2015-03-03

Now You See Me



Waktu tak pernah terasa kapan ia berlalu. Begitu cepat, seperti angin  yang membasuh wajahku. Tak pernah bisa dipahami kapan ia datang atau pun berhenti. Waktu yang tepat itu takkan pernah ada jika bukan kita yang membuatnya. Seperti menunggu angin di ruang tertutup, ia takkan pernah tiba, kecuali jika kita yang membuatnya bergerak.
Kini, aroma tanah saat hujan terhenti itu adalah aroma cinta. Menenangkan. Aku tak pernah sanggup melupakannya. Aroma basah yang mengantarkanku padanya. Sungguh berharap waktu itu dapat berputar. Berharap semua berhenti ke masa lalu. Pada masa aku berjumpa dengannya. Benar-benar berharap aku sanggup berlari kembali mengambil kesempatanku. Bersama wanita itu. Seorang gadis lebih tepatnya.
Sebuah cinta pada pandangan pertama. Sebuah cinta sejati.
@@@
                “Ah, semua omong kosong! Mana ada cinta pada pandangan pertama adalah cinta sejati.” Ujar Asha sinis mengomentari backcover sebuah novel roman yang dibawa sahabatnya Firas. Ia pun meletakkan lagi buku itu di atas meja kotak gazebo. Dua orang lagi yang tengah menemaninya minum pun tertawa. Membuat beberapa orang yang melintas di area outdoor Kafe Asrama Brawijaya itu otomatis menoleh ke arah mereka.
“Hei, jangan begitulah! Cinta bisa datang kapan saja!”protes Firas.
“Ya, kurasa itu benar. Cinta tak pernah mengenal waktu.”dukung Bara.
“Sudahlah, jangan menanggapi novel itu terlalu serius. Bukankah tadi kau bilang butuh hiburan?”sela Rei, yang merupakan sahabat Asha sejak SD.
“Aku serius saat bilang butuh hiburan, tapi bukan yang semacam itu! Aku tak suka novel yang seperti itu.”
Firas dan Bara serta Rei pun hanya tertawa.
“Ini! Kubawakan film seperti yang kau minta. Ini film terbaru tentang konflik antara Cina dan Korea, sedangkan yang ini tentang MVP basket.”kata Rei kemudian sembari meletakkan beberapa keping DVD. “Kalau yang ini tentang pembunuhan di sebuah institusi seni. Mengenai novel tadi, itu hanya iseng. Buku itu milik Yui yang dititipkan pada Bara.”
“Ngomong-ngomong apakah kau benar-benar tak percaya pada cinta pandangan pertama?”tanya Bara. 

Asha pun mendesah.
“Ntahlah.. tapi kurasa semua orang sudah tahu tentang itu. Ketika seseorang dengan cepat mencintai orang lain maka dengan cepat pula ia bosan. Berbeda dengan keadaan di saat ia sudah mengenal lama, cinta yang tumbuh secara perlahan akan hilang secara perlahan pula. Bahkan mungkin sulit hilang.” Papar Asha membuat beberapa temannya merasa geli mendengar kalimat itu dari mulut seorang Asha.
“Hmm..mungkin itu benar, tapi..”sahut Rei terputus.
“Tak ada tapi! Sudah ayo kita pergi. Pertandingan segera di mulai.”potong Asha seraya bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah GOR Pertamina di sisi timur tempat makan itu. Keempat orang itu tengah bersiap untuk pertandingan basket antar tingkatan. Mereka yang saat ini baru mengakhiri semester pertama kuliahnya sebentar lagi harus berhadapan dengan seniornya dalam kegiatan classmeeting tersebut.
@@@
Pertandingan telah usai. Jam digital ponsel Asha memamerkan angka 17 saat GOR itu mulai kehabisan manusia. Sebagian besar temannya sudah pergi menghilang. Sedangkan ia sendiri memiliki keperluan dengan temannya yang tinggal di asrama kampus. Pemuda itu pun berniat memotong jalan lewat koridor GOR dan menyusup ke jalan tikus di belakang kompleks asrama yang bernuansa abu-abu itu.
Jalanan dan pepohonan tampak masih sangat basah kala itu. Hujan baru saja berhenti. Ia berjalan sambil men-drubble bulatan jingga yang dibawanya. Namun sesaat ia terhenti di ujung koridor, di tempat seharusnya ia berjalan untuk turun lantas menapak ke tanah lembek. Bukan karena tanah becek yang bisa mengotori sepatunya, tapi ia terhenti saat melihat sebuah pergerakan yang muncul di teras samping GOR itu.
Terlihat seorang gadis dengan earphone-nya menari seorang diri. Tengah beraksi dalam atraksi breakdance-nya. Dengan aliran hip-hop-nya gadis itu menampilkan koreo yang sangat menarik, yang membuat Asha terpukau tanpa sadar. Sesaat gadis itu tak tahu. Akan tetapi akhirnya gadis berkuncir itu segera mengakhiri tariannya begitu sadar akan kedatangan Asha.
Asha kembali pada kesadarannya dan cepat-cepat meninggalkan gadis berkaos merah itu tanpa menoleh lagi. Gadis itu pun menghampiri tasnya dan mengeluarkan sebotol air mineral. Duduk sejenak menyandar pada dinding sambil menatap kepergian Asha, sebelum ia juga pergi meninggalkan lokasi itu.
@@@
Semester baru sudah dimulai. Kelas perkenalan pun dimulai hari itu dengan matakuliah Sejarah Seni Rupa Barat bagi Asha. Pemuda itu pun terkejut, saat memasuki ruangan ia melihat seseorang yang asing tapi juga tak benar-benar asing.
“Sepertinya ada mahasiswa baru.”bisik Bara pada Asha yang berjalan di sampingnya. Keduanya pun duduk di bangku belakang seraya menatap ke arah gadis asing itu.
Asha ingat benar saat pertama kali ospek hingga semester pertama itu habis, ia tak pernah melihat sosok itu. Namun ia bisa sedikit mengenali. Gadis itu adalah penari atraktif yang beberapa hari lalu dilihatnya di GOR. Sepertinya warna merah selalu menjadi aksen khasnya. Kali ini gadis itu memakai merah lagi untuk kemeja dan jeansnya. Karet bludru merah yang sama pun masih mengikat rambut panjang gadis itu.
“Sepertinya kau tertarik..”goda Bara yang menyadari bahwa sahabatnya terus menatap  ke arah gadis itu.
“Pakaiannya terlalu mencolok. Serba merah dari atas hingga bawah benar-benar aneh.”sahut Asha seakan tak terlalu peduli. Bara pun tertawa.
“Setidaknya rambut dan kulitnya masih normal, kan!”komentar Bara masih saja tertawa. Asha pun akhirnya turut tertawa.
@@@
Perpustakaan jurusan sedikit ramai siang itu. Gadis serba merah termasuk di dalamnya. Berkeliling  menyusuri rak-rak buku sendirian dengan wajah yang merasa sangat asing dengan ruang itu, ia pun menyimpan kebingungannya dalam kebisuan. Hingga pada akhirnya ia menghampiri petugas perpustakaan menanyakan keberadaan sebuah buku yang dicarinya.
“Oh, buku itu sudah habis dipinjam. Itu yang terakhir.”kata petugas sambil menunjuk ke arah Asha yang kebetulan ada di sana  sedang mengisi buku pinjaman. Pemuda itu pun melihat ke arah petugas dan juga gadis itu sesaat, lalu kembali melanjutkan menulis.
“Ah, kalau begitu terimakasih.”kata gadis itu terdengar sangat kecewa.
“Coba cari saja di perpustakaan pusat, atau tunggu beberapa hari lagi.”kata petugas perpustakaan.
“Ah, ya, kalau begitu aku ke perpustakaan pusat saja setelah ini, soalnya ada tugas, takutnya jika tak ada waktu mengerjakan jika menunggu.”
“Ya sudah kalau begitu. Semoga kau bisa segera dapat bukunya!”
“Kalau begitu aku pergi dulu.”pamit gadis itu beranjak pergi.
“Ah, tunggu!”seru Asha secara tiba-tiba di luar kesadarannya. Dia yang baru menyelesaikan urusannya segera menghampiri gadis serba merah yang kini berdiri di dekat pintu tersebut.
“Ya, ada apa?”sahut gadis itu.
“Kalau kau mau menunggu, besok akan kuberikan bukunya padamu,”kata Asha sambil berjalan keluar dari perpustakaan. “Aku hanya meminjamnya sehari untuk mengcopy beberapa bagian. Setelah itu kau bisa meminjamnya.”
“Oh, begitu, apakah tak apa? Kalau begitu terimakasih sekali! Maaf jika merepotkan.”
“Tak apa. Lagi pula kita teman sekelas, bukan masalah lagi untuk saling membantu.”jawab Asha merasa sedikit canggung mendengar perkataannya sendiri.
“Terimakasih sekali lagi kalau begitu. Mm..lalu besok kau kuliah apa? Dimana dan jam berapa kita bisa bertemu?”
“Mm..aku ambil kuliah estetika kelas B jam 10 besok. Mungkin kita bisa bertemu sebelum itu di loby.”
“Ah, jadi kau masuk kelas B estetika? Aku juga ambil kelas B.”
“Oh, kalau begitu bukan masalah lagi. Akan kuberikan bukunya besok di kelas.”
“Baiklah. Terimakasih sebelumnya.”
“Kalau begitu aku pergi dulu.”pamit Asha.
“Oh, ok.”
@@@
Seperti takdir, ternyata Asha bertemu gadis itu lagi hampir di semua kelas yang dipilihnya. Mungkin hanya untuk mata kuliah seni grafis saja mereka tak sekelas. Secara perlahan Asha pun akhirnya mengetahui nama gadis itu. Riendra Atalea, pindahan dari universitas swasta di Jakarta. Saat ini Rien pun berteman sangat baik dengan Yui, kekasih Bara. Hal itu membuat Rien semakin sering bertemu Asha, Rei dan Firas. Asha juga beberapa kali dipertemukan dengan Riendra dalam beberapa tugas kelompok. Selama satu semester itu Asha dan Riendra pun sudah sangat akrab dan memutuskan untuk mengambil kelas yang sama di semester ketiga.
Menjelang Dies Natalis jurusan, semua orang tengah sibuk menyiapkan beberapa acara. Di dalam himpunan ada juga sebuah divisi tari yang sedang menyiapkan diri untuk mengisi acara perayaan itu. Asha pun begitu kaget, saat tahu jika Riendra yang masuk divisi itu juga mahir dalam hal tari tradisional.
“Kukira kau hanya modern dancer, tak kusangka juga tradisional dancer.” Kata Asha pada Riendra yang duduk di sampingnya di studio seni patung itu.
“Mm..darimana kau tahu aku bisa modern dance?”tanya Riendra heran.
“Ah..kurasa aku pernah melihatmu di GOR. Beberapa hari sebelum semester kedua dimulai.”aku Asha.
Wajah Riendra pun memerah. Ia tak mengira ada seseorang yang mengenalinya hari itu.
“Oh, jadi itu kau..”kata Riendra kemudian, ia masih ingat saat ada seseorang aneh menonton tariannya. Hanya ia tak ingat jelas wajah pemuda itu. “Dulu kupikir kau adalah pervert aneh yang suka mengintip.”aku Riendra membuat Asha tertawa.
“Maaf! Saat itu aku juga tak sengaja. Aku sendiri bahkan kaget, kenapa aku berdiri disana.”sahut Asha berterus terang.
“Agh!!”pekik Riendra tiba-tiba.”Aish!”desisnya, rupanya jarinya terluka oleh pisau pahatnya.
“Kau baik-baik saja?”
“Ya. Hanya sedikit perih saja.” kata Riendra seraya mengeluakan bandage dari saku tasnya.
“Ah, kau ini selalu saja seperti ini..”desah Asha yang sudah terlalu sering melihat Riendra yang rupanya tak bisa berteman dengan bangsa pisau apa pun.
“Jangan melihatku seperti itu!”kata Riendra sambil menyengir. “Oh ya, Asha, ternyata harddiskku yang rusak.” Lanjut Riendra beralih topik membicarakan laptopnya yang rusak.
“Ah, jadi kau sudah membawa laptopmu ke service center?”
“Ya, akhirnya kemarin aku pergi bersama Rei.” jawab Riendra cukup menyentak Asha. Pemuda itu tak tahu kenapa mendadak perasaannya menjadi tak tenang. Namun sebisa mungkin ia berusaha untuk tetap tampak normal.
“Hm..begitu. Maaf ya, aku tak bisa membantumu kemarin.”
“Tak apa. Aku juga tahu kalau kau sibuk. Apalagi kau adalah ketua pelaksana acara, banyak sekali yang harus kau urus.”sahut Riendra.
“Itu benar, aku bahkan sangat lelah rasanya. Tugas mata kuliah lukis saja  belum aku kerjakan karena itu.”
“Hm..apakah perlu kubantu?”tanya Riendra kemudian. Namun Asha hanya tertawa.
“Tak perlu, aku kan punya dewa berkekuatan super yang bisa membantuku!“
“Dewa berkekuatan super??”
“Ya, dewa dengan power of kepepet!”seru Asha dengan bangga.
“Aish!”desis Riendra yang memahami benar bagaimana cara kerja Asha saat terdesak deadline pengumpulan tugas.
@@@
                3 hari menjelang kegiatan pameran yang menjadi rangkaian perayaan Dies Natalis. Pagi itu Asha baru saja selesai mandi saat Riendra datang ke kontrakannya bersama Rei dan Bara. Beberapa anak lain juga akan datang tak lama lagi. Kontrakkannya sudah menjadi basecamp persiapan dekorasi pameran. Saat ini mereka tengah menyusun sebuah instalasi yang nantinya tinggal memasangnya di ruang pamer di kampus.
                Kemudian mereka bertiga pun membicarakan surat izin peminjaman alat, lobby gedung dan aula. Seiring bertambahnya waktu, Zulfy dan Naufal pun datang, ada juga Firas. Awalnya mereka berencana  membuat  dekorasi pada  langit-langit.  Berhubung  belum   bertemu  dosen penanggung jawab acara, otomatis  belum terlaksana, sebab mereka harus mendiskusikan lagi desain dekorasi.  Diskusi mereka pagi itu tak terlalu serius. Bahkan terlalu banyak santai membicarakan banyak hal lain.
Tak terlalu lama diskusi itu, setelah Yui, dan beberapa gadis yang juga panitia kegiatan datang, semua pun langsung bekerja. Asha dan Riendra pun mulai mendesain banner 3D dari foam selama teman-temannya merakit instalasi dari barang bekas. Setelah menyelesaikan sketsa, Asha dan gadis itu duduk di dekat jendela, di hadapan laptop, membuat pola banner itu dengan aplikasi Corel Draw. Di awal semua biasa saja. Akan tetapi semakin lama  Asha kembali merasa tak tenang.
“Apa kau baru keramas?”tanya Asha mengejutkan dirinya sendiri.
“Ha? Ah, ya. Mm..kenapa?”sahut Riendra mendadak bingung oleh pertanyaan Asha yang tiba-tiba.
“Hanya tanya saja. apa tak boleh?”sahut Asha pura-pura tak ada masalah, meski sesungguhnya aroma shampo yang dipakai gadis itu membuat jantungnya berdegup kencang tanpa alasan jelas.
“Ah, bilang saja, kalau kau terganggu rambutku!”kata Rien kemudian menggulung dan mengikat rambutnya. Gadis itu memang merasa rambutnya beberapa kali tertiup angin, namun tak sadar jika itu bisa mengganggu Asha. Riendra tak mengerti jika Asha terganggu oleh faktor yang berbeda dari dugaannya.
“Aku tak berpikir begitu.”kata Asha sambil bangkit berdiri. “Mm..aku mau mencetak proposal dulu diluar, setelah ini kita ke kampus. Sudah hampir jam 12, kita tak boleh terlambat bertemu pak Edi.”lanjut Asha pada Rien yang merupakan penanggung jawab dekorasi.
“Ah, oke.”
@@@
“Ah sial, hujan!”seru Asha saat keluar dari sebuah toko di area pertigaan menuju pasar besar. Seusai menemui dosen, mereka berdua menyempatkan diri membeli beberapa keperluan sebelum pulang ke basecamp. Tak tahu perjalanan pulang mereka jadi terhambat. Dengan terpaksa mereka pun harus berhenti untuk berteduh di depan kompleks pertokoan itu.
“Apa kau tak bawa ponco?”tanya Riendra.
“Kemarin aku menjemurnya dan lupa memasukkannya lagi.”
“Ah, benar-benar sial!”desis Rien. “Mm..ngomong-ngomong jam berapa sekarang? Ponselku mati.”
“Jam setengah tiga.”jawab Asha setelah melihat jam tangannya.
“Sudah setengah tiga ya, pantas aku sudah lapar.”
“Apa kau mau makan? Sambil menunggu hujan reda?”
“Makan dimana?”sahut Rien balik bertanya sambil melihat ke deretan-deretan toko.
“Ayo kesebelah sana! Ada warung makan disitu.”
“Ah, baiklah.”

Hujan deras kala itu. menahanku tuk tetap tinggal. Untuk tetap menapakkan langkah-langkahku di atas bidang itu, di sampingnya. Hingga perlahan hujan mereda menjadi titik air yang sangat halus. Begitu halus menyentuh ragaku. Aroma saat hujan berhenti, aroma cinta. Aku rasa pernyataan itu tak benar-benar salah.
@@@
Sesampainya di rumah kontrakan Asha, keduanya langsung menggantung jaket basah masing-masing di dekat jendela. Dengan angin yang bertiup, mungkin jaket itu bisa sedikit mengering saat nanti akan dipakai lagi. Kesibukan kembali menghiasi rumah itu. Sejenak kemudian ternyata Nisa dan Mitha datang dengan keripik singkong dan keripik ketela ungu menambah persediaan snack mereka sore itu.
Sampai menjelang pukul 18.00 beberapa orang sudah berpamit pulang. Hanya tersisa Riendra, Rei, Bara, Firas dan Yui serta Asha sendiri tentunya.  Hanya saja mendadak hujan kembali turun saat mereka akan pergi. beruntunglah Firas dan Bara keduanya membawa mantel hujan. Sesaat mereka kebingungan dengan Riendra yang tak memiliki kendaraan sendiri itu tak bawa mantel hujan. Gadis itu datang bersama Bara, tapi sudah pasti Bara pulang dengan Yui. Firas yang rencananya mengantar Rien pulang pun hanya mempunyai jas hujan yang hanya untuk satu orang.
“Ya sudah, pakai saja mantel hujanku.”kata Asha kemudian. Namun Rei yang baru dari kamar mandi itu memberi solusi lebih baik.
“Kenapa kalian bingung? Aku kan bawa mobil.”
“Ah, ya, benar! Ya sudah, masalah selesai. Rien pulanglah bersama Rei!”sahut Yui.
“Ah, bodoh sekali kita tadi.”komentar Firas dan Bara yang menertawakan diri.
“Ya sudah kalau begitu. Asha, kami pulang dulu! Sampai jumpa besok!”
“Ah, oke. Hati-hati di jalan!”sahut Asha kemudian menatap Riendra yang bergerak cepat ke arah mobil Rei.
Sepertinya hujan tak sebagus itu.. Aroma seperti ini juga mengganggu!
@@@
Keesokan harinya, sepulang kuliah, Riendra dan beberapa orang lainnya segera meluncur kembali ke rumah Asha melanjutkan persiapan pameran. Beberapa saat kemudian mereka pun telah sampai dengan selamat. Beruntung hujan baru turun setelah semua orang masuk ke dalam rumah.
 “Dingin-dingin sepertinya enak kalau ada gorengan.”celetuk Firas
“Ya sudah sana beli atau kamu yang buat!”sahut Asha sambil meletakkan foam yang baru di belinya.
Tak disangka Firas bersungguh-sungguh, ia meraih payung dan keluar rumah. Beberapa saat kemudian telah kembali dengan dua sisir pisang dan dua kantong plastik berisi tepung, saus, kecap, gula, telur dan kerupuk.
“Asha, aku pinjam dapur!”serunya
“Pakai saja sesukamu seperti biasa.”sahut Asha dari kamarnya. “Memangnya kau mau bikin apa?”
“Aku buatkan kalian pisang goreng.”
“Horee..”seru semuanya.
Disisi  lain Firas memasak,  Rien, Asha, Naufal, Bara dan Yui mulai  mendesain ulang tatanan huruf yang akan dibuat dari bahan foam. Setelah pekerjaan itu hampir selesai, mereka mengambil jeda untuk menikmati pisang goreng buatan Firas.
“Sudahlah, hari ini kau tak perlu kerja, jadi koki saja sudah cukup!”kata Asha pada Firas memancing tawa teman-temannya.
“Benar sekali. Aku juga kangen mie goreng buatanmu. Bagaimana kalau kau juga membuatnya untuk makan malam nanti?”dukung Naufal.
“Aish..kalian ini! Hm..tapi baiklah. Dengan syarat jika aku tak membantu instalasi tak masalah.”
@@@
Setelah istirahat sejenak orang-orang itu kembali bekerja membuat banner 3D foam. Setelah itu Rei, Nisa dan Mitha juga datang. Semuanya pun kembali berbagi tugas. Mereka bekerja sampai pukul 18.00, tepat di saat mie goreng ala Firas siap saji. Mereka pun makan bersama. Tiga piring untuk bersama. Asha dengan Rien dan Firas, Yui dengan Nisa dan Bara, lalu Rei dengan Naufal dan Mitha.
“Lebih enak yang dulu, Fir, yang dulu lebih terasa bumbunya.”komentar Naufal
“Tentu saja, orang ini tadi salah bumbu, tadi aku buat untuk mie 3 porsi tapi akhirnya aku tambah mie lagi biar cukup untuk semua.”jelas Firas
“Wah aku jadi merasa bersalah..tiba-tiba  datang.”sahut  Mitha dan Nisa hampir bersamaan.
“Aish! Tak masalah. Kalian, kan, juga disini untuk kerja. Tak hanya makan.”sahut Asha tenang.
Sampai sekitar  pukul  19.00, Riendra dan Yui keluar  untuk  mengeprint gambar pola foam yang belum tercetak. Sedangkan Asha dan Rei menuju rumah Aldo untuk mengambil lampu sorot. Tak lama kemudian mereka sudah kembali lagi dan mulai menggunting pola dengan dibantu Anwar dan Icang yang baru datang. Mereka pun berniat lembur malam itu. Jadi Asha pun menghubungi ketua RT untuk lapor soal menginapnya beberapa anak di rumahnya.
“Sudah lapor?” tanya Riendra.
“Sudah.”jawab Asha
“Kapan  lapor? Sepertinya aku tak melihat kau  keluar.”sahut Riendra lagi.
“Untuk apa keluar. Jaman sudah canggih, tinggal SMS saja, kan, sudah beres.”
“Oh begitu.”
Sekitar  pukul  20.45  Nisa dan Mitha pun pulang. Rei sudah lebih dulu pulang untuk acara keluarga. Beberapa lainnya pun beristirahat lagi. Riendra memilih menonton film di laptop Asha. Gadis itu pun meminjam bantal Asha selama menonton. Sudah kebiasaan Riendra untuk memeluk sesuatu, ntah bantal atau boneka, saat menonton film. Beberapa anak lainnya menonton film lainnya di laptop Naufal.
“Aish, yang benar saja, ini film apa coba!”desis Yui kesal sendiri. Namun Bara dan lainnya tak peduli.
“Memangnya kalian nonton apa?” tanya Riendra yang duduk di samping Asha.
“Aku tak tahu apa judulnya.”sahut Yui. Sedangkan Asha yang duduk di samping Riendra hanya tertawa membuat Rien dan Yui heran.
“Kenapa tertawa? Kau sudah tahu ya, film apa ini!”
“Sudahlah, lebih baik kau ikut nonton disini saja!”ajak Asha yang memang mengetahui film apa yang sedang ditonton Naufal, bara dan Firas.
“Mm..memangnya kenapa filmnya?”tanya Rien pada Yui yang kini di sampingnya ikut menonton From Paris With Love.
Itu, American Pie!”kata Asha mencoba menjelaskan.
American Pie? Apakah itu film masak-memasak?”tanya Riendra dengan lugunya membuat Asha dan Yui kaget. “Beberapa kali aku dengar orang ribut membicarakan film itu, tapi aku belum pernah melihatnya.”
“Aish, sebaiknya kau tak menonton. Itu film dewasa!”kata Yui. Seketika Rien pun tercengang mendengarnya. Sedangkan Asha hanya menertawakannya.
“Hahaha..film masak-memasak..”pemuda itu tak berhenti tertawa. Bara dan lainnya pun ikut tertawa mendengarnya.
“Hei, aku, kan, tak tahu! Berhentilah tertawa!”tukas Rien seraya menutup jendela di belakangnya.
“Kenapa ditutup? Apa kau kedinginan?”tanya Asha kemudian.
“Tentu saja. Kau tak merasa dingin? Lagipula ini sudah malam!”
“Aku sedang merasa gerah sekarang, tapi ya sudahlah..kau tutup saja itu! Mm..kau tak bawa jaket?”
“Kan tadi aku sudah bilang, jaket yang kubawa basah kena hujan tadi pagi.”
“Ah, iya, maaf, aku lupa. Hm..sebentar kalau begitu.”sahut Asha kemudian masuk ke kamarnya sejenak lalu keluar lagi dan melemparkan jaket ke arah Riendra. “Pakailah!”
“Ah, terimakasih.”kata Riendra sumringah.
@@@
Sekitar pukul 23.15 semua kembali bekerja mengecat foam kecuali Naufal yang sedang iseng sejak tadi masuk ke kamar Asha.  Nampaknya ia hendak melihat keluar jendela. Hingga tiba-tiba ia terlonjak kaget.
Woi, ono ceweke ta iku?”seru seorang laki-laki di luar terdengar menyeramkan memakai bahasa Jawanya.
“Ah, iya ada.”jawab Naufal takut-takut.
“Kon mulih ae yo..”serunya menyuruh agar para gadis dipulangkan.
“Mm..sudah lapor pak RT kok tadi.”sahut Naufal sesuai instruksi Asha.
Wis lapor pak RT?”
“Sudah.”
Oh, yo wis lek ngono.”sahut orang tersebut.
Naufal pun akhirnya keluar dari kamar.
“Astaga, aku benar-benar kaget, tiba-tiba ada orang muncul manjat pohon. Sek enak-enak ate ndelok njobo, eh, ono wong ate nginceng. Koyok cilukba ae malian.”desis Naufal yang masih sedikit shock.
“Haha..mungkin dikiranya kita sedang berbuat aneh-aneh.  Tak usah dipedulikan, dia biasa seperti itu.  Lagipula  kita disini juga kerja.”sahut Asha.
“Makanya, kalian jangan nonton aneh-aneh disini! Nanti diusir sungguhan lagi..”omel Yui ke arah Naufal dan Bara. Lainnya pun hanya tertawa.
@@@
Fajar terbangun saat Riendra membuka jendela ruang tengah rumah Asha. Semak-semak di bawah jendela tampak masih basah oleh hujan yang baru berhenti.
“Kau sudah bangun rupanya.”sapa Asha.
“Ah, hai!”sahut Riendra dengan senyum lebarnya kemudian kembali menikmati udara pagi.
“Apakah masih hujan diluar?”
“Tidak. Hujannya sudah reda, dan aku suka saat-saat seperti ini.”
“Saat yang bagaimana?”tanya Asha sambil berjalan menghampiri, ia pun turut melongok keluar jendela.
“Aromanya.. Ah! Rasanya begitu menyegarkan pikiran. Aroma tanah saat hujan turun atau ketika hujan reda itu benar-benar membuatku nyaman.”ungkap Riendra di saat Asha hanya menatap wajah gadis itu lekat-lekat. Setiap saat ia di dekat gadis itu, ia tak pernah bisa merasa tenang. Di satu sisi ia merasa sangat senang, namun perasaan berdebar yang muncul seringkali membuat pikirannya mendadak kosong. Asha tak bisa merasa normal, tak bebas untuk menjadi dirinya yang biasanya.
“Kenapa menatapku seperti itu?”tegur Riendra sedikit menjauh. Rupanya gadis itu pun merasa sedikit canggung untuk begitu dekat dengan Asha.
“Ah, tak ada..”jawab Asha juga beralih dari posisinya. “Melihatmu barusan, mendadak aku teringat ekspresimu hari itu.. kau tampak begitu menikmatinya.”
“Hari itu?”
“Ya, hari pertama saat aku melihatmu, di GOR sore itu.”
“Ah, itu.. Jangan bahas itu lagi. Itu memalukan!”desis Riendra otomatis membuat Asha tertawa.
“Jangan tertawa! Kenapa kau suka sekali menertawakanku, ha?!”
“Aku tak suka menertawakanmu. Aku hanya ingin tertawa untuk diriku sendiri!”balas Asha tak acuh. Pemuda itu pun berjalan ke dapur untuk membuat beberapa cangkir susu hangat melihat beberapa teman lainnya sudah bangun. Riendra pun membantunya.
“Bagaimana dengan laptopmu?”
“Ah ya, kau mengingatkanku! Mereka bilang hari ini laptopku sudah bisa diambil.”
“Benarkah? Baguslah kalau begitu. Jadi kapan kau ambil? Sepulang kuliah?”
“Sepertinya begitu. Mm..apakah kau bisa menemaniku kesana?”
“Mm..sepertinya bisa..”
“Tunggu, tapi bukannya nanti siang kau harus bertemu pak Edi?”
“Ah, ya, kau benar juga. Mm..tapi tak apa, kurasa itu tak butuh waktu yang lama. Kurasa aku bisa mengantarmu.”
“Jika kau repot tak apa. Kurasa aku bisa meminta Yui untuk menemaniku, atau kalau tidak angkutan umum juga banyak.”
“Mm..bagaimana kalau nanti kutelepon atau SMS? Mungkin saja urusanku bisa selesai lebih cepat, jadi aku bisa mengantarmu.”
“Begitukah? Baiklah kalau begitu.”
@@@
Jam tangan Asha memberitahu pemuda itu bahwa hari sudah siang. Pukul 11.50.  Pemuda itu pun bergegas keluar menuruni tangga gedung kuliah menuju ruang dosen.
“Hei, Asha!”seru Bara yang ditinggalkannya.
“Maaf, aku sedang sibuk, kita bertemu lagi nanti!”balas Asha cepat.
Ia pun berusaha mempercepat urusannya dengan pak Edi. Namun dosen satu itu malah bertele-tele dengan berbagai instruksinya. Asha pun begitu gelisah sambil beberapa kali melirik jam tangannya. Hingga begitu pembicaraannya selesai ia cepat-cepat keluar ruangan dan melihat ke sekeliling mencari sosok Riendra yang tadi sempat dilihatnya. Akan tetapi sosok itu sudah menghilang rupanya.
Dengan gesit Asha merogoh sakunya mengambil ponsel untuk menghubungi gadis itu.
“Halo, Rien?”
“Ah, Asha, kebetulan sekali, barusaja aku mau mengirim pesan. Barusan aku bertemu Rei dan ia menawarkan bantuan untuk menemaniku ke service center. Jadi kau tak usah bingung lagi sekarang. Selesaikanlah urusanmu dengan tenang!”terang Riendra seakan meluruhkan daya raga Asha.
Ah, jadi kau bertemu Rei.. baguslah kalau begitu.. Maaf tak bisa membantumu..”
“Tak apa. Maaf juga sudah mengganggumu.”
Sama sekali tak mengganggu. Ya sudah, kalau begitu kututup teleponnya. Sampai ketemu nanti.” Sahut Asha kemudian memutuskan panggilan. Detik itu pun ia mendesah. Terpaku di tempatnya dengan air muka yang sangat buruk.
Tak bisakah kau sedikit menungguku? Bukankah sudah kubilang aku bisa mengantarmu?!
                                                                                       @@@
                                                                                                                                      --------Now You See Me (part2)------

No comments:

Post a Comment