“Kupikir aku memiliki orang
lain. Tak hanya satu.”
@@@
Aroma
tanah merebak. Hujan masih rintik-rintik terpantul, berbunyi di permukaan
payung itu. Gadis itu terus menatap ke arah jalan. Memandang penuh harap pada
tiap unit kendaraan yang melintas dihadapnya. Kedua tangan sibuk. Menopang
payung merah jambu itu, dan sisi lainnya menahan buku laporan A2-nya yang berat
agar tak tertarik gravitasi.
Sepatunya
yang merah maroon itu basah. Genangan air yang terus terpukul hujan terus
memberi percikan ke sekelilingnya. Membuat semuanya semakin basah. Tak ada yang
lain. Hanya gadis itu sendiri. Kaos rajutnya yang berwarna merah itu pun tak
sanggup lagi menjadi perisai dari rendahnya suhu udara malam itu. Jam dinding
pertokoan di seberang jalan memperlihatkan waktu sudah pukul 20.27. Pukul 19.48
awalnya yang dilihat gadis itu.
Jumlah
kendaraan yang hilir mudik mulai menurun. Malam semakin sepi. Ia tetap berdiri.
Dalam hujan. Dari langit, dari mata.
“Seya, kenapa kau tak datang? Kenapa rasanya
aku membutuhkanmu..Hari ini sangat berat..”bisik gadis itu seraya menatap langit, berharap bulan
muncul dan terlihat oleh matanya. Ia alihkan gagang payung
ke tangan kirinya. Lantas berusaha meraih ponsel di saku celananya. Berharap
benda itu bisa hidup kembali. Namun kenyataannya semuanya sia-sia. Daya baterai
itu sudah pada titik penghabisannya.
“Seya, tak bisakah kau datang? Ntah kenapa
mendadak kau yang terpikir.. Aku tak
punya orang lain detik ini..Kenapa tak mudah untukku melangkah berbalik
memanggil yang lain..”
@@@
Gadis
itu, hari masih siang dan terang saat ia duduk di lobby kampus. Mata kuliah
interior barusaja usai. Reikai dan beberapa temannya tengah menanti jam makan
siang. Jam tangan masih menunjukkan angka 11.30.
“Reikai,
kau akan datang, kan, malam ini?” tanya Tatha yang pukul 19.20 nanti genap
berusia 21 tahun. Ini sudah kelima kalinya ia menanyakan hal yang sama sejak
beberapa hari lalu.
“Ya,,
tentu aku akan datang. Aku tak akan melewatkan makan malam gratis.”sahut Reikai
penuh semangat.
“Terimakasih
kalau begitu.”sahutnya
“Ngomong-ngomong,
apa kau mengundang semua anak?”tanya Rie
“Ya,
ayahku memintaku mengundang semuanya.”jawab Tatha.
“Wah,
pasti nanti malam akan menjadi pesta ulang tahun yang seru!”
“Ntahlah..di
musim tugas seperti ini aku sendiri tak yakin banyak yang datang.”
“Pasti
banyak! Kalau perlu aku akan perjelas lagi pemberitahuannya kalau kau ulang
tahun hari ini..”sahut Reikai optimis.
“Ah,
kau ini. Well, kau akan kemana
sekarang?”
“Sepertinya
akan melakukan rutinitas, makan siang, sholat, a kind of that..”kata Reikai
“Same with me, back to rumah kos then makan
siang.”susul Rie
“Oh,
oke kalau begitu. Aku kembali ke kontrakan dulu. Ibuku pasti sedang butuh
bantuan.”
“Ok.
Kalau begitu sampai jumpa nanti!”
“Ok.
Daah!”
Dalam hitungan detik Tatha pun sudah
menghilang di balik pintu gedung. Rie masih bersanding dengan Reikai di
tempatnya. Hingga kemudian Nisa muncul.
“Heh,
Reikai, bagaimana? Rencana kita joinan
beli cupcake jadi, kan?”tanya Nisa. Reikai
tersenyum lantas mengangguk. Akan tetapi sejenak kemudian pancaran sinar mata gadis
itu berubah.
@@@
Enam
jam sebelumnya.
“50
cukup, kan?”
“Akan
kuusahakan cukup.”
“Kalau
bisa sampai akhir minggu. Maaf, ayah belum bisa cari lagi..”
“Akan
kuusahakan.”
“Serius
hanya itu yang kau berikan padanya? Untuk transport saja itu takkan sampai
seminggu, soal makan mungkin tak masalah, tapi memangnya ia tak butuh untuk
tugas?”sahut ibu Reikai yang sedikit kaget karena tak biasanya ayahnya berkata
demikian.
“Sudahlah,
Bu,. ayah kan baru sakit. Jangan beri beban pikiran lagi. “
“Sekali
lagi maafkan ayah, tapi tenang saja, nanti ayah usahakan keperluanmu bisa
terpenuhi. Untuk sementara itu dulu tak apa, kan?”
“Tak
apa, uangku masih ada beberapa. Jadi jangan khawatir.”
“Kau
uang darimana?”sahut ibu Reikai.
“Hasil
pesanan lukisan masih ada.”jawab Reikai.
“Ya
sudah kalau begitu. Ibu minta maaf juga, tak bisa membantu.”
“Aku
yang harusnya minta maaf, sudah terlalu merepotkan kalian.”ujar Reikai merasa
bersalah.
“Itu
sudah tanggung jawab orangtua, jadi kau sama sekali tak merepotkan.”sahut ayahnya.
@@@
Reikai
masih duduk di bangku tunggu lobi saat Nisa dan Rie meninggalkannya. Ia sama
sekali tak bersemangat menjalani kegiatan hari itu. Presentasi tugas oleh
mahasiswa dari pagi membuatnya sering menguap. Ditambah lagi kabar bahwa
pekerjaannya untuk mata kuliah Seminar yang kemarin ia kumpulkan mendadak
hilang.
“Sendirian
saja?”sapa Lazuar.
“As you see.” Jawab Reikai singkat.
Lazuar pun turut duduk di samping gadis itu.
“Selesai
kuliah apa?”
“Interior.
Kau?”
“Baru
akan kuliah.”
“Jam
1?”
“Yup.
Pelestarian.”
“Oh,
I see. Kau..sendirian juga?”
“Ya..
Mm..kau tak pulang? Atau masih akan disini untuk kuliah lagi? ”
“Kuliah
Seminar jam 1 juga..”
“Oh,
baguslah, kalau begitu temani aku disini.”
“Allright.”
“Apa
ada masalah? Kau terlihat badmood.”
“Terlalu
banyak masalah. Aku lelah dengan tugas.”
“Hmm..sepertinya
aku bisa merasakannya. Semester ini benar-benar seperti mencoba membunuhku.”
“
Aku merasa aku sudah terbunuh, dan sekarang aku menjadi zombie..”kata Reikai
seraya beranjak bangun dari duduknya.
“Hei,
kau ini ada-ada saja. Oh ya, kau mau kemana? Apa kau sudah sholat?”
“Aku
bangun untuk itu.”
“Well, kalau begitu aku ikut.”
@@@
“Kau
sudah selesai?”
“Sudah.
Kau belum?” jawab Reikai yang baru saja keluar dari mushola lantai 7 gedung dekanat
pada Lazuar yang duduk di area tunggu.
“Belum.”
“Lalu
dari tadi kau hanya duduk disini?”
“Kupikir
di dalam masih antri, tadi kau sendiri kan yang bilang musholanya ramai banyak
orang antri..”
“Di
dalam memang antri, tapi antri mukena.” Balas Reikai dengan ekspresi datar,
dengan tenang membetulkan letak pin di kerudungnya.
“Oh,
sial! Aku kira antri tempat seperti kemarin-kemarin.”desis Lazuar.
“Kalau
begitu kutunggu disini.”ujar gadis itu lalu duduk di bangku yang tersedia.
“Oke.”
“Tumben
kau bersama Lazuar.”sapa Dien yang tengah duduk di samping Reikai.
“Apa
tak boleh?”
“Apa
aku bertanya seperti itu berarti tak boleh? Kupikir hanya tumben saja.”
“Ya,
mungkin karena kau jarang bertemu kami saat bersama. Bagaimana pun ia partner kerjaku di proyek sayembara.”
“Ah,
ya, aku baru ingat itu.” Sahut Dien tepat di saat Seya dan Baro muncul.
Suasana
pun menjadi berarti bagi Reikai seperti biasanya, saat para jenius itu
berkumpul, ia akan menyerap banyak informasi dari percakapan ketiga arch-software master– istilah buatan Reikai
untuk mereka yang jago menjalankan software 3D modeling dan rendering.
Pembicaraan
heboh dari soal poster, maket, sampai harganya yang jutaan. Hingga tak lama setelah itu muncul Ryan
dengan kaos coklatnya.
“Tambah
gemuk saja kau, Ryan!”sapa Reikai
“Benarkah?
Berarti aku makmur.”
“Aish.”desis
Reikai.”Tugasmu sudah selesai semuakah?”tanyanya namun nampaknya pemuda itu
terlalu sibuk dengan dunianya sendiri di hadapan laptopnya. “Aish, he always be like that..can’t he being
nice a bit? Not ignoring my existence..He has been change to me now..”
Untuk sejenak gadis itu terdiam sesaat. How could I like him? Fooling around for him. I was crazy girl at that
time. I relize now. I was just a stupid. But, well, it just about the past time
thought..Itu hanya satu kesalahan di
masa lalu.
“Heh,
bengong.”tegur Seya.
“Apa
sih,.”
“Jangan
bengong, itu tak baik.”
“Siapa
juga bengong.”sahut gadis itu lalu mereka berdua pun kembali masuk dalam
perbincangan itu.
“At least I’ve found a friend like Seya, so at least I can
erase Ryan from my mind step by step.”
@@@
“Apa??
Makanannya habis? Jadi kalian tak makan?”seru Tatha merasa kaget juga merasa
bersalah.
“Mm..buat semua
anak selain kita sih sudah jadi kau tenang saja.”sahut Ina
“Ya, tapi mana bisa
begitu? Kalian yang sudah repot membantu malah tak makan,,”
“Tak, apa, kita sudah
cukup banyak makan kue kok.”sahut Reikai.
“Iya, kita juga
sudah cicip-cicip sedikit tadi..”imbuh Ellisa.
“Ya, mungkin juga
habisnya karena kita cicip-cicip tadi hehe..”sahut Nisa.
“Yah..tapi..”
“Tak apa, Tha, bukankah
itu pertanda bagus, di saat musim tugas seperti ini masih banyak orang yang
bersemangat memenuhi undanganmu.”potong Rie.
“Iya, itu tandanya
masakan ibumu tak sia-sia. Kita bisa beramai-ramai merayakan ulang tahunmu
dengan orang sebanyak ini.”kata Reikai lagi.
“Hm..tetap saja tak
bisa begitu.. Mm..kalau begitu kalian makan cupcake-nya
saja. Aku tak mau kalian kelaparan di ulang tahunku!” kata Tatha tak bisa
tenang begitu saja.
“Aish, kau type A
sejati ya, tak bisakah kau santai saja?!”protes Nisa.
“Iya benar, masa’
kita makan sendiri cupcake yang kita beli
untukmu?! Memangnya kita piknik di rumahmu? Bawa makanan sendiri, makan
sendiri, tak keren sama sekali.”sahut Ina.
“Ya tak apa, kan,
toh aku juga memakannya.”
“Hash, ya sudahlah,
terserah kau yang berulang tahun saja..yang penting kau bahagia.”kata Ellisa.
Di pertengahan
acara itu pun di isi sesi foto bersama. Beramai-ramai bersama semua orang,
teman-teman terdekat Tatha, teman kuliah dan keluarganya. Semua tersenyum
lebar. Sampai pada saat Ina mendadak melontarkan pertanyaan yang seketika
menghapus senyum Reikai dan Rie.
“Kai, jadinya kau
pulang naik apa?”
“Oh ya, ini jam
berapa?!”seru Reikai yang sebenarnya sudah beberapa kali merasa gelisah sejak
siang. “Ah, sial sudah hampir jam 8.”desisnya mulai panik. Ia teringat kata-kata Tatha
batas waktu angkutan umum beroperasi di sana adalah jam 8 malam.
“Kau tak menginap
saja?”tanya Tatha.
“Kan masih ada
tugas di rumah, Tha, ibuku juga pasti butuh aku di rumah. Kalau begitu aku
pamit dulu tak apa kan?”
“Yakin kau pulang?
Naik angkot?”tanya Rie.
“Ash, sial, coba
hari ini tak ada insiden dengan adikku, aku bisa bawa motor jadi bisa
mengantarmu sampai terminal.”desah Nisa.
“Ada apa sih ribut?”sela
Arya.
“Kau bisa antar Reikai
pulang tidak?”tanya Nisa pada Arya.
“Yah, aku tak bawa
motor. Aku saja menumpang.”
“Sudah-sudah. Aku
langsung jalan saja. Nanti saja kalau aku tak mendapat angkutan aku kembali
kesini untuk minta antar sampai pemberhentian di depan Poltekes. Disana angkutannya
lewat sampai malam.” Potong Reikai.
“Hm..tak masalah
sih kalau begitu,”sahut Arya bergumam.
“Hm..terserah kau
saja kalau begitu, Kai”
Reikai pun bergegas
pamit pada keluarga Tatha lalu berjalan cepat keluar dari gang pemukiman itu
menembus dinginnya malam yang dirintiki oleh gerimis.
Setengah jam lebih Reikai
berdiri di tepi jalan itu di temani sorot lampu-lampu pertokoan di seberangnya.
Ingin ia kembali memanggil seseorang. Tapi ia tak ingin merusak kebahagiaan
teman-temannya malam itu. Terlebih lagi ia bukan tipe orang yang mudah meminta
bantuan orang lain. Selama ini aku bisa
melakukan semuanya sendiri, kali ini aku juga pasti bisa. Allah tak mungkin
menelantarkanku begitu saja!
Normalnya,
jika ia berhasil mendapatkan angkutan yang benar, ia hanya perlu oper satu
kali. Namun karena angkutan jalur AL yang harusnya ia naiki tak kunjung muncul,
ia pun menaiki angkutan umum satu-satunya yang lewat di sana dan kemudian oper
angkutan dua kali.
“Mbak mau kemana?
Kita sudah mau pulang.”kata supir angkutan yang hanya ditemani istrinya.
“Mm..Matos, Pak.”jawab
Reikai setelah sejenak memutar otak.
“Oh, ya sudah kalau
begitu naiklah!”
“Terimakasih, Pak.”ucap
Reikai lalu bergegas menutup payungnya dan masuk ke mobil biru bertuliskan GL
tersebut.
“Kok malam-malam
sendirian ke Matos? Ada perlu?”tanya istri supir angkutan umum itu.
“Mm..sebenarnya mau
ke Arjosari, tapi karena tak ada angkutan AL, mungkin di depan Matos ada yang
masih berhenti atau mungkin angkutan ADL.
“Ah, begitu.. angkutan
disini sudah pada pulang jam segini, biasanya jam setengah delapan sudah paling
akhir, ini kebetulan saja saya sama istri saya baru ada perlu jadi jam segini
masih lewat. Kalau begitu nanti saya antar saja mbak ke depan kantor PLN, lalu
tunggu angkutan AG ke Arjosari, kalau AG jalan terus 24 jam.”
“Ah, terimakasih
banyak, Pak!”seru Reikai sangat berterimakasih, merasa begitu beruntung.
@@@
Jam dinding
menunjukkan pukul 22.00 saat Reikai memasuki ruang tamu. Seketika ia meletakkan
buku laporannya ke lantai dan tasnya yang berisi laptop ke sofa. Ayah Reikai sepertinya sedang di belakang, kakaknya tampak sudah tidur. Hanya ada ibunya yang keluar dari kamar.
“Hm..yang habis makan-makan. Jam segini baru
pulang?? Baguslah, tak ada orang yang menculikmu atau merampokmu!” Sambut
ibunya dengan nada yang tak ramah.
Reikai pun hanya
bisa menghela napasnya dengan berat lalu melepas sepatunya, membersihkan diri
lalu pergi ke kamarnya. Menyambungkan ponselnya pada charger yang menancap pada
power outlet. Sesaat setelah menyala ponsel itu pun bergetar.
“Hei Kai. Bagaimana kabarmu? Kau baik-baik saja?Apa kau sudah di
rumah? Bagaimana acaranya tadi?” tanya Seya melalui
layanan pesan singkat beberapa jam lalu.
Reikai pun
mendesah, mencoba melegakan perasaannya.
Lagi-lagi
hanya dia. Hm..meski pun hanya dia, meski hanya satu, itu lebih baik daripada
tidak ada sama sekali, kan? Ah, astaga! Tidak-tidak! Tak hanya satu! Setelah
kejadian malam ini bagaimana bisa aku berpikir hanya satu?! Ada satu lagi yang
paling penting. Satu yang paling hebat. Yaitu Penciptaku. Dia satu yang selalu bersamaku dan membantuku
dengan berbagai cara-Nya. Meski hanya satu, atau dua orang yang kumiliki saat ini, atau pun ketika semua itu
pergi, Penciptaku akan menciptakan yang lainnya. Bukankah itu harus disyukuri?
“Kai!”panggil ibu Reikai
membuyarkan renungan Reikai.
“Ya?!”sahut Reikai bergegas
ke luar kamar, menghampiri ibunya yang sedang berjalan ke arahnya.
“Minum dulu! Biar tak
masuk angin. Lain kali jangan pulang malam-malam, kalau pun terpaksa jangan pulang
sendirian!”tutur ibu Reikai seraya menyodorkan secangkir teh hangat. Reikai pun
mengangguk lantas menyesap minumannya.
Selain itu, aku masih punya satu keluarga yang baik..
@@@ Sekian @@@
No comments:
Post a Comment