2015-06-06

SATU



                 
“Kupikir aku memiliki orang lain. Tak hanya satu.”
@@@
                Aroma tanah merebak. Hujan masih rintik-rintik terpantul, berbunyi di permukaan payung itu. Gadis itu terus menatap ke arah jalan. Memandang penuh harap pada tiap unit kendaraan yang melintas dihadapnya. Kedua tangan sibuk. Menopang payung merah jambu itu, dan sisi lainnya menahan buku laporan A2-nya yang berat agar tak tertarik gravitasi.
                Sepatunya yang merah maroon itu basah. Genangan air yang terus terpukul hujan terus memberi percikan ke sekelilingnya. Membuat semuanya semakin basah. Tak ada yang lain. Hanya gadis itu sendiri. Kaos rajutnya yang berwarna merah itu pun tak sanggup lagi menjadi perisai dari rendahnya suhu udara malam itu. Jam dinding pertokoan di seberang jalan memperlihatkan waktu sudah pukul 20.27. Pukul 19.48 awalnya yang dilihat gadis itu.

                Jumlah kendaraan yang hilir mudik mulai menurun. Malam semakin sepi. Ia tetap berdiri. Dalam hujan. Dari langit, dari mata.
                “Seya, kenapa kau tak datang? Kenapa rasanya aku membutuhkanmu..Hari ini sangat berat..”bisik gadis itu seraya menatap langit, berharap bulan muncul dan terlihat oleh matanya. Ia alihkan gagang payung ke tangan kirinya. Lantas berusaha meraih ponsel di saku celananya. Berharap benda itu bisa hidup kembali. Namun kenyataannya semuanya sia-sia. Daya baterai itu sudah pada titik penghabisannya.
                “Seya, tak bisakah kau datang? Ntah kenapa mendadak  kau yang terpikir.. Aku tak punya orang lain detik ini..Kenapa tak mudah untukku melangkah berbalik memanggil yang lain..”
@@@
                Gadis itu, hari masih siang dan terang saat ia duduk di lobby kampus. Mata kuliah interior barusaja usai. Reikai dan beberapa temannya tengah menanti jam makan siang. Jam tangan masih menunjukkan angka 11.30.
                “Reikai, kau akan datang, kan, malam ini?” tanya Tatha yang pukul 19.20 nanti genap berusia 21 tahun. Ini sudah kelima kalinya ia menanyakan hal yang sama sejak beberapa hari lalu.
                “Ya,, tentu aku akan datang. Aku tak akan melewatkan makan malam gratis.”sahut Reikai penuh semangat.
                “Terimakasih kalau begitu.”sahutnya
                “Ngomong-ngomong, apa kau mengundang semua anak?”tanya Rie
                “Ya, ayahku memintaku mengundang semuanya.”jawab Tatha.
                “Wah, pasti nanti malam akan menjadi pesta ulang tahun yang seru!”
                “Ntahlah..di musim tugas seperti ini aku sendiri tak yakin banyak yang datang.”
                “Pasti banyak! Kalau perlu aku akan perjelas lagi pemberitahuannya kalau kau ulang tahun hari ini..”sahut Reikai optimis.
                “Ah, kau ini. Well, kau akan kemana sekarang?”
                “Sepertinya akan melakukan rutinitas, makan siang, sholat, a kind of that..”kata Reikai
                Same with me, back to rumah kos then makan siang.”susul Rie
                “Oh, oke kalau begitu. Aku kembali ke kontrakan dulu. Ibuku pasti sedang butuh bantuan.”
                “Ok. Kalau begitu sampai jumpa nanti!”
                “Ok. Daah!”
Dalam hitungan detik Tatha pun sudah menghilang di balik pintu gedung. Rie masih bersanding dengan Reikai di tempatnya. Hingga kemudian Nisa muncul.
                “Heh, Reikai, bagaimana? Rencana kita joinan beli cupcake jadi, kan?”tanya Nisa. Reikai tersenyum lantas mengangguk. Akan tetapi sejenak kemudian pancaran sinar mata gadis itu berubah.
@@@
                Enam jam sebelumnya.
                “50 cukup, kan?”
                “Akan kuusahakan cukup.”
                “Kalau bisa sampai akhir minggu. Maaf, ayah belum bisa cari lagi..”
                “Akan kuusahakan.”
                “Serius hanya itu yang kau berikan padanya? Untuk transport saja itu takkan sampai seminggu, soal makan mungkin tak masalah, tapi memangnya ia tak butuh untuk tugas?”sahut ibu Reikai yang sedikit kaget karena tak biasanya ayahnya berkata demikian.
                “Sudahlah, Bu,. ayah kan baru sakit. Jangan beri beban pikiran lagi. “
                “Sekali lagi maafkan ayah, tapi tenang saja, nanti ayah usahakan keperluanmu bisa terpenuhi. Untuk sementara itu dulu tak apa, kan?”
                “Tak apa, uangku masih ada beberapa. Jadi jangan khawatir.”
                “Kau uang darimana?”sahut ibu Reikai.
                “Hasil pesanan lukisan masih ada.”jawab Reikai.
                “Ya sudah kalau begitu. Ibu minta maaf juga, tak bisa membantu.”   
                “Aku yang harusnya minta maaf, sudah terlalu merepotkan kalian.”ujar Reikai merasa bersalah.
                “Itu sudah tanggung jawab orangtua, jadi kau sama sekali tak merepotkan.”sahut ayahnya.
@@@
                Reikai masih duduk di bangku tunggu lobi saat Nisa dan Rie meninggalkannya. Ia sama sekali tak bersemangat menjalani kegiatan hari itu. Presentasi tugas oleh mahasiswa dari pagi membuatnya sering menguap. Ditambah lagi kabar bahwa pekerjaannya untuk mata kuliah Seminar yang kemarin ia kumpulkan mendadak hilang.
                “Sendirian saja?”sapa Lazuar.
                As you see.” Jawab Reikai singkat. Lazuar pun turut duduk di samping gadis itu.
                “Selesai kuliah apa?”
                “Interior. Kau?”
                “Baru akan kuliah.”
                “Jam 1?”
                “Yup. Pelestarian.”
                “Oh, I see. Kau..sendirian juga?”
                “Ya.. Mm..kau tak pulang? Atau masih akan disini untuk kuliah lagi? ”
                “Kuliah Seminar jam 1 juga..”
                “Oh, baguslah, kalau begitu temani aku disini.”
                Allright.”
                “Apa ada masalah? Kau terlihat badmood.”
                “Terlalu banyak masalah. Aku lelah dengan tugas.”
                “Hmm..sepertinya aku bisa merasakannya. Semester ini benar-benar seperti mencoba membunuhku.”
                “ Aku merasa aku sudah terbunuh, dan sekarang aku menjadi zombie..”kata Reikai seraya beranjak bangun dari duduknya.
                “Hei, kau ini ada-ada saja. Oh ya, kau mau kemana? Apa kau sudah sholat?”
                “Aku bangun untuk itu.”
                “Well, kalau begitu aku ikut.”
@@@
                “Kau sudah selesai?”
                “Sudah. Kau belum?” jawab Reikai yang baru saja keluar dari mushola lantai 7 gedung dekanat pada Lazuar yang duduk di area tunggu.
                “Belum.”
                “Lalu dari tadi kau hanya duduk disini?”
                “Kupikir di dalam masih antri, tadi kau sendiri kan yang bilang musholanya ramai banyak orang antri..”
                “Di dalam memang antri, tapi antri mukena.” Balas Reikai dengan ekspresi datar, dengan tenang membetulkan letak pin di kerudungnya.
                “Oh, sial! Aku kira antri tempat seperti kemarin-kemarin.”desis Lazuar.
                “Kalau begitu kutunggu disini.”ujar gadis itu lalu duduk di bangku yang tersedia.
                “Oke.”
                “Tumben kau bersama Lazuar.”sapa Dien yang tengah duduk di samping Reikai.
                “Apa tak boleh?”
                “Apa aku bertanya seperti itu berarti tak boleh? Kupikir hanya tumben saja.”
                “Ya, mungkin karena kau jarang bertemu kami saat bersama. Bagaimana pun ia partner kerjaku di proyek sayembara.”
                “Ah, ya, aku baru ingat itu.” Sahut Dien tepat di saat Seya dan Baro muncul.
                Suasana pun menjadi berarti bagi Reikai seperti biasanya, saat para jenius itu berkumpul, ia akan menyerap banyak informasi dari percakapan ketiga  arch-software masteristilah buatan Reikai untuk mereka yang jago menjalankan software 3D modeling dan rendering.
                Pembicaraan heboh dari soal poster, maket, sampai harganya yang jutaan.  Hingga tak lama setelah itu muncul Ryan dengan kaos coklatnya.
                “Tambah gemuk saja kau, Ryan!”sapa Reikai
                “Benarkah? Berarti aku makmur.”
                “Aish.”desis Reikai.”Tugasmu sudah selesai semuakah?”tanyanya namun nampaknya pemuda itu terlalu sibuk dengan dunianya sendiri di hadapan laptopnya. “Aish, he always be like that..can’t he being nice a bit? Not ignoring my existence..He has been change to me now..”
                Untuk sejenak gadis itu terdiam sesaat. How could I like him? Fooling around for him. I was crazy girl at that time. I relize now. I was just a stupid. But, well, it just about the past time thought..Itu hanya satu kesalahan di masa lalu.
                “Heh, bengong.”tegur Seya.
                “Apa sih,.”
                “Jangan bengong, itu tak baik.”
                “Siapa juga bengong.”sahut gadis itu lalu mereka berdua pun kembali masuk dalam perbincangan itu.
                At least I’ve found a friend like Seya, so at least I can erase Ryan from my mind step by step.”
@@@
                “Apa?? Makanannya habis? Jadi kalian tak makan?”seru Tatha merasa kaget juga merasa bersalah.
“Mm..buat semua anak selain kita sih sudah jadi kau tenang saja.”sahut  Ina
“Ya, tapi mana bisa begitu? Kalian yang sudah repot membantu malah tak makan,,”
“Tak, apa, kita sudah cukup banyak makan kue kok.”sahut Reikai.
“Iya, kita juga sudah cicip-cicip sedikit tadi..”imbuh Ellisa.
“Ya, mungkin juga habisnya karena kita cicip-cicip tadi hehe..”sahut Nisa.
“Yah..tapi..”
“Tak apa, Tha, bukankah itu pertanda bagus, di saat musim tugas seperti ini masih banyak orang yang bersemangat memenuhi undanganmu.”potong Rie.
“Iya, itu tandanya masakan ibumu tak sia-sia. Kita bisa beramai-ramai merayakan ulang tahunmu dengan orang sebanyak ini.”kata Reikai lagi.
“Hm..tetap saja tak bisa begitu.. Mm..kalau begitu kalian makan cupcake-nya saja. Aku tak mau kalian kelaparan di ulang tahunku!” kata Tatha tak bisa tenang begitu saja.
“Aish, kau type A sejati ya, tak bisakah kau santai saja?!”protes Nisa.
“Iya benar, masa’ kita makan sendiri cupcake yang kita beli untukmu?! Memangnya kita piknik di rumahmu? Bawa makanan sendiri, makan sendiri, tak keren sama sekali.”sahut Ina.
“Ya tak apa, kan, toh aku juga memakannya.”
“Hash, ya sudahlah, terserah kau yang berulang tahun saja..yang penting kau bahagia.”kata Ellisa.
Di pertengahan acara itu pun di isi sesi foto bersama. Beramai-ramai bersama semua orang, teman-teman terdekat Tatha, teman kuliah dan keluarganya. Semua tersenyum lebar. Sampai pada saat Ina mendadak melontarkan pertanyaan yang seketika menghapus senyum Reikai dan Rie.
“Kai, jadinya kau pulang naik apa?”
“Oh ya, ini jam berapa?!”seru Reikai yang sebenarnya sudah beberapa kali merasa gelisah sejak siang. “Ah, sial sudah hampir jam 8.”desisnya mulai panik. Ia teringat kata-kata Tatha batas waktu angkutan umum beroperasi di sana adalah jam 8 malam.
“Kau tak menginap saja?”tanya Tatha.
“Kan masih ada tugas di rumah, Tha, ibuku juga pasti butuh aku di rumah. Kalau begitu aku pamit dulu tak apa kan?”
“Yakin kau pulang? Naik angkot?”tanya Rie.
“Ash, sial, coba hari ini tak ada insiden dengan adikku, aku bisa bawa motor jadi bisa mengantarmu sampai terminal.”desah Nisa.
“Ada apa sih ribut?”sela Arya.
“Kau bisa antar Reikai pulang tidak?”tanya Nisa pada Arya.
“Yah, aku tak bawa motor. Aku saja menumpang.”
“Sudah-sudah. Aku langsung jalan saja. Nanti saja kalau aku tak mendapat angkutan aku kembali kesini untuk minta antar sampai pemberhentian di depan Poltekes. Disana angkutannya lewat sampai malam.” Potong Reikai.
“Hm..tak masalah sih kalau begitu,”sahut Arya bergumam.
“Hm..terserah kau saja kalau begitu, Kai”
Reikai pun bergegas pamit pada keluarga Tatha lalu berjalan cepat keluar dari gang pemukiman itu menembus dinginnya malam yang dirintiki oleh gerimis.
Setengah jam lebih Reikai berdiri di tepi jalan itu di temani sorot lampu-lampu pertokoan di seberangnya. Ingin ia kembali memanggil seseorang. Tapi ia tak ingin merusak kebahagiaan teman-temannya malam itu. Terlebih lagi ia bukan tipe orang yang mudah meminta bantuan orang lain. Selama ini aku bisa melakukan semuanya sendiri, kali ini aku juga pasti bisa. Allah tak mungkin menelantarkanku begitu saja!
                Normalnya, jika ia berhasil mendapatkan angkutan yang benar, ia hanya perlu oper satu kali. Namun karena angkutan jalur AL yang harusnya ia naiki tak kunjung muncul, ia pun menaiki angkutan umum satu-satunya yang lewat di sana dan kemudian oper angkutan dua kali.  
“Mbak mau kemana? Kita sudah mau pulang.”kata supir angkutan yang hanya ditemani istrinya.
“Mm..Matos, Pak.”jawab Reikai setelah sejenak memutar otak.
“Oh, ya sudah kalau begitu naiklah!”
“Terimakasih, Pak.”ucap Reikai lalu bergegas menutup payungnya dan masuk ke mobil biru bertuliskan GL tersebut.
“Kok malam-malam sendirian ke Matos? Ada perlu?”tanya istri supir angkutan umum itu.
“Mm..sebenarnya mau ke Arjosari, tapi karena tak ada angkutan AL, mungkin di depan Matos ada yang masih berhenti atau mungkin angkutan ADL.
“Ah, begitu.. angkutan disini sudah pada pulang jam segini, biasanya jam setengah delapan sudah paling akhir, ini kebetulan saja saya sama istri saya baru ada perlu jadi jam segini masih lewat. Kalau begitu nanti saya antar saja mbak ke depan kantor PLN, lalu tunggu angkutan AG ke Arjosari, kalau AG jalan terus 24 jam.”
“Ah, terimakasih banyak, Pak!”seru Reikai sangat berterimakasih, merasa begitu beruntung.
@@@
Jam dinding menunjukkan pukul 22.00 saat Reikai memasuki ruang tamu. Seketika ia meletakkan buku laporannya ke lantai dan tasnya yang berisi laptop ke sofa. Ayah Reikai sepertinya sedang di belakang, kakaknya tampak sudah tidur. Hanya ada ibunya yang keluar dari kamar.
“Hm..yang habis makan-makan. Jam segini baru pulang?? Baguslah, tak ada orang yang menculikmu atau merampokmu!” Sambut ibunya dengan nada yang tak ramah.
Reikai pun hanya bisa menghela napasnya dengan berat lalu melepas sepatunya, membersihkan diri lalu pergi ke kamarnya. Menyambungkan ponselnya pada charger yang menancap pada power outlet. Sesaat setelah menyala ponsel itu pun bergetar.
“Hei Kai. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja?Apa kau sudah di rumah? Bagaimana acaranya tadi?” tanya Seya melalui layanan pesan singkat beberapa jam lalu.
Reikai pun mendesah, mencoba melegakan perasaannya.
 Lagi-lagi hanya dia. Hm..meski pun hanya dia, meski hanya satu, itu lebih baik daripada tidak ada sama sekali, kan? Ah, astaga! Tidak-tidak! Tak hanya satu! Setelah kejadian malam ini bagaimana bisa aku berpikir hanya satu?! Ada satu lagi yang paling penting. Satu yang paling hebat. Yaitu Penciptaku. Dia satu yang selalu bersamaku dan membantuku dengan berbagai cara-Nya. Meski hanya satu, atau dua orang yang kumiliki saat ini, atau pun ketika semua itu pergi, Penciptaku akan menciptakan yang lainnya. Bukankah itu harus disyukuri?
“Kai!”panggil ibu Reikai membuyarkan renungan Reikai.
“Ya?!”sahut Reikai bergegas ke luar kamar, menghampiri ibunya yang sedang berjalan ke arahnya.
“Minum dulu! Biar tak masuk angin. Lain kali jangan pulang malam-malam, kalau pun terpaksa jangan pulang sendirian!”tutur ibu Reikai seraya menyodorkan secangkir teh hangat. Reikai pun mengangguk lantas menyesap minumannya.
Selain itu, aku masih punya satu keluarga yang baik..

@@@ Sekian @@@

No comments:

Post a Comment