2016-06-27

Kala angin bertiup..




Terra & Vince ^^


Kala angin bertiup. Ronanya menukik relung mata. Menyala. Auranya paradoks. Raganya seakan melompat-lompat kegirangan. Jiwanya pundung kelabu.
Ingin terbang, selayaknya kupu-kupu. Tak terhentikan. Sayangnya aku bukanlah pahlawan penyelamat. Lakukan saja apa maumu.
Hanya saja, ikutlah aku! Seburuknya, itu lebih baik di bawah langit biru. Aku bukan pahlawan. Namun aku mampu jalankan misi ke awan.
Hei, Kau! Jadi kupu-kupu pun takkan jumpa superhero. Terbang pun takkan selamatkan negeri. Hancurkan kepala batumu!
Tebing dan jurang masih tampak berlian olehmu.
“Ada ruby merah disana, ada besi pedang..aku bisa bahagia dengan itu..”
Tahukah, kau, jika aku tak lebih dari pencuri ulung? Ikutlah denganku, lebih mudah caraku. Seburuknya, itu lebih baik  di antara bukit berbunga.
“Aku kan mati jika kau gagal.” Aku tahu. “Aku lenyap jika kau dustai.” Aku mengerti.
Perlahan atmosfer beralih surealis. Pergerakan samar membayangiku. 
Melompat dengan gila. Terbahak dalam hening. Tersedu dalam satu kedipan. Bersenandung di langkah berikutnya. Apakah dia bayi yang baru lahir?  
Angin masih bertiup tak menentu. Adagio atau presto membingungkan metronome.Sama seperti tiap jengkal tanah yang kulangkahi.
Aku menipunya. Aku tak tahu jalan ke awan atau pun dasar bumi. Aku bahkan tak mengenal ruby merah. Seburuknya, itu lebih baik di tengah tarian cinta.


2016-06-24

'Pahlawan'


Aku, wanita jahat. Aku, kaya muslihat
Dulu.
Aku pencari pangeran. Yang mengejar pahlawan
Dan masih.
Kau pahlawan darinya. Beralih kau lihat aku, gadis gila yang unik
Kau salah. Itu topengku
Tatkala itu.
Kau berubah. Tanggalkan sayap pahlawanmu.
Beralih meraih kuda putih sang ksatria
“Aku pangeran,” katamu lewat sorot mata itu.
Aku penari penarik simpati yang berhasil menebaknya. Berpikir mengikatmu lalu membuangmu.
Kau, pahlawan bodoh. Kau, pangeran yang tertipu. Dalam pikirku.
Lantas,
“Apa ini? Istana malaikat?” Kau bawa aku ke dalamnya buatku terbelalak
Kau membunuhku dalam diam.
Detik  itu.
Aku mati suri. Ragaku kosong.  Di kamar lowong.
Tak ada kau. Tak ada siapa pun.
Selendangku hancur terbakar. Topengku kandas. Pusakaku hilang.
Aku, wanita tak berwajah. Berdarah. Tanpa kancing keduaku.
Namun masih kau pahlawan di luar sana. Pahlawan yang sesungguhnya adalah pencuri terkejam.
Kau di angkasa mengusung jagad raya di planet seberang.
Kutak berharta di sini. Satu termahal kau curi dalam kediaman itu.
Aku tak  kenal lagi siapa aku. Mungkin aku pengejar pencuri.
Kini.
Yang tak ingin biarkan yang hilang di tanganmu.
Aku harus mengambil lagi kancing perakku.
Kumerangkak ke planetmu. Agar tetap hidup aku.
Akan tetapi, kau adalah pangeran berkuda yang dapat lari kencang.
Kau adalah pahlawan bersayap yang bebas menari di antara bintang.
Kau, sekaligus pencuri tak kasat mata paling ulung.
Kau, yang tak tersentuh dalam sepersekian detik pun.
Yang slalu menghilang dalam malam.
Hitam.
Menenggelamkanku dalam sengatan pekat.
Sekarat.