Just ordinary untitle story..
@@@
“Hei, aku punya Nakayoshi yang
terbaru lho!”seru Liyana yang baru saja datang mengahampiri beberapa temannya,
Orin, Adis, Hita, Christie, Galuh, Tasya
dan Nana.
“Wah, mana-mana!!”sambut sekumpulan
anak kelas 8A pagi itu kecuali Christie yang duduk di dekat jendela, yang sudah
asyik dengan mp3 player dan novelnya.
“Aku juga punya OST. Naruto udah
komplit disini!”seru Liyana lagi sambil mengacungkan ipod-nya, lalu duduk di bangkunya.
“Ah, aku gak seberapa tertarik lagu
yang penting Nakayoshinya mana!”rebut Adis meraih buku kumpulan komik manga
itu. Orin, Hita dan Galuh yang juga duduk di belakang Liyana pun langsung
menyerbu buku pusaka itu.
“Udah dong! Ini!” Liyana pun
menyalakan lagu di ipod nya itu lalu menyodorkan earphonenya pada Nana. “Keren
kan lagunya! Itu aku puter bolak-balik pas di jalan barusan.”
“Hwah.. ntar aku minta lagunya ya!”
“Oke! Oh ya, kamu tau gak siapa yang
nyariin lagu sama yang beli Nakayoshi ni siapa? Aku dapet semua ini gratis
lho!”
“Dari siapa emang?”sahut Tasya yang
duduk di depan Liyana.
“Dari Rio!”jawab Liyana dengan wajah
berseri.
“Wah, jadi ini Rio yang beli?”sela
Hita dan Orin. “Enak banget.”
“Enak dong! Oh ya, kayaknya ntar aku
gak bisa ikut ke Araya, Rio minta tolong ditemenin bikin laporan.”kata Liyana.
“Ah iya, ntar juga aku dadakan ni,
di ajak pergi ma Dedi.”susul Adis.
“Hm..kalau gitu berarti tinggal Galuh,
Tasya ma Nana ya, Christie udah jelas ada janji penting ma pacarnya, terus aku
juga mau ke rumah Erwin ntar, dia lagi sakit, keluarganya lagi di luar kota,
kasihan kalau sendirian.”tambah Orin.
“Hm..Bisa jadi ini batal. Papaku
ngajak pergi juga ntar pulang sekolah.”kata Tasya.
“Hm..nasib kita berdua Na, ayo Na
cari pacar!”sahut Galuh. “Biar kita juga bisa sok sibuk.”
“Yee..kita? Gue aja kali, lu kan
udah PDKTan sama Divo.”sahut Nana.
“Ya udah, Na, makanya kamu cari
pacar sana!”
“Yah, gampanglah soal itu.”jawab
Nana tak acuh bersamaan dengan berderingnya bel tanda pelajaran akan dimulai .
@@@
Dua jam kemudian. Seusai pelajaran
geografi semua siswa tampak bersantai. Beberapa sibuk dengan ipod, ponsel baru,
atau hanya sibuk dengan gosip-gosip yang diperbincangkan dengan gerompolan
mereka. Sebuah keberuntungan bagi mereka mendapatkan jam kosong di saat mata
kuliah sejarah. Untuk Nana seperti biasa, bersama teman sepermainannya,
membicarakan manga shoujo, soundtrack film anime, dan juga tentang pacar
masing-masing.
“Iya, kemarin itu kita nonton
bioskop berdua, dan rasanya, wah, seru
banget dah!”ungkap Tasya.
“Iya, aku juga kemarin keluar ma
pacarku, terus, kalian tau, pulangnya
dia beliin boneka kecil gitu, lucu banget! Berasa jadi tokoh anime dah!”sahut
Hita.
“Wah, boneka gimana emang?”tanya
Orin
“Boneka mini and mickey mouse. Cute
banget dah.”jawab Hita.
“Waa, jadi pingin..”seru Liyana.
“Ya udah Li, ntar minta aja dibeliin
sama Rio.”sahut Christie.
“Eh, Luh, kamu di cari Divo
tuh!”sela Adis memanggil Galuh.
“Ciieee,, “goda Nana.
“Apa sih, namanya juga usaha biar
gak jomblo, gak usah cie-cie segala lah.”sahut Galuh kemudian berlalu.
“Iya, Na, kamu juga cari pacar sana,
jangan mentelengin Fruits Basket doang.”goda Orin.
“Agh, lama-lama
kok aku pusing ya, baca di deket kalian. Aku ke toillet dulu!”
“Haha..kamu kabur
ya.. ya udah sana jalan-jalan keluar kelas, barangkali ketemu Sohma Yuki.”seru
Liyana.
“Amiin..haha..”sahut
Nana.
@@@
Nana tak
benar-benar ke toilet. Gadis itu hanya berjalan menyusuri koridor lalu menaiki
tangga menuju perpustakaan. Ruangan perpustakaan itu begitu sepi, padahal
perpustakaan itu baru saja di renovasi dan terlihat sangat bagus, tapi kenapa
tetap saja jarang yang berminat datang kesana, pikirnya.
Nana pun mengambil sebuah novel dan
duduk di salah satu bangku di sudut. Di ruang itu hanya ada librarian dan sembilan orang siswa kelas 9. Sepertinya
mereka sedang mengerjakan tugas kelompok.
Nana
pun beralih pada bukunya. Ia merasa lega mendapatkan tempat yang tenang. Hm..apa bagusnya punya pacar? Apakah jatuh
cinta itu benar-benar menyenangkan seperti itu?
Nana pun serius membaca hingga jam
istirahat hampir berakhir. Namun sejenak ia terdiam tatkala ia mengembalikan
buku ke rak. Ia merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya.
Gadis
itu melihat ke sekeliling, khususnya ke arah gerombolan siswa kelas 9.
Terlihatlah seorang cowok yang duduk di pinggir tengah meletakan kepalanya di
meja. Rupanya ia sedang kebosanan. Mereka berdua pun bertemu mata. Namun
cepat-cepat Nana berpaling, begitu pula cowok itu yang kemudian membalik arah
kepalanya. Akan tetapi Nana pun segera melupakan kejadian itu dan kembali ke
kelasnya.
@@@
“Sumpah?
Divo beneran nembak kamu?!”seru semuanya. Galuh mengangguk malu-malu.
“Hwah,
selamat!”seru Nana, Orin dan lainnya.
“Gimana
ceritannya?”tanya Tasya.
“Ya
itu tadi kasih aku kado, dia bilang suka aku dari kelas satu, terus kalau aku
suka dia juga aku suruh terima kadonya kalau nggak suka aku boleh nolak
kadonya. Gitu deh singkatnya.”
“Wah,
keren! Terus apa isi kadonya?”
“Isinya
jepit rambut sama gelang ini.”Galuh pun memamerkan isinya.
“Wah,
cantik sekali!!”seru teman-teman Galuh merasa senang.
“Luh,
selamat ya, akhirnya kamu mentas dari status jomblo.”kata Christie.
“Apaan
sih, mentang-mentang udah expert pacaran?!”
“Lho,
aku kan kasih selamat, kok tanggepanmu kayak aku ngledek aja.”
“Oh
ya, Chris, ngomong-ngomong kamu udah pacaran berapa kali?”sahut Orin
“Hm..
empat kali. Kenapa?”jawab Christie.
“Gpp.
Tanya doang.”
“Kamu
sendiri udah berapa kali, Rin?”
“Hm..baru
dua kali, tapi sih pernah ada yang nembak sebelumnya, 2 orang, tapi aku nggak
suka ya udah aku tolak.”terang Orin.
“Wah,
sama dong, aku juga gitu.”sahut Adis.
“Sama
sih aku juga gitu, empat kali ditembak tapi baru Rio aja yang aku terima.”
“Ngomong-ngomong
buat si jomblo sejati, Nana, kamu udah di tembak berapa kali? Meski kamu gak
pernah pacaran tapi pastinya ada yang pernah nembak kan?”tanya Tasya membuat
Nana tersentak.
“Ha?
Mm.. sekali doang..”
“Pas
kapan? SMP ini? Atau SD?”
“Pas
kelas 7. Dia temen TK. Pas TK dulu dia suka kejar aku, dan bilangnya suka aku
dari TK itu.”
“Hoh,
berapa tahun tuh! Kenapa kamu tolak? Jarang lho ada orang yang bisa suka selama
itu.”
“Gak
tau, aku gak suka aja, selain itu aku gak mau pacaran sama adik kelas.”
“Hoh,
jadi dia adik kelas?! Wow!”
“Sudah
ah, jangan bahas lagi.”tukas Nana lalu kembali ke komik Fruits Basketnya. Saat teman-temannya
kembali sibuk, diam-diam ia mendesah, “apa
semua itu penting?”pikirnya seraya menatap ke luar jendela.
Akan
tetapi sesaat kemudian matanya terbelalak. Tertuju pada jendela ruang kelas 9
di seberang kelasnya. “Bukannya itu cowok yang tadi di perpus?”gumamnya saat
cowok yang juga sedang mengamati luar jendela itu buru-buru berpaling. “Jadi
dia anak kelas 9A. Hm..apa dia beneran ngeliat ke arahku tadi? Tapi kenapa? Apa
aku kelihatan aneh? Ah, bodo ah!”
@@@
Empat
bulan kemudian, Nana, Orin, Liyana, Hita dan Adis masih sekelas. Namun kini
mereka tinggal di ruang yang berbeda. Kelas 9A.
Meski sudah tak sekelas dengan Christie, Tasya dan Galuh, tapi beberapa
kali mereka masih bertemu di kantin atau perpustakaan untuk urusan pinjam
meminjam komik. Untuk Orin dan Nana sudah cukup mengurangi kegiatan membaca
komik dan beralih mengikuti Christie yang lebih suka membaca novel. Sampai pada
akhirnya Nana mempunyai kegemaran baru, yaitu menulis cerita sesuai fantasinya
sendiri.
Perlahan
hubungan mereka merenggang, mereka sudah jarang hangout bersama, terlalu sibuk
dengan pacar-pacar mereka yang sudah pasti itu membuat Nana akhirnya lebih
sering menyendiri di tepi jendela atau perpustakaan. Mereka pun sudah hampir
tak pernah pulang bersama. Seperti siang itu, Nana pun pulang dengan angkutan
umum sendirian.
Awalnya
semua terasa normal. Namun perlahan gadis itu mendadak tak nyaman saat melihat
seorang siswa berseragam SMA yang duduk di depannya. Cowok itu juga melihat ke
arahnya, tapi kembali berpaling saat mengetahui Nana juga melihat ke arahnya.
Cowok itu tak asing bagi Nana. Ia merasa sudah pernah melihat orang itu
sebelumnya. Namun semua berakhir dengan no
clue.
Angkutan
umum pun berhenti di depan gapura perumahan tempat Nana tinggal dan gadis itu
pun turun. Tak disangka siswa SMA itu juga turun. Hm..jadi rumahnya di sekitar sini juga? Ah, mungkin karena itu ia
terlihat familiar.
@@@
Halte
pagi itu sangat sepi, tak seperti biasanya yang begitu ramai oleh calon
penumpang bus dan mikrolet. Di sana hanya ada Nana yang kembali bertemu dengan
anak SMA yang kemarin dilihatnya. Beberapa kali keduanya saling mencuri pandang
di saat mereka berdiri bersebelahan. Sampai akhirnya cowok itu membuka sebuah
percakapan.
“Mm..
Bu Prihatini jadi pensiun?”
“Ah,
oh, ya, baru minggu kemarin acara perpisahannya.”jawab Nana spontan. Mendengar
pertanyaan itu secara otomatis ia teringat cowok itu adalah alumni SMPnya.
“Ah,
gitu..”sahut cowok itu singkat kemudian suasana kembali hening sampai mikrolet
tiba. Keduanya pun segera menaiki mobil yang kosong penumpang itu. Setelah
berada di dalam, Nana pun mencari kesibukan dengan meraih modul matematika dan
mempelajarinya. Itu cara paling efektif untuk melepas kecanggungan. Itu lebih baik
dari pada mereka berdua berhadapan dalam keheningan.
“Hari
ini ada ulangan?”tanya siswa SMA yang bernama Giraldy itu. Nana melihatnya dari
bedge nama yang terpasang di seragam cowok itu.
“Ah,
ya, pagi ini ada ulangan remidi.”
“Remidi?”
“Aku
nggak pinter matematika.”jawab Nana.
“Oh..
Mm..dulu pas SD aku nggak suka matematika juga, tapi sejak SMP nggak ngerti,
menurutku itu pelajaran paling enak.”
“Ah,
apa enaknya.”desis Nana mulai rileks.
“Menurutku
ngitung lebih baik dari pada mikir kata-kata buat jawaban soal esai.”
“Hm..gitu..bagiku
gimana-gimana matematika itu paling susah.”
“Hmm..ya
kalau emang susah terus butuh bantuan bilang aja, mungkin aku bisa bantu dikit.
Toh, kayaknya rumah kita satu kompleks.”
“Ah,
ya, mm..makasih sebelumnya.”jawab Nana sedikit merasa aneh, namun ia senang
mendapatkan tawaran itu.
@@@
Sembilan
puluh hari telah terlewati. Buku catatan pribadi Nana pun sudah penuh dengan
beberapa cerpennya. Sedangkan lembar ulangan matematikanya pun sudah tak lagi
mengumpulkan angka 60. Gadis itu lebih giat belajar dengan tutor barunya itu.
Giraldy yang kerap kali disapanya dengan panggilan Aldy.
“Hmm..gak sabar pingin baca cerpenmu lagi.”kata
Aldy lewat pesan singkat.
“Aish..itu cuma cerpen gak penting!”balas
Nana.
“Tetep aja pingin baca lagi. Ini lagi
ngapain?”
“Lagi istirahat. Bentar lagi
ulangan biologi.”
“Hm..semangat kalau gitu! Moga
ulangannya lancar!”
“Oke. Thanks.”ketik Nana lalu menyimpan ponselnya setelah mengirim pesan itu.
Tanpa sadar gadis itu tersenyum sendiri.
“Hm..kayaknya
kamu udah punya pacar baru..kayaknya terakhir ini kamu hepi terus.”
“Mm..bukan
pacar, cuma temen.”
“Temen?
Temen dari mana?”
“Tetanggaku,
alumni SMP ini juga.”
“Kamu
kok gak pernah cerita? Curang ih.”
“Emang
apa yang perlu diceritain?”
“Dia
ganteng? Pinter? Lagi PDKTan ya?”
“Mm..masnya
baik. Dulu dia anak 9A juga. Tempat duduknya disini juga. Mm..dia juga pinter. Sekarang
sekolah di SMK jurusan IT. Dia juga sih yang ngajarin matematika ma fisika ke
aku selama ini.”
“Hm..udah
sejauh itu ya,, tapi kamu baru cerita.. ckck..Eh tunggu! Tadi kamu bilang dia
duduk di bangku ini juga?!”seru Liyana kemudian melongok ke jendela, ia pun
melihat jendela kelas 8A di seberangnya. “Kalian taksir-taksiran dari tahun
lalu?!”tanya Liyana shock.
“Nggak
naksir sih, cuma sering nggak sengaja ketemu di perpus sama pas lihat keluar
jendela.”terang Nana. “Tapi dia ngaku emang sering perhatiin aku.”
“Hm..gitu
bilangnya nggak pacaran. Udah ada acara confession
gitu”
“Kita
emang gak pacaran. Pacaran kan dosa. Yang penting kita tahu kalau kita
sama-sama suka.”
“Hm..ya
sudahlah, terserah kamu aja. Kalau gitu selamat! Udah gak nggak jomblo lagi!
Hehe..”goda Liyana
“Apaan
sih.”
“Hei,
siapa yang nggak jomblo? Nana? Na, kamu udah punya pacar?”seru Hita dan Orin langsung berbalik ke baelakang.
“Pacarnya
anak SMK jurusan IT.”sahut Liyana.
“Hei,
aku kan sudah bilang bukan pacar!”protes Nana.
“Tapi
bukan temen biasa atau pun ta’aruf juga kan?!”
“Wah,
selamat ya,Na, kok keren kamu bisa dapet anak SMK!”seru Hita.
"Pantes kok kamu mendadak pinter banget pas pelajaran komputer."
"Pantes kok kamu mendadak pinter banget pas pelajaran komputer."
“Ah,
sudah-sudah, kembali duduk sana! Barusan bel udah bunyi, siap-siap ulangan aja
sana!”usir Nana.
“Yee..
Kapan-kapan kenalin ya, Na!”
“Ngomong-ngomong,
Na, selain belajar bersama, apa kalian udah pernah pergi bareng?”bisik Liyana
saat guru biologi mulai memasuki kelas.
“Cuma
ke gramedia fair. Waktu itu aku cari buku Chicken Soup for The Soul dan dia cari
buku The Secret.”
“Hm..begitu,
ya, tipe kamu banget deh, kencan perginya ke toko buku, ckck..”
“Itu
bukan kencan!”
“Iya
deh, bukan!”
“Terus
biasanya kalian belajar dimana? Dirumahnya? Atau rumahmu? Apa ortumu
tahu kalau kalian akrab?”
“Mm..biasanya
dia ngajari aku di halte, angkot dan tiga kali di rumahku. . Tapi dia selalu
datang saat kebetulan keluargaku pergi. Aku gak pernah ke rumahnya. Aku juga gak pernah cerita apa pun ke
ibuku. Jadi gak ada yang tahu kalau aku sama dia deket.”
“Gitu..ya..”
@@@
Masa
studi SMP telah habis. Semua siswa di sekolah itu tengah bergembira oleh kabar
kelulusan mereka dan kini tengah sibuk menyiapkan foto album akhir tahunnya. Begitu
pula dengan Hita, Orin, Nana dan Adis yang siang itu tengah kompak memakai baju
serba putih dan berkumpul di taman belakang sekolah.
“Wah,
Na, kalungmu bagus banget!”puji Hita “Kamu beli dimana?”
“Mm..
Aldy yang kasih.”jawab Nana malu-malu.
“Ciieee..arjuna
dari kang Aldy.”goda Liyana.
“Wah,
kalung gitu beli dimana ya? Bagus! Aku mau juga liontin arjuna kayak gitu..”seru
Adis.
“Hm..jadi
gak sabar, pingin sesi foto ini cepet kelar, terus dating rame-rame, penasaran
pingin liat cowoknya Nana.”kata Orin. “Ntar mas Aldy jadi ikut, kan, Na?”
“Mm..bilangnya
sih dia bisa ikut.”
“Sip
dah kalau gitu!”sahut Adis.
Tiga jam kemudian..
“Mm..kayaknya
aku gak jadi ikut deh.. mas Aldy ada perlu mendadak sama mbaknya. Jadi dia gak
bisa ikut.”
“Yah,
sayang banget.”
“Tapi
mau gimana lagi, kalau emang gak bisa..Ya tapi kamu tetep ikut main aja Na!”
kata Orin.
“Nggak
deh. Aku balik aja. Dating kalian ntar keganggu lagi.”
“Ye,
kita kan juga rame-rame.”
“Nggak
deh, aku juga keinget ada sesuatu yang perlu aku lakuin. Have fun aja deh buat
kalian!”
@@@
September 2008. Siang itu sepulang
sekolah Nana bertemu dengan Aldy di K-Square, taman dan lapangan serba guna yang tak jauh
dari SMA tempat Nana belajar. Kedua orang itu memiliki tempat favorit di slah
satu sudut taman di kawasan perbukitan itu. Di bawah pohon bougenville, di
bawah langit biru, dengan hamparan rumput hijau yang luas, di sana lah mereka
berdua duduk seraya menikmati pemandangan gunung yang begitu indah di kejauhan
sana. Sawah, sungai dan perkampungan asri di bawah sana pun terlihat begitu
tentram saat Nana dan Aldy menikmati semilirnya angin.
Detik itu Aldy merebahkan diri di
atas rerumputan itu, dengan Nana yang duduk di sampingnya. Kalut, raut itu yang
terpasang di wajah gadis itu.
“Berbaringlah sejenak, nanti pasti
kamu bisa ngerasa baikan!”suruh Aldy. Kemudian dituruti oleh Nana. “Lihatlah,
langitnya bagus banget, kan?”
“Ya.. seperti biasa, masih sangat
indah.”sahut Nana lirih.
“Kenapa kamu jadi gini? Tiwi & friends ngerjain kamu lagi? Tetaplah
semangat, Na! Aku yakin kamu pasti bisa ngelewatin semuanya. ”
“Tetep aja, di kelas favorit seperti
sekarang semua kerasa berat. Teman-temanku terlalu jenius. Dan terlalu..ya..seperti yang kamu tahu.. Pas semua pelajaran kerasa
sulit banget, kayaknya cuma aku yang gak mampu.”
“Jangan mikir gitu! Aku tahu kamu
orang yang hebat. Kamu cuma perlu nunjukin aja, Na. Kamu gak kalah dari
mereka. Aku yakin kamu bisa bertahan di kelas itu! Aku bakal dukung kamu selalu.
Jadi berhentilah sedih!”tutur Aldy lagi.
“Al..”panggil Nana kemudian menoleh
ke arah Aldy. “Apa kamu gak bosen nyemangatin aku terus kayak gini?” pemuda itu
pun tersenyum.
“Selama kamu butuh, aku gak akan
pernah berhenti ngelakuin itu. Aku akan selalu ada buat kamu,kalau itu bisa buat
kamu lebih kuat. Aku akan bikinin gambar-gambar yang lebih menarik lagi buat aku
kirim lewat SMS selama itu bisa ngehibur kamu. Aku juga gak akan lelah nyariin
lagu yang merdu selama itu bisa bikin kamu kembali tenang. Aku akan terus ngelakuin
itu sampai kamu mampu bertahan sendiri, sampai kamu nemuin orang yang bisa ngegantiin
aku..”
“Gantiin kamu? Emang kamu ada
rencana pergi?”sontak Nana langsung bangkit.
“Aku kan udah bilang aku akan ada
buat kamu, sampai kamu nemu orang baru. Bisa aja kan, di SMA ini kamu suka
orang lain, gak mungkin kan, aku bakal ngikutin kamu terus. Tapi asal kamu
tahu, aku gak akan bisa kayak gitu,. Aku ada cuma kalau kamu memang ingin aku
ada.”tutur Aldy membuat Nana hanya bisa diam menatap dengan kebingungan. Aldy
pun kemudian tertawa, “Udah, jangan dipikirin!”
@@@
“Hei, Na! Penggemarmu kecewa tuh ma
endingnya ceritamu.”sapa Resda, cowok populer di sekolah yang sudah satu tahun
ini cukup akrab dengan Nana karena tugas kelompok.
“Penggemar apa?!”sahut Nana tak
acuh, ia sibuk dengan buku gambar A3-nya yang kini dicoretinya dengan sketsa
wajah artis mandarin.
“Itu, yang pada nungguin cerber
mading yang judulnya Jangan Cari Aku lagi. Mereka kecewa kok si Gilang tu
ternyata hantu doang.”
“Ya, namanya juga cerita fiksi, gak
kudu hepi ending, kan.”
“Hm..gitu ya, tapi tetep aja, mereka
bilang tega banget kamu ke tokoh ceweknya.”
“Tu kan cuma cewek fiktif,,”
“Haish, susah emang ngomong sama
kamu. Terserah kamu ajalah!”
“Hehe.. Oh ya, kamu tumben belum ke
lapangan?”
“Pelatih Paskibranya lagi otw dari
luar kota, jadi agak telat mulainya.”terang Resda
“Oh, ya udah, kalau gitu aku ke
ruang ekskul lukis dulu.”
“Ok deh. Oh ya, latihan drama ntar
siang jadi kan?”
“Jadi.”
“Oke deh kalau gitu, See you Roro
Jonggrang!” goda Resda lagi menyebut nama tokoh yang diperankan oleh Nana dalam
tugas conversation.
“Bye, Bandung!”balas Nana tetap sok cuek.
“Semangat, Na! Ngelukis yang bagus
ya , Na!”seru Resda masih cengengesan.
Memasuki ruang pengembangan diri
seni lukis, seperti biasa Nana duduk satu bangku dengan kakak kelasnya Ulin.
Seorang gadis cantik berjilbab yang sangat Nana hormati karena begitu baik, dan
jago menggambar. Tak mengira Ulin adalah kakak kelasnya sejak SMP. Selama satu
semester di ekskul yang sama mereka memang akrab tapi baru kali ini
membiacarakan soal SMP asal.
“Lalu, dulu mbak Ulin di kelas apa?
Kok nggak pernah ketemu ya?”
“9A. Kamu kelas apa?”
“9A? Aku juga 9A terus sebelumnya kelas 8A.
Wah, padahal kelas kita deket ya!”
“Wah, iya, berarti kita belum jodoh
dulu haha..”
“Oh, ya, berarti mbak Ulin sekelas
sama mas Aldy?”
“Aldy gendut?”sahut Ulin balik
tanya.
“Mm..nggak gendut. Biasa aja.”
“Nama panjangnya siapa? Di kelasku
cuma ada satu itu yang namanya Aldy, dan dia gendut.”
“Mm..namanya Giraldy Wahyu Pradana. Dia
duduknya deket jendela.”
“Hm..deket jendela ya? Setauku
biasanya yang duduk deket jendela tu Arif, Erick, Danis, Isa sama Dimas. Itu
dia di baris berapa? Jangan-jangan kamu ditipu, pernah kenal anak ngaku kelas 9A namanya
Aldy gitu kamu?”
“Mm..iya, ada tetanggaku, agak jauh
sih rumahnya, biasanya dia duduk di baris kedua dari belakang. Ngakunya namanya
Giraldy.”
“Mungkin kamu salah denger kali, mungkin bukan 9A.Nggak ada yang namanya Giraldy itu.”
“Serius mbak?”
“Serius! Coba deh tanya Sandi. Kita
sekelas juga dulu. ”tutur Ulin.
“Ngapain sebut-sebut nama
Sandi?!”respon cepat Sandi yang duduk di baris belakang.
“Eh, di kelas kita nggak ada yang
namanya Giraldy kan? Terus kamu inget nggak siapa yang duduk deket jendela
baris kedua dari belakang?”
“Giraldy? Nggak ada tuh. Yang duduk
disitu sih ingetku Danis.”
Ini hanya
mimpi, kan? Bukan sungguhan, kan? Aku bukan Moni! Dan Aldy bukanlah Gilang!
Keberadaan kami bukanlah fiktif!
@@@
20 Januari 2010. Sejak perbincangan
antara Nana, Ulin dan Sandi tahun lalu, Aldy benar-benar menghilang tanpa
jejak. Siang itu Nana hanya membisu di
balkon perpustakaan sekolah. Di tangannya ada sebuah kubus berdimensi 7 cm x 7
cm x 7 cm terbalut kertas kado berwarna biru muda. Dalam pikirannya, meski
detik itu bukan lagi Aldy yang dicintainya, namun gadis itu masih berharap ada
kata perpisahan yang jelas di antara mereka.
Hari itu adalah hari ulang tahun
Aldy. Itulah yang Aldy ceritakan pada Nana.
Seperti biasa, gadis itu pun menyiapkan kado untuk pemuda itu. Meski
kini ia sadar, ia tak lagi bisa memberikannya pada orang tersebut.
“Hei, aku cariin kamu disini
ternyata!”tegur Resda menyentak Nana. Akan tetapi gadis itu masih tak memberi
respon. “Diem banget hari ini? Ada masalah?”
“No, I’m fine.”sahut Nana sembari
menyingkirkan kado di tangannya dari jangkauan pandangan Resda.
“Really fine?”
“Ya.. Mm..ngapain cari aku?”
“Cuma ngecek aja, kamu sehat apa
nggak.”
“Aish..sok-sok.an.”
“Eh, itu pacar airnya udah
ngembang!”tunjuk Resda. “Asyik ni abis ini bisa main ulet-uletan sama Leo
haha.. Ntar bawain bibitnya lagi ya! Biar tambah banyak.”
“Nggak mau.”
“Kok nggak mau, kenapa?”
“Jangan ngomongin pacar air lagi.
Pacar air dirumah abis dibabat ma ibuku, udah kebanyakan. Jadi kalau kamu
pingin banyak mainin aja ulet-uletannya di kebun. Ntar kan bijinya nyebar.”
“Hm..gitu ya..Eh, di kolam ada lotus
sejak kapan? Kok baru nyadar aku.”
“Lotus??”tanya Nana heran.
“Iya, di kolam depan lab sekarang
ada lotusnya..”kata resda lagi membuat Nana kembali termenung.
Haruskah aku masih menunggu gambar itu? Lotus..
@@@
Sore itu Aldy baru saja memarkir
sepeda anginnya dii dekat kolam saat Nana memasuki area taman di belakang kompleks
perumahan mereka.
“Hei, cepet kesini!”seru Aldy
membuat Nana mempercepat langkahnya.
“Ada apa?”
“Lihatlah!”
“Wah, lotusnya berbunga semua!”seru
Nana sambil mendekat ke tepi kolam.
“Aku juga kaget barusan, kirain tanaman
disini gak bisa ngembang.”
“Wah, ini pasti ikannya hepi, bisa
lihat kembang bagus gini.”kata Nana kemudian mengeluarkan kantong makanan ikan
dari tas kecilnya. Ikan-ikan jingga yang ada di kolam itu pun langsung menyerbu
makanan yang ditebarkan oleh Nana dan Aldy.
“Hei, bunganya kamu foto gih!”
“Hm..oke.” Aldy pun langsung
mengambil ponselnya dan memotretnya.
“Terus ntar kamu lukis ya!”
“He? Kok aku? Bukannya yang pinter
lukis kamu ya?”
“Aku pingin kamu yang gambar.”
“Hm..ntar aku bikinin gambar
digitalnya aja ya tapi..”
“Nggak mau, aku maunya gambar
manualmu..sekali-sekali..”
“Tapi gak janji bisa cepet.”
“Hm..oke lah. Tapi ntar beneran bikin
ya!”
“Allright..”
@@@
12 Juni 2010. Prosesi wisuda SMA
sekolah Nana telah berakhir, akan tetapi semua orang masih saja memadati
lingkungan sekolah. Berfoto ria, berbagi tawa. Merayakan hari kelulusan mereka.
“Oke, Selamat untuk kita semua yang
lulus, moga hasil belajar kita selama ini barokah. Alhamdulillah kita bisa
bertahan di kursi panas kita sampai akhirnya kita bisa lulus bersama..”ucap Rian,
kepala suku kelas itu membuat semua orang tertawa.
“Selamat juga buat pak kepala suku
yang udah dapet ibu kepala suku!”celetuk Sonda membuat tawa di kelas makin riuh.
“Ciee Rian Nita.. selamat buat
kalian!”
“Heh, jangan aku doanglah, kan Resda
ma Tiwi juga jadian..”
“Wah, iya, harusnya ada makan-makan
gratis ini! Ya gak? Kebahagiaan harus dibagikan kan?!”seru Sonda mengompori
teman-temannya.
“Iya, kalian harus bayar pajak
jadian!!”seru lainnya.
“Iya, khususnya Resda ma Tiwi ini!
diam-diam gak ada kabar, tau-tau udah pacaran aja.”kata Randy. “Sabar ya, Nana,
Resda meninggalkanmu gitu aja.”goda Randy.
“Apaan sih, Ran! “
“Haha..bercanda, Na.”
“Haha..ngerti kalii gue klo lu
bercanda..”sahut Nana santai. Semua teman sekelas Nana pun tertawa. Hingga
tiba-tiba ponsel di tangan Nana tergetar.
“Hai Na, apa kabar? GWP.” Perlahan tawa gadis
itu pun terkikis.
You’re not
real! You’re not alive!
@@@
Dua hari menjelang acara wisuda, malam itu
Nana tengah duduk di beranda rumahnya seraya menikmati percikan sinar putih
yang tersebar di hitamnya langit. Dalam pikirannya ntah kenapa tiba—tiba ia
kembali teringat pada Aldy. Sampai kemudian, malam itu ia memutuskan untuk
menghapus semua kenangan tentang pemuda itu.
Nana meraih handphone-nya. Membuka satu
persatu pesan yang pernah dikirimnya untuk Aldy. Satu per satu pula ia
menghapusnya hingga benar-benar bersih. Setelah itu dilanjutkannya membuka
pesan masuk dari kontak Aldy. Dulu saat SMP, ia menghafal nomor Aldy di luar
kepalanya. Semua berjalan otomatis diingatannya meski ia tak pernah menekan
nomor itu langsung. Namun kini ia melupakannya. Sudah benar-benar melupakannya,
jadi untuk terakhir kali ia ingin melihat ke masa lalu. Namun tatkala ia
melihat ke nomor kontak yang tertera dalam pesan masuk itu ia tercengang.
Biasanya di bawah pesan ada nama
pengirim sesuai kontak yang tersimpan, diikuti nomor pengirim. Namun kenapa ini
aneh? Kenapa bukan nomor Aldy yang melainkan nomornya sendiri? Ada apa denganku? Apa yang terjadi
denganku?!
Memori Nana berjalan mundur, kembali
pada detik-detik ia melihat sosok Aldy. Siang itu di perpustakaan pemuda itu
duduk paling tepi. Tak sesibuk kawan-kawannya, ia bahkan tak terlihat terlibat
pembicaraan apa pun dalam diskusi itu. Lalu ketika Nana akhirnya bertemu Aldy
berseragam SMA, ia sadar, hanya ada mereka berdua saat mereka bertemu. Aldy
selalu datang di saat keluarganya pergi, dan saat mereka membuat janji, Aldy
selalu tak jadi muncul saat harusnya ia bertemu dengan teman-teman Nana.
Sampai perlahan tanpa sadar
menitikkan air matanya. Ia melihat kotak arsip di ponselnya, melihat lagi gambar-gambar
yang terbentuk dari rangkaian huruf dan simbol dalam SMS. Ia pun tak bisa lagi
memungkiri ingatannya, jika dirinya sendirilah yang membuat, bukan orang lain. Hanya
ada dirinya yang selalu mengirim pesan pada dirinya sendiri. Semua yang terjadi
hanyalah rekaan yang ia ciptakan. Pemuda itu memang tak ada. Bahkan hari itu
saat ia ke toko buku, ke taman bougenville, semua dilakukannya sendiri. Hanya ada
dirinya sendiri, dan halusinasinya. Am I insane these years?!
@@@
“Kamu marah banget ya ke aku? Maaf ya, Na..”
Stop it! It’s not real, Nana! He’s not real! Tapi kenapa dia masih
kembali lagi?! Bukannya aku sudah sadar? Apa aku harus ke rumah sakit jiwa
sungguhan??
@@@
September 2010. Di bawah terik siang,
Nana masih betah dengan kaos hitam dan celana hitamnya. Menit itu ia sedang
duduk di sebuah gazebo di area kampusnya. Sekelilingnya sepi. Hari itu hari Minggu.
Ia sengaja datang untuk kawan lamanya, Giraldy.
Kali ini, dengan kemeja hitam, warna
favorit cowok itu, Giraldy muncul dengan penampilan yang cukup berbeda. Ia terlihat
lebih serius dibandingkan satu setengah tahun lalu.
“Aku minta maaf..aku tahu aku salah.
Tapi aku beneran gak bisa ngapa-ngapain lagi. Waktu itu kami harus pindah
dadakan ke Jakarta. Kamu tau kan kalau disini aku cuma tinggal sama mbakku,
waktu itu tiba-tiba orang tua kami dateng, ada masalah, jadi kami harus buruan
pergi. Aku gak bisa kasih kabar apa-apa sama sekali ke kamu soalnya waktu itu
pas banget Hpku ilang.. terus buat ngehubungi kamu lagi agak susah buat aku
cari nomor barumu..”terang Aldy di saat Nana masih terdiam. Gadis itu tak
mengeluarkan sepatah kata apa pun. It’s
not right! Nana, stop it!
“Na..please, maafin aku!”pinta Aldy
memohon dengan sangat. Tapi gadis itu hanya pergi. It must be stoped! “Tunggu, Na!” cekal Aldy.
“You’re not real! So please go now! Don’t make me look crazy!”
“Na..”
“Dy, please, aku sudah punya banyak
masalah sekarang, setelah Resda pacaran sama Tiwi, cewek yang selama ini ngejahatin
aku selama latihan dance di SMA, aku sudah cukup sakit hati buat itu, lalu
sekarang aku mulai kuliah, tugas banyak banget, belum lagi ospek, aku
bener-benar lelah sekarang, jadi jangan buat aku makin gila dengan percaya kamu
ada! Karena kamu gak pernah ada.. karena kamu gak bisa dilihat orang lain
selain aku.. kamu cuma khayalan, jadi please!
Berhenti!”
@@@
Pertengahan Januari 2011. Nana
tengah sibuk dalam kegiatan jurusan hari itu. Meski sebenarnya kakinya lelah,
mau tak mau ia harus kesana kemari menemani pengunjung yang datang. Di tambah
lagi waktu istirahatnya pun habis hanya untuk untuk menemui orang-orang yang
ingin tahu lebih dalam makna karya dwimatranya yang dipamerkan hari itu.
Mungkin itu bukan pameran besar, akan tetapi cukup berarti baginya. Hari-hari
itu adalah masa bahagia untuknya, mendapatkan apresiasi yang begitu bagus,
sesuatu yang tak pernah dibayangkannya.
Gadis itu menatap sendiri karyanya
dari kejauhan, sekilas, itu gambar dengan konsep dasar yang dibuat oleh
kelompok. Dari judul, itu adalah penggambaran ikan, meski yang terlihat adalah
gambar menyerupai air. Karena memang itulah yang ia ciptakan. Memang airlah
yang diangannya saat menorehkan cat poster ke atas kertas itu. bentuk lengkung,
bergelombang, perpaduan biru, ungu dan
putih. Itulah rona samar dalam memorinya saat kali terakhir ia duduk di samping
kolam itu.
Air jernih yang memantulkan bayangan
langit yang biru, berbaur dengan rona putih keunguan dari sepasang lotus yang
begitu indah, ikan-ikan itu mengelilinginya, menari, kenangan indah yang kala
itu sudah musnah ntah kemana, tak lagi berbekas. Hanya memori samar.
Nana pun beranjak pergi, namun
terhenti mendadak untuk melihat pesan yang masuk ke handphonenya.
“Na,
untuk terakhir kali aku minta maaf. Sekaligus aku pamit balik ke Jkt. Sepertinya
kamu pun udah baik-baik aja sekarang. Moga kamu bisa terus semangat & hepi..Bye!”
Nana pun kembali berjalan dengan pikiran
tak menentu. Fokusnya terpecah belah. Mengahadapi pengunjung yang begitu
banyak, mendapati pesan terakhir itu, dan juga..
“Hei, Nana, kan?” sapa seseorang
membuyarkan semuanya. Nana pun mengangguk heran. “Liatlah!” dengan wajah begitu
cerah, cowok itu pun menunjukkan ponselnya yang memajang foto karya Nana.
“Ah..”sahut Nana seraya tersenyum
lebar, meski dalam hati ia merasa heran. Sepertinya dia kurang kerjaan, itu
pikirnya. Tapi ia cukup tersanjung, ada seorang teman baru yang bahkan ia lupa
namanya, mau memasang foto karyanya sebagai wallpaper. Sejenak, hanya beberapa
detik pertemuan itu, keduanya pun segera berpisah.
“Eh, Vem, dia namanya siapa?”Tunjuk
Nana ke arah cowok tadi. “Lupa aku namanya..”ujar Nana pada rekannya yang juga
piket jaga hari itu.
“Askari maksudmu?”
“Oh, iya, Askari!”
“Kenapa emang?”
“Gpp. Nanya doang. Jarang liat aja..”
@@@
Aroma angin yang khas terasa hangat.
Gemerisik rerumputan seolah menyanyikan sebuah lagu yang begitu merdu. Empat
tahun telah berlalu. Banyak hal tampak serupa, banyak hal pula telah berubah. Nana
membuka matanya perlahan. Menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskan lagi
semuanya sekaligus. Langit masih berwarna biru di sana. Ranting pohon yang
bercabang, yang membayangi dirinya memang bukan lagi ranting bougenville. Tak ada
bunga, hanya dedaunan biasa. Namun semua itu tetap memiliki sensasi yang sama.
Gadis itu masih bisa merasakan
bagaimana nyamannya berbaring di atas hamparan hijau rerumputan. Seperti enam
tahun lalu, mendengarkan samar-samar kicauan burung mampu membuatnya merasa
tenang. Kumpulan burung tipis yang beterbangan di antara awan pun masih terlihat
begitu mirip dengan apa yang dilihatnya dulu.
Perlahan Nana pun berpaling. Melihat ke arah seseorang yang terbaring di
sampingnya. Sesaat ia menatap sesaat ia kembali berpaling. Meski ia adalah penyemangat bagi Nana, kali ini seseorang
itu adalah sosok yang berbeda dari masa lalu. Dan kali ini, sekali lagi Nana melihat ke arahnya.
Memastikan, jika yang satu ini adalah nyata. Apresiator terbaiknya, yang berhasil menarik dirinya keluar dari lingkaran hitam pengikatnya.
That's right, this one is the real one.. He's alive..
That's right, this one is the real one.. He's alive..
@@@
No comments:
Post a Comment