2015-09-27

Aroma, Jejak Memori (end)


Waktu kesadaran Radya berhenti bersamaan dengan berakhirnya jam kerjanya di kantor. Gadis itu masih terdiam di perpustakaan bergaya rustic modern itu, di saat seharusnya ia bersiap pulang.
“Apa kau mau lembur hari ini?” Tegur Fong yang ada di seberang rak mengintip Radya lewat celah-celah buku. Radya menggeleng. “Lalu kenapa malah melamun? Ayo cepat, kita pulang!”ujar Fong lagi.
“Oke, aku akan menyusul. Kalian pulanglah dulu. Aku bereskan buku-buku ini dulu.”jawab
Radya kembali beralih waktu dan tempat secara maya. Perlahan rak putih di perpustakaan kantor itu berubah warna. Buku-buku tebal arsitektural berubah menjadi kumpulan majalah dan jurnal. Gadis itu berpindah dimensi. Kembali ke perpustakaan kampusnya di masa lalu.
“Hei! Sedang apa?”sapa seseorang mengagetkan Radya.
“Oh, kau, Ehan. Cari jurnal untuk referensi skripsi. Kau sendiri?”

2015-09-25

"We can go anywhere, as long as you're happy.."
"Wherever I go I'll be happy, as long as you're by my side.."

2015-09-24

Aroma, Jejak Memori (2)



“Ivan! Ita punya DVD Doraemon baru, lho! Ayo nonton bareng!” seru gadis kecil pada temannya di seberang rumahnya.
“Iya..tapi Ivan makan siang dulu, ya.” balas pemuda cilik itu dari balik pagar rumahnya.
“Iya!”
“Ntar kalau udah selesai makan, Ivan main ke tempat Ita.”
“Iya. Ita tunggu, ya!”
“Iya.”
Fong, Radya, Nita dan Yuyun yang tengah makan siang di warung sebelah rumah gadis itu pun tersenyum. Menyaksikan drama singkat itu. Mungkin masing-masing dari mereka sedang teringat akan kenangan masa kecil masing-masing.
“Hm..Doraemon, ya..”gumam Fong singkat lalu menyantap soto ayamnya.
“Eh, dari dulu sampai sekarang, aku suka sekali Doraemon, berharap alatnya ada sungguhan!”seru Yuyun bersemangat
“Iya.. pasti seru!”sahut Nita.
“Hm..kalau kalian punya Doraemon, alat apa yang paling kalian inginkan dari kantongnya? Jangan bilang pintunya!?”

2015-09-21

Aroma, Jejak Memori (1)

Klik mouse dan ketukan keyboard menderu di tengah keheningan ruang kerja Radya hari itu. Enam orang di ruang yang sama itu sibuk bergulat dengan garis-garis berwarna di atas latar hitam di monitornya. Aroma dupa sudah tersingkir saat menjelang siang. Kini angin yang tadinya bertiup dari sela-sela pohon kamboja dan kersen di halaman, terhalang masuk oleh kaca jendela yang kini menutup. Seperti biasa, saat matahari meninggi, sistem sirkulasi udara dalam ruang diganti. Seperti biasa pula, Radya tak pedulikan itu, toh bukan urusannya, menutup atau membuka jendela adalah pekerjaan para OB.

2015-09-20

Bali Tour: Beachwalk Shopping Center




     Beachwalk. Semua orang sepertinya mengenal istilah itu. Bahkan orang mancanegara mengerti. Tapi aku hanya melihatnya dari jauh selama ini. Satu detik dua detik. Memori singkat saat aku dan rombonganku melintas. Tak ada yang penting, hanya tentang keramaian, kemacetan, bangunan kontemporer cantik, hingga sepasang lover  yang berciuman di halamannya.  Tak pernah di titik itu, di posisi itu. Aku tak pernah berada di sana, satu sudut itu. Kecuali dalam mimpi beberapa tahun lalu.
      Sore itu, hanya berbekal rasa penasaran, aku dan rekan perjalananku telah sampai di Jalan Pantai Kuta Bali. Sejak kami memasuki jalan itu, melalui pantai Kuta di sisi kiri, melewati beragam fasilitas mulai Circle-K hingga Hard Rock Hotel di kanan jalan. Semua padat. Tak ada tempat parkir motor tersisa. Hingga tujuan utama kami, Beachwalk, harus terlewati bermeter-meter.
Beachwalk. Beach adalah pantai, walk artinya berjalan, jadi Beachwalk adalah pantai berjalan? Jalan di pantai? Tempat jalan-jalan di dekat pantai? Apalah itu artinya, yang pasti kami benar-benar harus berjalan kaki menuju mall berstandar internasional tersebut.
      Tak jauh dari Sheraton Bali Kuta Resort dan Harris Resort Kuta, pusat perbelanjaan seluas 93.005 m² itu selesai dibangun pada tahun 2012, dirancang oleh tim Envirotec Indonesia dan tim Tropica Greeneries (lansdscape). Hari itu Beachwalk di padati oleh orang-orang tinggi yang biasa disebut bule dan orang-orang sipit chinesse. Pengunjung domestik sangat sedikit. Nyaris tak ada. Kalau pun ada wajah pribumi, bisa dibilang itu satpam atau pekerja mall.

2015-09-05

INDIRECT LETTER (part5-end)


 “Apa maksudmu? Kenapa kau tanya begitu? Darimana kau tahu tentang hal itu?”tanya Kaira penuh emosi. Askari pun memalingkan wajahnya seakan baru tersadar ia telah melakukan sebuah kesalahan.  “Aska? Jawab aku?!”desak gadis itu kembali mendekat. “Siapa kau sebenarnya?!”
“Jika kau mengulang pertanyaanmu lagi, apakah kau mampu membuatku peduli? Kau telah berhasil! Bahkan jauh sebelum rasa penasaranmu itu muncul..”ucap Askari begitu lirih nyaris tak terdengar.

INDIRECT LETTER (part 4)


            “Hei! Apa kau tak mendengarku? Apa yang kau pikirkan?” tegur Askari seakan menghentikan deru hujan di sisi luar galeri itu.
“Ah, maaf.. Mm..tak ada.. hanya sedikit masa lalu.”sahut Kaira seraya menatap kerajinan perak di balik vitrin di hadapnya.
“Apa ada yang serius? Sampai alismu menyatu begitu. Sampai tak mendengarku bicara?”
“Antara ya.. dan tidak..”
“Tentang apa memangnya?”
“Tentangmu..”sahut Kaira singkat lalu beralih ke sisi lain ruang galeri seni tersebut.
“Aku?” Tanya Aska heran. Kaira pun berhenti di depan kerajinan kaca ukir berbentuk wayang.
“Sebenarnya.. hari itu membawa payung dalam tasku..”
“Hari itu?”