2015-01-20

Short Journey to Malang Tempo Doeloe 2012



Untuk MTD yang kali ini kurasa sedikit lebih santai dan lengang dibandingkan saat aku datang tahun lalu. Orang-orang bilang hari pertama MTD itu biasanya sangat ramai, tapi beruntunglah tidak untuk kali ini. Aku pun bisa lebih menikmati suasana hangat festival malam itu, sebab tak perlu lagi sibuk mencari teman-teman yang hilang ditelan keramaian.
Malam itu aku baru saja selesai mengerjakan tugas Azas Desain Urban di perpustakaan Universitas Brawijaya bersama seorang temanku. Sudah lama kami di perpustakaan itu sejak matahari masih terang. Sampai akhirnya jam 7 petang tiba, tepat saat apa yang kami cari akhirnya ketemu, kami pun merasa lapar. Temanku yang bernama Guruh itu pun akhirnya mengajak makan bakso bersama di kawasan Jalan Jakarta.

Short Journey to Malang Tempo Doeloe 2011





Festival Malang Tempo Doeloe (MTD) yang disebut juga sebagai Festival Malang Kembali adalah sesuatu yang sudah berlangsung sejak tahun 2006, yang diadakan setiap pertengahan Mei sebagai salah satu bentuk perayaan ulang tahun Kota Malang. Acara ini melibatkan ratusan seniman,  menyajikan berbagai makanan/minuman tradisonal sedikitnya 50 jenis makanan khas malang, foto Malang zaman dulu, barang-barang kuno, uang kuno, kendaraan kuno dan masih banyak hal-hal kuno lainnya yang setidaknya akan menarik untuk dijadikan objek foto.
Event perdana dari MTD ini menampilkan stand yang berisi koleksi foto-foto Kota Malang pada masa lampau. MTD 2011 mengambil tema "Discovering Heritage". Event ini dilaksanakan pada tanggal 19-22 Mei 2011 di sepanjang Jalan Ijen, Kota Malang. Pada event ini ditampilkan berbagai hiburan tradisional yang berasal dari Kota Malang.  Pada tahun 2013 kegiatan ini ditiadakan dan diadakan kembali tahun 2014. Rencananya festival ini tak lagi diselenggarakan setiap tahun melainkan dua tahun sekali.
Dua paragraf di atas adalah penjelasan mengenai Festival Malang Tempo Doeloe dari berbagai sumber. Secara umum semua memandang festival itu menampilkan sejarah masa lalu, namun bagiku festival itu adalah sebuah sejarah. Salah satu hal penting yang telah masuk ke dalam buku sejarah hidupku. Menyimpan banyak cerita dan senyuman yang aku tak pernah tahu, bisa terulang atau tidak. MTD itu seperti permen kapas yang kutelan terlalu cepat. Sangat manis, namun hanya bisa kunikmati sesaat. MTD itu gulali, sesuatu yang begitu manis yang melekat erat dalam memoriku.

2015-01-19

Short Journey to Yogyakarta : UGM dan Tamansari



Setelah kemarin bersenang-senang dengan Monjali, hari ini aku dan Rica lebih fokus kepada perjalanan kami berikutnya, tujuan utama kami, TM Sayembara Desain UGM. Hmm..bukan tujuan utama juga, tujuan terpentingnya adalah jalan-jalan.. ~(^-^~)   \(^o^)/   (~^-^)~   Pagi itu kami berangkat ke UGM diantar oleh pamanku dengan sepeda motornya. Ya hanya dengan pamanku dan sepeda motornya. Namun bukan berarti cenglu melainkan omku bolak-balik. Ya, untungnya UGM nggak jauh..
Sesampainya di UGM, kami merasa seperti alien yang jatuh ke bumi. Kebingungan mencari tempat pertemuan. Mencari lokasi gedung Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Mengamati setiap keramaian yang memungkinkan itu adalah peserta sayembara dari kampus lain. Sesaat kami menghibur diri mengamati rumah bambu bertingkat dua di tepi jalan, instalasi yang khas menandakan itu kerjaan anak arsi. Sampai setelah itu kami akhirnya menemukan tempat yang kami cari. Tapi karena masih ada waktu kami berkeliling sejenak di luar mengelilingi area yang mirip hutan kecil itu sambil membicarakan komik golongan darah, juga nyamuk yang sangat suka dengan darah O.

Short Journey to Yogyakarta: Mes Pengrajin Batik dan Monumen Jogja Kembali

Tujuan utama perjalanan ini tak tahu yang mana. Hanya saja saat itu aku dan seorang temanku memang ada tujuan menghadiri Technical Meeting sayembara desain yang diadakan Universitas Gajah Mada. Pertemuannya tak terlalu lama tapi kami di Yogyakarta tinggal sedikit lebih lama dari itu.
Pagi itu aku dan Rica berangkat dari kos menuju terminal Landungsari. Sesampainya disana kami langsung  pindah ke dalam bus menuju Kediri. Bertujuan untuk naik kereta dari stasiun Kediri menuju Yogyakarta. Kakak Rica sudah menyiapkan tiketnya disana. Jadi ketika sampai di Kediri kami berdua tinggal duduk manis menanti jam keberangkatan kereta.
Berbeda dengan Rica yang sudah berulangkali naik kereta api, ini pertama kalinya aku menempuh perjalanan dengan alat transportasi ini. Benar rupanya, terasa lebih menyenangkan. Lebih banyak pemandangan alami dibanding pemandangan saat menempuh perjalanan dengan bus. Kami bertujuan turun di stasiun Lempuyangan. Aku yang saat itu tak tahu apa-apa soal kereta dan stasiun hanya mengikuti alur. Bahkan ketika tiba di stasiun tujuan pun aku tak sadar.
                “Apa kita sudah sampai?”
                “Nggak tahu.”jawab Rica.” Kita sampai mana sih sekarang?”
                “Ntahlah.”sahutku.  Kami berdua pun sama-sama memandang ke luar jendela mencari sesuatu semacam tulisan, yang mungkin bisa memberitahu kami tentang lokasi kami sekarang. Oh sial!

2015-01-02

From Eindhoven With Love (part 2)





Ada From Bandung With Love, ada pula From Paris With Love, Bagaimana dengan From Eindhoven With Love?

                “Kalau aku berkata jangan diterima, apakah kau akan menurutinya?”
“Ha?”Riendra tercengang mendapat komentar seperti itu.
“Kalau aku berkata aku tak suka melihat kau dan Rei menjalin hubungan, apakah kau akan menolaknya?”
“Mm..apa maksudmu? Aku tak cocok dengannya??”tanya Rien lagi dengan rauh muka yang sangat serius.
sedangkan Asha justru tersenyum kemudian, bahkan perlahan menahan tawanya sendiri. Rien pun semakin bingung.
“Jika kau menyukainya terima saja. Untuk urusan itu kau tak perlu perhatikan pendapat orang. Cocok atau tidak itu bukan orang lain yang melihat, tapi kau sendiri yang merasakannya. Lagi pula meski kita bersahabat, tak mungkin, kan, kau akan bersamaku sampai mati. Bisa-bisa kau tak laku. Kau juga butuh pasangan hidup untuk berbagi kasih sayang.” goda Asha.

From Eindhoven With Love




Cinta itu ibarat violin dan bow-nya, keduanya saling membutuhkan..

Rei membelokkan mobilnya ke kiri, naik, memasuki kompleks hunian itu dan kemudian memutar kembali menurun. Dihentikannya mobil di sudut tikungan jalan masuk perumahan tersebut. Saat berhenti, tepat dihadapan mereka berdua terpapar kelipan lampu-lampu Malang Raya dari ketinggian. Perumahan Graha Dewata bergaya bangunan ala Bali yang dihiasi ukiran-ukiran khas itu sudah sepi dan tenang, hanya angin malam sedingin air es yang ada, berbisik berhembus. Meski malam hari, siluet Arjuna masih dapat sedikit terlihat dengan terangnya purnama dan bintang.
Riendra merapikan frills bagian bawah rok semi-kloknya yang berbahan georgette itu, lantas beralih  menutup kaca mobil dan kemudian turun keluar. Berhenti, menyandar di moncong jeep itu. Dirapatkannya ritsleting jaketnya hingga menutup leher saat Rei menyusul berdiri di sampingnya.
“Bagaimana menurutmu? Apakah ini cukup tenang?”