak demikian begitu saja.

Bulatan jingga itu bukan bulan. Bukan bulan jingga yang membuatku perlahan mengenal sosokmu. Kini bulan yang bersinar putih melawan di seberangnya. Perlahan bulatan jingga itu kembali tenggelam untuk kesekian kalinya – mungkin hampir sama dengan saat aku belajar mengenal butir air laut bersamamu beberapa waktu lalu.  Membiarkan lawannya, yang sudah beberapa hari ini berjuang menghadapinya, menang.

Aku tak tahu, beberapa hari ini adalah jawaban atau hanya aku yang terlalu bodoh di masa lalu sehingga aku tak tahu.  Jika bulan itu ternyata memang mampu menampakkan dirinya kepadaku sepanjang hari. Mungkin aku sudah tak bingung lagi. Tanpa mencarinya aku bisa melihatnya dengan mudah. Sama seperti aku melihatmu yang kini duduk di antara pasir yang sama, tempatku berada.

Ada saat kau ingin mengabadikan moment itu. Tapi rupanya takdir tak mengijinkannya. Mungkinkah mereka berharap peristiwa itu menjadi timeless memories sejati di otak ini? The timeless twilight? Bahwa kita benar-benar mengingatnya karena kita memang mengingatnya sepertinya itu akan sulit. Mengingatnya sampai jangka waktu tak terbatas. Sebab kita sama-sama tak tahu, bulan itu tak tahu, matahari terbenam itu pun tak tahu, moment itu akan bertahan berapa lama, mungkin hanya sesingkat lima detik hitungan mundur sebelum bulatan jingga itu tertidur.

Detik itu pasir terhampar luas. Terlalu banyak. Sebanyak hal yang mampu berubah seiring berjalannya waktu – mungkin. Namun entah bagaimana prosesnya, sesaat aku merasa mereka menjadi samar. Menipis. Seperti jam pasir pada titik penghabisannya. Gelap. The Timeless Twilight, does it exist?

Ah, kalau pun tak ada, setidaknya aku bisa melihat "UFO" lighted kites, setelahnya.. :D

2015-06-07

Just Ordinary Untitle Story


This is my darkest side.. When I was completely insane..
Just ordinary untitle story..
@@@
“Hei, aku punya Nakayoshi yang terbaru lho!”seru Liyana yang baru saja datang mengahampiri beberapa temannya, Orin, Adis, Hita, Christie, Galuh,  Tasya dan Nana.
“Wah, mana-mana!!”sambut sekumpulan anak kelas 8A pagi itu kecuali Christie yang duduk di dekat jendela, yang sudah asyik dengan mp3 player dan novelnya.
“Aku juga punya OST. Naruto udah komplit disini!”seru Liyana lagi sambil mengacungkan ipod-nya, lalu duduk di bangkunya.
“Ah, aku gak seberapa tertarik lagu yang penting Nakayoshinya mana!”rebut Adis meraih buku kumpulan komik manga itu. Orin, Hita dan Galuh yang juga duduk di belakang Liyana pun langsung menyerbu buku pusaka itu.
“Terus kamu udah dapet Wind-nya Naruto?”tanya Nana yang duduk sebangku dengan Liyana.

2015-06-06

SATU



                 
“Kupikir aku memiliki orang lain. Tak hanya satu.”
@@@
                Aroma tanah merebak. Hujan masih rintik-rintik terpantul, berbunyi di permukaan payung itu. Gadis itu terus menatap ke arah jalan. Memandang penuh harap pada tiap unit kendaraan yang melintas dihadapnya. Kedua tangan sibuk. Menopang payung merah jambu itu, dan sisi lainnya menahan buku laporan A2-nya yang berat agar tak tertarik gravitasi.
                Sepatunya yang merah maroon itu basah. Genangan air yang terus terpukul hujan terus memberi percikan ke sekelilingnya. Membuat semuanya semakin basah. Tak ada yang lain. Hanya gadis itu sendiri. Kaos rajutnya yang berwarna merah itu pun tak sanggup lagi menjadi perisai dari rendahnya suhu udara malam itu. Jam dinding pertokoan di seberang jalan memperlihatkan waktu sudah pukul 20.27. Pukul 19.48 awalnya yang dilihat gadis itu.