“Seperti
menunggu angin di ruang tertutup, ia takkan pernah tiba, kecuali jika kita yang
membuatnya bergerak..”
Asha termenung membeku di depan
lukisan itu. Sudah begitu banyak bulan terlewati bahkan tahun, namun ia merasa
masih di tempat yang sama. Sejak kegiatan pameran pertama, hingga kini
menjelang pameran terakhir, ia tak melakukan perubahan apa pun. Bahkan waktu
yang tersisa baginya hanya tinggal beberapa bulan. Akan tetapi ia masih saja
belum tahu harus berbuat apa. Ia tak bisa benar-benar memahami gadis itu meski
banyak orang berkata ia seperti pawang Riendra yang mampu mengendalikan gadis
itu.
Kini ia merasa telah mendapatkan
hukum karma untuk menertawakan isi novel favorit Yui hari itu. Kenyataannya,
begitu ia melihat sosok Riendra, ia bisa langsung menyukai gadis itu, bahkan
hingga menjelang kelulusan, ia masih belum mampu menghapus sosok itu dari
benaknya. Ia masih belum mampu membuat gadis itu benar-benar melihatnya. Hanya
melihatnya seorang, tanpa Rei atau pun orang lainnya. Ia masih belum mampu
melakukan itu.
“Hei, kenapa tiba-tiba diam saja
disitu? Ayo bantu aku mengatur panel!”tegur Riendra yang mendadak muncul
menyobek keruwetan pikiran Asha. Pemuda itu pun menghela napasnya diam-diam.
Berusaha mengabaikan kekacauan perasaannya.
“Ini
buatanmu, kan?”sahut Asha seolah tak acuhkan perintah Rien.
“Mm..memangnya
kenapa?”
“Ntahlah,
kurasa aku menyukainya. Eye Shelter!”
“Aish,
sudah, jangan beromong kosong! Ayo cepat bantu aku!”pinta Riendra lagi sambil
menarik lengan kaos Asha. Namun Asha tak mau kalah dan justru menahan
pergelangan tangan gadis itu.
“Disinilah sebentar!”suruh Asha
yang mendadak begitu takut kehilangan Riendra. Namun kesadaran masih
mengingatkannya untuk tenang, dengan berat ia pun akhirnya melepas Riendra.
“Untuk
apa? Mendengarkanmu menghina lukisanku?!”
Asha mendesah lagi. Lalu beralih membaca
label lukisan karya Riendra. Setidaknya kini gadis itu berada di sampingnya dan
ia harus sedikit menahan semua itu agar Riendra tak segera kembali menjauh
darinya.
“Saat yang kau lihat adalah sebuah mata, disitulah
kita kan bertemu.. Ketika kau melihat sebuah shelter di tengah hutan, maka kau pun akan
melihat seorang gadis kecil bernaung di bawahnya. Jika kau mampu melihat semua itu,
maka ingatlah satu sosok itu, satu aku yang menunggumu..”eja Asha cukup
keras untuk didengar Riendra.