2015-12-22

Entah..



Ini bukan kisah tentang dia. Bukan soal gadis itu atau pemuda itu. 
Entah apa poin utama cacatan ini, aku pun tak tahu.
Entah. Beribu kali kata itu melulu kulantunkan, seperti robot yang terprogram. Kata yang sama.
Entah. Tumben kata ini hanya berupa tulisan. Tak terucap. Aku bahkan sepertinya lupa cara berbicara.
Lidahku rasanya tersengat, entah oleh apa. Suaraku mengecil sejak aku lupa bagaimana cara berbicara.
Entah. Setelah ini mungkin benar hilang. Sayangnya aku tak bisa hilang juga. Tetap menjadi robot yang baru ter-reset ulang, kembali kosong.
Mungkin sekarang bukan manusia atau robot. Bisa jadi boneka yang tergandeng kesana kemari dengan bibir melengkung senyum, tanpa tahu, apa yang sedang terjadi pada dunia. Bergerak pun seperti puppet. Entah. Tanpa ekspresi yang dapat berubah jelas. Tak bisa mendadak terbahak atau meraung karena sebuah topik.
Dapatkah berubah? Entah. Setidaknya, masih anak manusia. Sekali pun ia cacat, bisu atau pun tuli, setidaknya ada yang yang sanggup bercakap dengannya. Yang mengandung dan melahirkannya selalu bisa mendengarnya, bahkan tanpa bahasa. Hewan pun mengenal komunikasi.
Kalau pun tak di seluruh dunia, tak semua beruntung, namun aku bersyukur untuk berhenti berucap entah, saat seseorang bertanya hal apa yang paling kau benci? Karena aku akan menjawab “tentang wanitaku”.
Kenapa?

2015-12-16

Can't Stop Loving You



Irama dan suara khas Phil Collins memenuhi kamar kecil Alleira dengan lagunya Can’t Stop Loving You. Menemani dua botol kaca berisi lampu beras menyala-nyala di atas meja. Baginya itu adalah kunang-kunang peliharaannya. Dalam temaram lampu kunang-kunang itu Alleira menyisir rambutnya yang sudah menyentuh siku. Seperti penampakan di tengah malam, pandangannya tajam ke satu sudut namun kosong.
Bukan berarti ia aneh, ia hanya menikmati permainan cahaya warna-warni yang mengingatkannya pada lampu hias di halaman kantor gubernur. Lampu-lampu yang pernah sedikit meredakan ketidaknyamanannya. Ya, lagi-lagi tulisan ini tentang cahaya semacam itu, dan nyanyian Phil Collins masih terus terputar berulang. Seperti terputar ulangnya pita roll film hidup Alleira di pikiran gadis itu.
            Pertama kali dirinya menjauh, sedangkan yang kedua ia menatap kepergian orang itu. Memori itu dan suara Phil Collins seakan menyatu selayaknya drama beserta soundtracknya.

2015-12-06

Tanpa Judul, Tanpa Nama 4



Can’t you just stop?”
“Arsa, aku..” sahut Nana begitu lirih nyaris tertelan deru hujan.
“Can’t you just look at me?” potong Arsa. Seorang pemuda tampan dan jenius yang harusnya mampu mengalihkan dunia Nana dari lingkaran Moringa. “Apa kau tak melihat bagaimana dia mengacuhkanmu?”
“Ia mengacuhkanku karena ia tak tahu jika itu aku.” bantah Nana.
“TIdak. Aku tahu, jika kau tahu bahwa ia tahu..”balas Arsa. “Kau dengan begitu percaya diri datang kemari karena kau yakin, bahwa kau mengirim pesan yang pasti akan membuatnya berpikir tentangmu.”
“Tidak. Buktinya ia tak datang. Aku yakin karena ia tak menyadari makna pesanku.”sahut Nana lalu kembali berjalan pergi. “
“Nana!” seru Arsa mengejar lagi gadis itu. “Setidaknya ijinkan aku mengantarmu pulang.”lanjut pemuda itu dan Nana kembali berhenti.
“Apa menurutmu, ia sungguh tahu jika itu aku?”
“Aku tak tahu. Kau yang harusnya lebih tahu. Aku tak pernah tahu bagaimana kalian berkomunikasi selama ini.”
“Kuharap ia tak tahu..sebab jika ia tahu, ia pasti membenciku, aku sudah mengganggunya dengan catatan-catatan aneh itu.”
@@@

2015-12-03

Tembang Kenangan

    Setelah berbulan-bulan penuh topik yang membuat bengong, hari ini topik ringan akhirnya membuat pikiran terasa lebih ringan. Kami berbicara tentang musik, film dan artis dan berlanjut bercerita tentang kenangan masa "muda" kami. Inilah tembang kenangan yang abadi di semua otak persekutuan kami.
    Diawali dengan Teriyaki Boyz, yang selama ini kebanyakan orang menyebutnya lagu pinokio hanya karena liriknya yang berbunyi "How they live in Tokyo" sekilas terdengar seperti pinokio ^-^ Soundtrack Tokyo Drift ini begitu terkenal di dunia penggemar The Fast & The Furious dan para modern dancer pada jaman itu. Namun satu kenangan terlintas di otakku hanya satu,merah kuning kostum yang kupakai bersama beberapa teman di awal kuliah.
   Berikutnya kami membicarakan lagu My Lecon yang dulu membuat kami sempat jenuh saking seringnya diputar hampir di semua tempat. Terutama saat SMP, masa-masa sok-sokan jadi cheerleader pas karnaval. Setelah bertahun-tahun menyukai lagu itu dan merindukannya, kami baru sadar itu lagu Korea :D
     Lagu ketiga dalam playlist kami adalah Lose My Breath yang di videonya begitu sexy. Saat lagu itu terputar teringatlah saat-saat "muda" memakai rompi kresek lalu bergulung-gulung di depan dosen-dosen ^-^ Begitu pula dengan musik berjudul Low.
    Yang paling membuat heboh adalah Dragostea din tei, yang lebih terkenal sebagai nomanomayey. Sampai sekarang tak mengerti apa isi lagu itu. Untuk lagu satu ini yang jelas teringat bagaimana aku "muda" bersama teman-temanku melompat-lompat, menari dengan pom-pom, bersalto dan kayang sampai nginjak-nginjak teman dan menjatuhkan diri di gendongan teman.
     Cerita pun nyambung ke Asereje, yang katanya lagu pemanggil setan. Entahlah kami tak terlalu peduli juga, karena kata setan obrolan pun berlanjut ke film-film horor, khususnya drama Korea seperti Master Sun, Ghost, dan sebagainya sampai ke artis-artisnya. Dulu di kos aku bertetangga dengan penggemar Kim Soo Hyun pemeran Song Sam Dong di Dream High, kini penghuni bangku sebelahku ternyata sama saja. Kebetulan salah satu dari ada cowoknya dan mengaku penggemar Soo Hyun. Namun rupanya ia salah sambung, Soo Hyun yang dia pikirkan adalah anggota SNSD -_-"
    Kawanku yang lain lagi lebih suka Joong Ki yang katanya tampan. Sampai akhirnya aku kembali berpikir ketika ditanya. Aku tak terlalu mengidolakan salah satu artis Korea. Ada pun bukan flower boy.  Tapi Han Hyo Joo.
     "Kamu lesbi?!"
Aku hanya suka aktingnya dari dulu. Selain itu dengan menonton filmnya aku punya alasan untuk menangis sesukaku ^-^ Jalan cerita filmnya Hyo Joo kan kebanyakan mengharukan.
     "Yang cowoklah!"
     "Hm..mungkin So Ji Sub."
     "Apa kerennya?! Dia sudah tua!"
Hm..sekali lagi suka perannya di film. Ia selalu mengambil peran berkarakter yang.. hero banget ^-^
Inner handsome is the number one! That's why I like him. (meski aku tak tahu, bagaimana dia di kehidupan sebenarnya)

    "Hm..iya sih.. Selain itu juga bodynya So Ji Sub bagus."sahut salah satu temanku akhirnya setuju dengan argumenku.
Lalu apa hubungannya So Ji Sub dengan tembang kenangan?
Ada satu lagu korea yang bagiku lucu. Gom Se Mari. Lagu lama dan juga lagu anak-anak. Lebih lucu lagi saat So Ji Sub menyanyikannya di Master's Sun (that's just my opinion ^-^).
     

2015-11-29

Pernikahan, Keluarga dan . .


Apa yang kau pikir tentang pernikahan?
Seketika otakku nge-hang. Blank. No idea. Aku heran mengapa topik beberapa minggu ini - bulanan bahkan, adalah pernikahan. Bahkan ayahku yang ngecat tembok teras rumah saja ditanya tetangga “Badhe mantu, Pak?” Apa karena sedang musim nikahan? Mungkin.
Bukannya tak suka atau tak ingin menikah, (meski dulu memang sempat berniat tidak), tapi aku bingung, mengapa satu topik itu begitu diributkan. Temanku si A bercerita tentang permasalahan rencana pernikahannya yang disebabkan perbedaan kasta. Orangtua mereka menentang dan membuat mereka berpikir untuk nikah lari. Si B lain lagi, ia sudah menghitung banyaknya warisan pohon jati yang kira-kira akan diterima tunangannya nanti. Lalu si C yang masih jomblo memikirkan tentang tipe calon suaminya, termasuk daftar ketentuan yang akan dimasukkan ke dalam kontrak perjanjian pranikah (dia bisnis oriented banget).

2015-11-18

Tanpa Judul, Tanpa Nama 3



                 “Kriiing!!”
Ailin terperanjat bangun dari tidurnya seakan baru terbebas dari kedalaman air laut.  Dimatikannya jam meja yang menunjuk pukul 6.30.
                “Tok..tok..tok..” Belum lepas benar, keterkejutannya kini bertambah. Seketika gadis itu kembali membeku. Sirkulasi udara tertahan, sedangkan darah bergerak cepat. Gadis itu seakan hendak meledak karena ketakutannya.
“Tok..tok..tok..”
                Ailin pun nekad bergerak cepat meraih pisau dan membuka pintu. Penuh siaga pisau di genggamannya siap menyerang.

2015-11-15

Tanpa Judul, Tanpa Nama 2



 “Kenapa kau ajak aku kesini?”tanya Nana sesaat setelah Moringa memarkir motornya di tepi jalan Pantai Sindu.
“Mm..hanya ingin jalan-jalan saja. Sudah lama kita tak kesini.”jawab Moringa santai. Keduanya pun berjalan ke arah Selatan melintasi beranda deretan kafe dan restoran yang penuh dengan berbagai bentuk lampion, lentera, lilin dan sebangsanya. Sampai akhirnya bermuara pada satu ujung yang tenang, beristirahat dalam naungan sebuah gazebo kayu.  “Ah, anginnya kencang sekali disini, apa kau tak dingin?”

2015-11-14

Tanpa Judul, Tanpa Nama


Kring..kriing..” Ailin memutar balik sepedanya kemudian menyelip para pejalan kaki di pesisir Sanur. Gadis berkaos merah itu pun menikung ke arah matahari di balik bale bengong yang tengah menyimpan seseorang. Diparkirlah sepedanya di samping sebuah sepeda kayuh yang ada. Lantas gadis itu pun berlari turut duduk di samping gadis berjaket hijau.
“Hei, aku mencarimu! Ternyata kau bengong di sini.”seru Ailin pada Nana teman kuliahnya yang sekarang juga sekantor dengannya.
“Ah, sory. Aku capek. Jadi terhenti di sini.” sahut Nana.

2015-11-08

Catatan



Kaira terdiam di samping kotak ajaibnya. Mematung di antara foto-foto yang berserakan bersama buku catatan hariannya. Namun bukan berarti pandangannya kosong sepenuhnya seperti boneka mati. Bola matanya lurus ke arah sebuah potret, keadaan ketika ia tertawa bersama di samping kawan-kawannya. Baik teman perempuan maupun laki-laki.
Masih ditatapnya foto pemuda berkemeja denim itu. Seribu pertanyaan muncul jika dihitung. Seakan ia tak pernah memiliki catatan apa pun bahkan ingatan apa pun tentang orang itu. Berhari-hari, berbulan-bulan malah, ia seperti orang amnesia. Tak menyadari jika sebagian peristiwa yang hilang dari catatannya itu disebabkan perbuatannya sendiri. Ia tak murni kehilangan bagian itu, tetapi kini ia ingat jika ia memang merobeknya dan melemparnya masuk keranjang sampah.

Cermin

Terkadang kita bisa menebak - atau cenderung sok tahu, dalam meneropong karakter orang lain. Mereka baik atau tidak, cocok atau tidak dengan pasangannya. Tak jarang kita seolah mampu meramal dengan benar, masa depan hubungan suatu pasangan, hanya melalui sorot mata salah satunya. Bahkan seringkali kita masih terkejut saat tebakan-tebakan itu, yang sungguhan terjadi. Namun untuk melihat diri sendiri, mengapa tak juga menemukan cermin yang jernih dalam menciptakan bayangan. Cermin yang bisa memperlihatkan detail sorot mata diri kita sendiri. Cermin yang ada selalu berupa kaca buram, berbingkai ukiran bunga cantik dari berlian, dihiasi lampu-lampu kecil yang memancarkan pesona, yang bahkan seringkali menyilaukan..

2015-11-06

Enya - A Day Without Rain

Saksi


     Angka pada layar ponsel menunjukkan pukul dua dini hari, ketika udara terasa begitu pengap. Biasanya kipas angin itu bisa membuatnya menarik selimut tapi kini seperti tak berfungsi. Waktu telah berlalu dua jam sejak ia menulis kata goodnight pada pemegang hatinya melalui layanan pesan. Namun night itu ia jalani tanpa meninggalkan kesadaran detik-detik ke dini hari yang mendung.
     Gemuruh ringan membuatnya mematikan kipas angin. Memastikan kebenaran yang didengarnya. Ia keluar dari ruangannya, duduk di beranda yang menghadap taman, sebagai saksi turunnya hujan pertama bulan November.  Sesuatu yang dinantinya akhirnya datang jua. Meski hanya sesingkat satu putaran jarum detik jam dinding. Dikalahkan lolongan, gonggongan anjing yang terjaga di jalanan.
     Sekali lagi ia tatap ponsel, meraihnya sejenak, lantas kembali diletakkannya. Pasti ia telah pergi ke kota mimpi.  Hingga kesekian kali ia meraih ponsel membuka jendela percakapan. “Aku rin” Hanya sampai sana. Jarinya tersangkut backspace berkali-kali, selama setengah jam. Hingga memutuskan kembali masuk. Mencoba terlelap di sisi kekasihnya yang lain. Kekasih simpanannya, yang masih mengenakan dasi polkadotnya dalam tidurnya, yang ternyata kurang hebat menggambar tawa di wajahnya meski gadis itu sangat menyukainya.
     “I’m not really fine..” bisiknya pada si pemegang hati, dalam pikirnya. Sesuatu yang sulit dikatakan sungguhan. “Oh, No! I’m just too tired,  perhaps. Ini semua tak semudah menggambar.. tak sebagus bayangan anak SD”
     Gadis itu pun memeluk erat kekasih simpanannya yang tetap tenang terbaring di tempat tidurnya. Berharap menjadi setenang itu pula. Kekasih simpanan yang terlalu tenang dan suka terlelap, yang tak pernah terbangun, sejak awal. Yang tak pernah mengerti rasa sakit, sekali pun dipukul berkali-kali. Yang tak pernah berusaha membenarkan atau menyalahkan apa yang terjadi. Yang tak pernah mengerti apa pun, walaupun ia satu-satunya saksi yang melihat. Meskipun ia pendengar terakhir atas pesan terakhir.  Saksi terakhir sebelum gadis itu hilang..

2015-11-04

Alice in Wonder Town: Pelangi



Di awal, Red Queen tampak seperti seekor singa, namun beberapa minggu berlalu, perlahan aku melihat bahwa ada kemungkinan ia adalah White Queen yang sedang menyamar.  Atau White Queen yang hilang ingatan lalu mengira ia adalah Red Queen. Perlahan pula aku merasa ada sesuatu yang bisa mengembalikannya sebagai White Queen. Hari itu tepat satu bulan. Semua yang ada adalah staf sejak  tahun dan empat tahun lalu. Ada pula bu Putu sebagai petugas kebersihan disana sudah satu tahun bekerja.
“Kamu termasuk lama sih disini, biasanya dua minggu gitu staf baru udah pada ilang lagi. Nggak ada yang betah kena marah si cantik.” Kata Bu Putu. Aku pun baru tahu jika orang-orang disitu memanggil bosku dengan istilah si cantik.

Alice in Wonder Town: Di Bawah Atap Miring



Well, hari itu adalah hari pertama aku kerja di bawah “atap miring”, karena kebanyakan orang di area itu menyebutnya begitu, “Oh, kantor yang atapnya miring itu!” (dalam hatiku berkata, perasaan atap-atap rumah orang disini juga miring). Namun memang itu yang terlihat. Dibandingkan bangunan sekitarnya memang yang paling mencolok perbedaannya adalah bagian atapnya. Sederhana, namun pantas dicurigai sebagai kantor designer.

Alice in Wonder Town: Where Should I Go?


Aku sadar aku tak bisa disamakan dengan seorang Putu Mahendra (udah jelas beda gender). Meski sama-sama di Pulau Dewata, studio pertamaku ini memang tak sebesar studio Bensley. Proyek-proyeknya pun mungkin tak se-WOW keluaran Bensley.  
Well, barusan adalah opening tak terlalu penting sebab aku tak tahu dari mana harus memulai cerita ini – yang nggak penting juga.

2015-10-25

Aku.. Rindu..

Kupikir ku kan baik saja
Gunung payung takkan jadi luka
Akhirnya kuhanya sendiri
Tetap sendiri

Kupu kertas benangnya patah
Angin temannya kini di mana, entah
Aku hanya diam di sini
Tanpa roda, hanya hiasan lampu mini

Kumenari bersama tinta warna-warni
Kubernyanyi bersama kipas angin
Tak tahu pasti apa yang kuingin
Aku hanya tak bisa kembali

Seperti cangkir, lagi, gagangnya patah
Seperti boneka rajut berdasi merah
Aku ingin jauh melangkah
Jemu terbeku, sampai kapan, entah

Hanya satu
Aku tahu
Aku..
Rindu..

2015-10-21

Pet


      Waktu sudah banyak berlalu. Dua tahun sungguh jauh berlalu. Tepat dua tahun mungkin.
Hari ini mereka bercerita tentang peliharaan mereka. Dua anjing baru, kucing baru. Heboh dengan nama Chico Jerico, Chika Jesica, dan Spicy. Entah apa saja yang mereka bicarakan berjam-jam hanya hal itu yang kupahami.  Roll film di otakku sibuk sendiri memutar mundur kembali ke tahun 2013. Aku merindukan Bumi dan Mars.
      Cupang. Begitulah mereka berdua disebut. Bumi biru dan Mars merah. Dua ekor ikan cupang yang sepertinya akan sulit kutemukan lagi. Bangsa mereka yang identik dengan julukan petarung, perkelahian, berantem, atau apalah itu, namun yang kulihat dari mereka adalah sesuatu yang jauh berbeda dari permusuhan.
      Bulan Agustus aku mulai mengenal mereka. Saat itu aku tak punya akuarium selain toples kaca milik ibuku. Itu pun hanya satu, jadi kusatukan mereka di satu tempat. Saat itu aku penasaran bagaimana scene ketika cupang diadu. Hari itu bagiku mereka biasa saja, kalau pun mereka mati karena berkelahi kurasa tak masalah.

2015-10-18

Lupa..

Bahkan lupa pun sebuah anugerah Tuhan..

Selama ini banyak pertanyaan, mengapa Tuhan menciptakan kelebihan dan kelemahan pada manusia?
Banyak hal terjawab, banyak pula yang masih terpandang sebagai gangguan pikiran.

Lupa, salah satu hal yang paling sering disalahkan manusia yang berbuat salah.
Lupa, pelindung manusia yang berdiri di posisi terdepan saat manusia tak ingin disalahkan. Seakan semua sudah paham, jika Lupa memang gemar mengajak kita berbuat salah. Meskipun tak selalu semua kesalahan itu akibat perbuatan Lupa.

Lupa, bukanlah sosok yang buruk.
Lupa, ia bukan penyakit.
Lupa, merupakan sebuah tahapan dalam proses mendapatkan kebahagiaan.
Dengan lupa, hal sederhana dapat tampak menarik bahkan menakjubkan, saat akhirnya kita berhasil berjumpa dengan kata ingat, dengan kenangan menjadi hadiah terbesarnya. Hadiah terbaik yang mungkin tak bisa dinilai dengan materi.

Sepertinya, menjadi lupa bukan masalah besar. Kita tak harus selalu mengingat semua hal. Ada kalanya terdapat hal yang perlu kita lupakan. Tak jarang, karena lupa seseorang dapat terselamatkan dari hal buruk yang bisa menyerangnya jika ia tak lupa.
Apa pun yang terekam alat indera manusia pasti tersimpan baik. Walaupun itu hanya rekaman sepersekian detik. 
Yang terpenting adalah kita masih mampu mengingat kembali hal yang terlupakan itu di saat yang tepat.
(Gak papa kok, lupa kalo sedang masak air, masih gak inget meski airnya udah menguap semua sampai kering pun gpp, yang penting inget lagi sebelum ada yang meledak hehe.. ^-^ Terus lagi yang penting bersedia bersihin jelaga di pancinya.. ^o^ *sesat, pengalaman pribadi sih ni)

2015-10-15

Warna

Apa warna favoritmu?
Merah.
Kenapa merah?
Aku merasa tampak semakin cantik dengan merah.
Lalu warna apa yang menurutmu pantas untukku?
Hm..bagiku kau..
Merah, saat pertama kali listrik menyengat dan jari kita sedikit bertemu, tapi itu sudah bertahun-tahun lalu.
Biru, detik-detik pergelangan tangan tergenggam, saat telapak kaki tak lupakan dingin bahari.
Hijau, ketika hangat bersemi, banyak bagian terbaikmu kusaksikan, tentang segala yg mendekatkan kita.
Hitam, setiap kuharus menatap punggungmu mengabur, malam panjang.
Kurasa kau bisa pilih sendiri, mana yang dapat membuatmu nyaman untuk kau sandang.
Bagaimana dengan jingga?
Jingga.. Memang ada yang membuatnya tampak bagus, karenanya kumulai tertarik melihatmu. Namun tentang jingga, ada hal yang membuatku sakit setelah kuingat caramu memandang warna jingga di masa lalu.
Begitukah? Lalu dengan ungu?
Orang bilang warna janda. Kau bukan janda,kan?
Hm..kalau kuning?
Mm..aku tak tahu akankah cocok atau tidak, tapi kuharap ia pancarkan kebahagiaan padamu.

2015-09-27

Aroma, Jejak Memori (end)


Waktu kesadaran Radya berhenti bersamaan dengan berakhirnya jam kerjanya di kantor. Gadis itu masih terdiam di perpustakaan bergaya rustic modern itu, di saat seharusnya ia bersiap pulang.
“Apa kau mau lembur hari ini?” Tegur Fong yang ada di seberang rak mengintip Radya lewat celah-celah buku. Radya menggeleng. “Lalu kenapa malah melamun? Ayo cepat, kita pulang!”ujar Fong lagi.
“Oke, aku akan menyusul. Kalian pulanglah dulu. Aku bereskan buku-buku ini dulu.”jawab
Radya kembali beralih waktu dan tempat secara maya. Perlahan rak putih di perpustakaan kantor itu berubah warna. Buku-buku tebal arsitektural berubah menjadi kumpulan majalah dan jurnal. Gadis itu berpindah dimensi. Kembali ke perpustakaan kampusnya di masa lalu.
“Hei! Sedang apa?”sapa seseorang mengagetkan Radya.
“Oh, kau, Ehan. Cari jurnal untuk referensi skripsi. Kau sendiri?”

2015-09-25

"We can go anywhere, as long as you're happy.."
"Wherever I go I'll be happy, as long as you're by my side.."

2015-09-24

Aroma, Jejak Memori (2)



“Ivan! Ita punya DVD Doraemon baru, lho! Ayo nonton bareng!” seru gadis kecil pada temannya di seberang rumahnya.
“Iya..tapi Ivan makan siang dulu, ya.” balas pemuda cilik itu dari balik pagar rumahnya.
“Iya!”
“Ntar kalau udah selesai makan, Ivan main ke tempat Ita.”
“Iya. Ita tunggu, ya!”
“Iya.”
Fong, Radya, Nita dan Yuyun yang tengah makan siang di warung sebelah rumah gadis itu pun tersenyum. Menyaksikan drama singkat itu. Mungkin masing-masing dari mereka sedang teringat akan kenangan masa kecil masing-masing.
“Hm..Doraemon, ya..”gumam Fong singkat lalu menyantap soto ayamnya.
“Eh, dari dulu sampai sekarang, aku suka sekali Doraemon, berharap alatnya ada sungguhan!”seru Yuyun bersemangat
“Iya.. pasti seru!”sahut Nita.
“Hm..kalau kalian punya Doraemon, alat apa yang paling kalian inginkan dari kantongnya? Jangan bilang pintunya!?”

2015-09-21

Aroma, Jejak Memori (1)

Klik mouse dan ketukan keyboard menderu di tengah keheningan ruang kerja Radya hari itu. Enam orang di ruang yang sama itu sibuk bergulat dengan garis-garis berwarna di atas latar hitam di monitornya. Aroma dupa sudah tersingkir saat menjelang siang. Kini angin yang tadinya bertiup dari sela-sela pohon kamboja dan kersen di halaman, terhalang masuk oleh kaca jendela yang kini menutup. Seperti biasa, saat matahari meninggi, sistem sirkulasi udara dalam ruang diganti. Seperti biasa pula, Radya tak pedulikan itu, toh bukan urusannya, menutup atau membuka jendela adalah pekerjaan para OB.

2015-09-20

Bali Tour: Beachwalk Shopping Center




     Beachwalk. Semua orang sepertinya mengenal istilah itu. Bahkan orang mancanegara mengerti. Tapi aku hanya melihatnya dari jauh selama ini. Satu detik dua detik. Memori singkat saat aku dan rombonganku melintas. Tak ada yang penting, hanya tentang keramaian, kemacetan, bangunan kontemporer cantik, hingga sepasang lover  yang berciuman di halamannya.  Tak pernah di titik itu, di posisi itu. Aku tak pernah berada di sana, satu sudut itu. Kecuali dalam mimpi beberapa tahun lalu.
      Sore itu, hanya berbekal rasa penasaran, aku dan rekan perjalananku telah sampai di Jalan Pantai Kuta Bali. Sejak kami memasuki jalan itu, melalui pantai Kuta di sisi kiri, melewati beragam fasilitas mulai Circle-K hingga Hard Rock Hotel di kanan jalan. Semua padat. Tak ada tempat parkir motor tersisa. Hingga tujuan utama kami, Beachwalk, harus terlewati bermeter-meter.
Beachwalk. Beach adalah pantai, walk artinya berjalan, jadi Beachwalk adalah pantai berjalan? Jalan di pantai? Tempat jalan-jalan di dekat pantai? Apalah itu artinya, yang pasti kami benar-benar harus berjalan kaki menuju mall berstandar internasional tersebut.
      Tak jauh dari Sheraton Bali Kuta Resort dan Harris Resort Kuta, pusat perbelanjaan seluas 93.005 m² itu selesai dibangun pada tahun 2012, dirancang oleh tim Envirotec Indonesia dan tim Tropica Greeneries (lansdscape). Hari itu Beachwalk di padati oleh orang-orang tinggi yang biasa disebut bule dan orang-orang sipit chinesse. Pengunjung domestik sangat sedikit. Nyaris tak ada. Kalau pun ada wajah pribumi, bisa dibilang itu satpam atau pekerja mall.

2015-09-05

INDIRECT LETTER (part5-end)


 “Apa maksudmu? Kenapa kau tanya begitu? Darimana kau tahu tentang hal itu?”tanya Kaira penuh emosi. Askari pun memalingkan wajahnya seakan baru tersadar ia telah melakukan sebuah kesalahan.  “Aska? Jawab aku?!”desak gadis itu kembali mendekat. “Siapa kau sebenarnya?!”
“Jika kau mengulang pertanyaanmu lagi, apakah kau mampu membuatku peduli? Kau telah berhasil! Bahkan jauh sebelum rasa penasaranmu itu muncul..”ucap Askari begitu lirih nyaris tak terdengar.

INDIRECT LETTER (part 4)


            “Hei! Apa kau tak mendengarku? Apa yang kau pikirkan?” tegur Askari seakan menghentikan deru hujan di sisi luar galeri itu.
“Ah, maaf.. Mm..tak ada.. hanya sedikit masa lalu.”sahut Kaira seraya menatap kerajinan perak di balik vitrin di hadapnya.
“Apa ada yang serius? Sampai alismu menyatu begitu. Sampai tak mendengarku bicara?”
“Antara ya.. dan tidak..”
“Tentang apa memangnya?”
“Tentangmu..”sahut Kaira singkat lalu beralih ke sisi lain ruang galeri seni tersebut.
“Aku?” Tanya Aska heran. Kaira pun berhenti di depan kerajinan kaca ukir berbentuk wayang.
“Sebenarnya.. hari itu membawa payung dalam tasku..”
“Hari itu?”

2015-08-29

INDIRECT LETTER (part 3)


 
Kaira duduk manis di sofa ruang tengahnya. Menyaksikan dengan tenang buket-buket bunga dan kado-kado kecil dari kawan-kawannya di meja. Namun rangkaian besar bunga gerbera yang begitu cantik menjadi sorotan utama. Shima yang duduk di seberang meja hanya menatap dengan kebingungan.
“Serius? Sama sekali tak ada kartu apa pun?”
“Ya, tak ada sama sekali. Saat aku bertanya pada orang yang meingrimkannya, orang itu tak tahu dan memintaku menghubungi langsung ke tokonya, lalu mereka bilang anak kecil yang  memesannya.”
“Anak kecil lagi? Setelah sekian lama, sekarang ada yang datang lagi?”
A boy from heaven.. Haruskah aku mempercayai itu? Di usia ini, apa kau kira aku masih bisa mempercayainya?
“I know, it’s difficult.”
“Hm.. ya sudahlah, siapa pun itu, entah orang tuaku di surga seperti kata anak itu, entah anak kecil itu sendiri, atau orang lain yang bersembunyi di balik semua itu, terimakasih,  sudah mengirim bunga di hari kelulusanku..” oceh Kaira pada entah siapa. Ia pun tersenyum getir.
@@@

2015-08-25

INDIRECT LETTER (part 2)


 Denting piano merebak memenuhi penjuru rumah. Jemari Kaira tak begitu semangat melompati tuts piano putih itu. Ntah karena tak ingin, atau justru terlalu menghayatinya. Buku musik pribadinya ada dihadapnya, namun pandangannya kosong. Membiarkan angin dan vitrage jendela di sampingnya berdansa tanpanya.
Our Story!”celetuk seseorang mendadak muncul di belakang Kaira membuat gadis itu terlonjak. Shima tengah mengintip buku milik Kaira tersebut, lalu meraihnya.
“Hei! Mana kembalikan!”seru Kaira tanpa beranjak dari tempatnya.
“Kulihat kau tak membutuhkannya, kau sudah hafal nadanya, tanpa melihat not kau masih bisa bermain..”sahut Shima berpindah duduk di sofa tengah ruangan.
“Shima, kembalikan sini!”
“It has been three am, but I can’t sleep at all, I wonder ‘bout you tonight, My seconds, minutes and days,,.”baca Shima lantang menyerukan lirik awal lagu karangan Kaira.
Stop!”potong Kaira akhirnya merebut lagi bukunya. Lantas kembali ke kursinya dan kembali bermain.
“Harusnya kau menyanyi juga.. Atau haruskah aku merekam lagumu untuk kukirim pada Aska?”
“Aska??”tanya Kaira kaget menghentikan melodinya.

2015-08-23

INDIRECT LETTER

 
Catatan untuk Bulan Kala Hujan

Kenapa waktu berlalu begitu cepat
Baru kemarin kita bertemu, baru kemarin kita saling menyapa
Belum lama bagi kita saling mengenal,
tapi kenapa hari perpisahan datang terlalu cepat

Saat langit malam cerah kita berjumpa untuk pertamakali
Dibawah sinar bulan kau hapus air mata ini
Meluruhkan semua kesedihan,
menebar kehangatan

Hingga perlahan gerimis menghampiri kita
Menyiramkan kegelisahan baru

Hari itu kita berteduh, di bawah pohon pinus
Menanti pelangi senja bersama
Menanti sinar bulan yang baru
Menanti terbitnya purnama
berbagi mimpi, berjuta fantasi
yang harusnya kita bangun bersama
tapi kenapa hari perpisahan datang terlalu cepat

Selamat tinggal,
tak ingin kuucapkan itu
satu yang tak kuinginkan
Tanpamu, langit ini kelam
tanpamu, dunia ini gelap
dirimulah satu-satunya sinar bulan bagiku
yang tak pernah padam
meski hujan slalu mengingatkan luka
namun ronamu yang terang bersinar abadi
kaulah satu bulan kala hujan..

Selamat tinggal
tak ingin kuucapkan itu
satu yang ingin kuhapuskan
kan kunanti hari hingga hujan ini berhenti
kan kunanti terbitnya lagi bulan
dan berdoa waktu pun kan berhenti
Tiada perpisahan,
tiada kata selamat tinggal
Meski hujan turun lagi
Meski memori kelabu itu kan datang lagi
kau kan tetap slalu ada, disini
menjadi sinar bulan gemilang
satu bulan kala hujan..

“Wah, kau sedang galau sepertinya..”ujar Askari seusai membaca draft karangan Kaira yang ditemukannya secara tak sengaja. Dengan cepat Kaira pun merebut secarik kertas itu dari tangan Askari.
“Jangan banyak komentar!”tukas gadis itu seraya menyimpan bait-bait itu kembali ke bindernya. Ia pun lantas beralih menyalakan musik player di komputernya.
“Memangnya kemana kekasihmu itu sekarang?”tanya Askari bersamaan dengan teralunnya melodi piano Yiruma yang berjudul Moonlight itu.
“Tak ada kekasih semacam itu, itu hanya karangan saja.”sanggah Kaira tak acuh, ia masih sibuk meng-eject sebuah flashdisk dari PC-nya.
“Oh, itu lagu yang kemarin aku kirim, kan?”
“Ya.”sahut gadis itu lagi sambil menyodorkan flashdisk yang baru dicabut itu kepada Askari.

2015-08-20

About Name..

"Do you think the name is important?"
"At first, I thought the name is not important, but I think it is really  important now."
"How can it be?"
"I don't wanna be called by the name of someone else again.. I just realized, I could be disrupted because of it.."

2015-08-18

Memoir Pribadi

Bukan lagi soal bulan
Bukan pula tentang hujan
Tak ada senja,
hanya bias biru merah saja

Kami kunang-kunang yang sulit mati
Kunang-kunang yang berbaris dalam tari
Janganlah ditanya,
Kapan terbuka? Kapan tersiar? Rahasia?

Berhentilah jadi laron pengejar lentera
Kalian takkan mati, kami takkan mati
Biarlah jadi memoir pribadi

Ada tawa tanpa paham
Ada kenangan tanpa ingatan
Bukan rasa untuk dipikir
Bukan pikiran untuk disentuh
Bukan  untuk dilebur
Aku, kami, kalian, mereka, semua miliki bagiannya
Berbeda

Aku tak ingin lagi ditanya
Kalian takkan mengerti, selamanya takkan,
Sampai temukannya sendiri
Cukup ini jadi memoir pribadi..

2015-08-15

At Monumen Bajra Sandhi



 
 Jenuh. Setelah berhari-hari menunda, akhirnya keengganan berhasil kutepis. Melepas penat, aku kembali mendapatkan udara malam yang menyegarkan.
Kuhabiskan menit-menit awalku untuk duduk di depan minimarket itu, mengamati orang berlalu lalang di koridor Jalan Raya Puputan, seraya mendapatkan pemandangan statis menara Bajra Sandhi yang tampak eksotis kebiru-unguan oleh sorot lampu. Kulihat pula seorang pemuda di meja sebelah yang sibuk menghabiskan mie instannya, sama sibuknya denganku yang tengah menghabiskan ice cream coklatku. 10 menit terlewati, baru ada dua angkutan umum warna hijau yang melintas. Meski sama hijaunya namun beda tempat beda kebiasaan. Kalau di Malang dalam satu menit bisa dua sampai tiga mikrolet, namun di daerah Denpasar, angkutan jalur GOR Ngurah rai-Renon itu sepertinya 10 menit adalah jeda paling singkat.

2015-08-12

Now You See Me part 3 (End)

Asha masih terpaku di tempatnya. Menatap setiap pergerakan sosok itu dengan tak percaya. Apakah ia sedang berhalusinasi karena kerinduannya pada gadis itu?  Ataukah itu nyata? Ia ingin memastikannya. Ia ingin melihat dengan lebih jelas, lebih dekat. Perlahan ia mengurangi jaraknya terhadap punggung gadis bermantel merah itu. Berharap semua itu bukan hanya mimpi, bukan ilusi sesaat.
“Hei, Asha!”seru David mendadak muncul. “Kemarilah! Kurator yang ingin bertemu denganmu sudah datang!”
“Mm..tapi aku..”
“Ayo cepat! Dia sudah menunggumu!”seret David membuat Asha terpaksa meninggalkan keinginannya sendiri.
Setelah menyelesaikan segala urusannya. Asha bergegas kembali menuju ruang pamer, di tempat ia melihat sosok Riendra. Namun gadis itu sudah menghilang dan meninggalkan rasa penasaran yang semakin menghujam benak Asha. Hash! Sial! Seharusnya aku tak pergi tadi!
@@@

2015-08-08

UFO


“Apakah itu Blue Star?”

“Bukan, itu UFO.”

“Itu bukan UFO. Tak mungkin ada UFO datang kesini. Mm..apa itu pesawat?”

“Kubilang itu UFO.”

“Ah, bukan! Itu Blue Star.. Oh, bukan, bukan! Itu Planet Biru! Ia tak berkedip seperti bintang. Sinarnya sangat terang. Ya, itu pasti Planet Biru.”

“Kalau aku bilang UFO berarti itu UFO.”

“Tapi aku ingin menyebutnya Blue Star atau Planet Biru!”

“Tetap saja aku ingin menyebutnya UFO. Dia bergerak, kan? Jika ia tak bergerak maka kau bisa memanggilnya Blue Star atau Planet Biru.”

“Well, kalau begitu aku hanya akan memanggilnya lighted kite.”

“Oh My! Kalau akhirnya hanya menyebutnya begitu kenapa kau meributkan blue star atau ufo atau planet biru itu!?”

“Kau juga, kenapa meladeniku?”

“Aish, terserah kau sajalah.”

“Lagipula apa pentingnya sebuah nama, jika ia tetap terlihat indah dengan sebutan apa pun. Sekali pun kau menyebutnya kecoa pun ia tetap terlihat cantik. Bukankah dengan nama apa pun kau tetap menyukainya jika kau memang telah menyukainya? Ia takkan berubah dari penting menjadi tak berarti hanya karena nama. Sama seperti saat kau mencari sesuatu, yang kau inginkan adalah UFO yang ada di benakmu, tapi orang lain menunjukkan sesuatu bernama UFO dalam rupa yang berbeda, kau tak puas, kan. Seperti di awal, kita tak tahu apa dia sebenarnya, ia tak bernama, namun ia tetap berhasil menarik perhatian kita..”

“Hm..ya kau benar..tapi tetap saja.. Hai UFO!! Aku lebih suka memanggilnya UFO.”

“Terserahlah!”

“Aku akan terus memanggilnya UFO, barangkali saja UFO itu bisa mendengar sehingga ia tertarik padaku juga dan kemudian mengingatku kalau aku memanggilnya UFO hihi..^-^”
“Sesukamu sajalah!”