2015-06-07

Just Ordinary Untitle Story


This is my darkest side.. When I was completely insane..
Just ordinary untitle story..
@@@
“Hei, aku punya Nakayoshi yang terbaru lho!”seru Liyana yang baru saja datang mengahampiri beberapa temannya, Orin, Adis, Hita, Christie, Galuh,  Tasya dan Nana.
“Wah, mana-mana!!”sambut sekumpulan anak kelas 8A pagi itu kecuali Christie yang duduk di dekat jendela, yang sudah asyik dengan mp3 player dan novelnya.
“Aku juga punya OST. Naruto udah komplit disini!”seru Liyana lagi sambil mengacungkan ipod-nya, lalu duduk di bangkunya.
“Ah, aku gak seberapa tertarik lagu yang penting Nakayoshinya mana!”rebut Adis meraih buku kumpulan komik manga itu. Orin, Hita dan Galuh yang juga duduk di belakang Liyana pun langsung menyerbu buku pusaka itu.
“Terus kamu udah dapet Wind-nya Naruto?”tanya Nana yang duduk sebangku dengan Liyana.
“Udah dong! Ini!” Liyana pun menyalakan lagu di ipod nya itu lalu menyodorkan earphonenya pada Nana. “Keren kan lagunya! Itu aku puter bolak-balik pas di jalan barusan.”
“Hwah.. ntar aku minta lagunya ya!”
“Oke! Oh ya, kamu tau gak siapa yang nyariin lagu sama yang beli Nakayoshi ni siapa? Aku dapet semua ini gratis lho!”
“Dari siapa emang?”sahut Tasya yang duduk di depan Liyana.
“Dari Rio!”jawab Liyana dengan wajah berseri.
“Wah, jadi ini Rio yang beli?”sela Hita dan Orin. “Enak banget.”
“Enak dong! Oh ya, kayaknya ntar aku gak bisa ikut ke Araya, Rio minta tolong ditemenin bikin laporan.”kata Liyana.
“Ah iya, ntar juga aku dadakan ni, di ajak pergi ma Dedi.”susul Adis.
“Hm..kalau gitu berarti tinggal Galuh, Tasya ma Nana ya, Christie udah jelas ada janji penting ma pacarnya, terus aku juga mau ke rumah Erwin ntar, dia lagi sakit, keluarganya lagi di luar kota, kasihan kalau sendirian.”tambah Orin.
“Hm..Bisa jadi ini batal. Papaku ngajak pergi juga ntar pulang sekolah.”kata Tasya.
“Hm..nasib kita berdua Na, ayo Na cari pacar!”sahut Galuh. “Biar kita juga bisa sok sibuk.”
“Yee..kita? Gue aja kali, lu kan udah PDKTan sama Divo.”sahut Nana.
“Ya udah, Na, makanya kamu cari pacar sana!”
“Yah, gampanglah soal itu.”jawab Nana tak acuh bersamaan dengan berderingnya bel tanda pelajaran akan dimulai .
@@@
Dua jam kemudian. Seusai pelajaran geografi semua siswa tampak bersantai. Beberapa sibuk dengan ipod, ponsel baru, atau hanya sibuk dengan gosip-gosip yang diperbincangkan dengan gerompolan mereka. Sebuah keberuntungan bagi mereka mendapatkan jam kosong di saat mata kuliah sejarah. Untuk Nana seperti biasa, bersama teman sepermainannya, membicarakan manga shoujo, soundtrack film anime, dan juga tentang pacar masing-masing.
“Iya, kemarin itu kita nonton bioskop berdua, dan rasanya,  wah, seru banget dah!”ungkap Tasya.
“Iya, aku juga kemarin keluar ma pacarku,  terus, kalian tau, pulangnya dia beliin boneka kecil gitu, lucu banget! Berasa jadi tokoh anime dah!”sahut Hita.
“Wah, boneka gimana emang?”tanya Orin
“Boneka mini and mickey mouse. Cute banget dah.”jawab Hita.
“Waa, jadi pingin..”seru Liyana.
“Ya udah Li, ntar minta aja dibeliin sama Rio.”sahut Christie.
“Eh, Luh, kamu di cari Divo tuh!”sela Adis memanggil Galuh.
“Ciieee,, “goda Nana.
“Apa sih, namanya juga usaha biar gak jomblo, gak usah cie-cie segala lah.”sahut Galuh kemudian berlalu.
“Iya, Na, kamu juga cari pacar sana, jangan mentelengin Fruits Basket doang.”goda Orin.
“Agh, lama-lama kok aku pusing ya, baca di deket kalian. Aku ke toillet dulu!”
“Haha..kamu kabur ya.. ya udah sana jalan-jalan keluar kelas, barangkali ketemu Sohma Yuki.”seru Liyana.
“Amiin..haha..”sahut Nana.
@@@
Nana tak benar-benar ke toilet. Gadis itu hanya berjalan menyusuri koridor lalu menaiki tangga menuju perpustakaan. Ruangan perpustakaan itu begitu sepi, padahal perpustakaan itu baru saja di renovasi dan terlihat sangat bagus, tapi kenapa tetap saja jarang yang berminat datang kesana, pikirnya.
Nana pun mengambil sebuah novel dan duduk di salah satu bangku di sudut. Di ruang itu hanya ada librarian dan  sembilan orang siswa kelas 9. Sepertinya mereka sedang mengerjakan tugas kelompok.
                Nana pun beralih pada bukunya. Ia merasa lega mendapatkan tempat yang tenang. Hm..apa bagusnya punya pacar? Apakah jatuh cinta itu benar-benar menyenangkan seperti itu?
Nana pun serius membaca hingga jam istirahat hampir berakhir. Namun sejenak ia terdiam tatkala ia mengembalikan buku ke rak. Ia merasa ada seseorang yang tengah mengawasinya.
                Gadis itu melihat ke sekeliling, khususnya ke arah gerombolan siswa kelas 9. Terlihatlah seorang cowok yang duduk di pinggir tengah meletakan kepalanya di meja. Rupanya ia sedang kebosanan. Mereka berdua pun bertemu mata. Namun cepat-cepat Nana berpaling, begitu pula cowok itu yang kemudian membalik arah kepalanya. Akan tetapi Nana pun segera melupakan kejadian itu dan kembali ke kelasnya.
@@@
                “Sumpah? Divo beneran nembak kamu?!”seru semuanya. Galuh mengangguk malu-malu.
                “Hwah, selamat!”seru Nana, Orin dan lainnya.
                “Gimana ceritannya?”tanya Tasya.
                “Ya itu tadi kasih aku kado, dia bilang suka aku dari kelas satu, terus kalau aku suka dia juga aku suruh terima kadonya kalau nggak suka aku boleh nolak kadonya. Gitu deh singkatnya.”
                “Wah, keren! Terus apa isi kadonya?”
                “Isinya jepit rambut sama gelang ini.”Galuh pun memamerkan isinya.
                “Wah, cantik sekali!!”seru teman-teman Galuh merasa senang.
                “Luh, selamat ya, akhirnya kamu mentas dari status jomblo.”kata Christie.
                “Apaan sih, mentang-mentang udah expert pacaran?!”
                “Lho, aku kan kasih selamat, kok tanggepanmu kayak aku ngledek aja.”
                “Oh ya, Chris, ngomong-ngomong kamu udah pacaran berapa kali?”sahut Orin
                “Hm.. empat kali. Kenapa?”jawab Christie.
                “Gpp. Tanya doang.”
                “Kamu sendiri udah berapa kali, Rin?”
                “Hm..baru dua kali, tapi sih pernah ada yang nembak sebelumnya, 2 orang, tapi aku nggak suka ya udah aku tolak.”terang Orin.
                “Wah, sama dong, aku juga gitu.”sahut Adis.
                “Sama sih aku juga gitu, empat kali ditembak tapi baru Rio aja yang aku terima.”
                “Ngomong-ngomong buat si jomblo sejati, Nana, kamu udah di tembak berapa kali? Meski kamu gak pernah pacaran tapi pastinya ada yang pernah nembak kan?”tanya Tasya membuat Nana tersentak.
                “Ha? Mm.. sekali doang..”
                “Pas kapan? SMP ini? Atau SD?”
                “Pas kelas 7. Dia temen TK. Pas TK dulu dia suka kejar aku, dan bilangnya suka aku dari TK itu.”
                “Hoh, berapa tahun tuh! Kenapa kamu tolak? Jarang lho ada orang yang bisa suka selama itu.”
                “Gak tau, aku gak suka aja, selain itu aku gak mau pacaran sama adik kelas.”
                “Hoh, jadi dia adik kelas?! Wow!”
                “Sudah ah, jangan bahas lagi.”tukas Nana lalu kembali ke komik Fruits Basketnya. Saat teman-temannya kembali sibuk, diam-diam ia mendesah, “apa semua itu penting?”pikirnya seraya menatap ke luar jendela.
                Akan tetapi sesaat kemudian matanya terbelalak. Tertuju pada jendela ruang kelas 9 di seberang kelasnya. “Bukannya itu cowok yang tadi di perpus?”gumamnya saat cowok yang juga sedang mengamati luar jendela itu buru-buru berpaling. “Jadi dia anak kelas 9A. Hm..apa dia beneran ngeliat ke arahku tadi? Tapi kenapa? Apa aku kelihatan aneh? Ah, bodo ah!”
@@@
                Empat bulan kemudian, Nana, Orin, Liyana, Hita dan Adis masih sekelas. Namun kini mereka tinggal di ruang yang berbeda. Kelas 9A.  Meski sudah tak sekelas dengan Christie, Tasya dan Galuh, tapi beberapa kali mereka masih bertemu di kantin atau perpustakaan untuk urusan pinjam meminjam komik. Untuk Orin dan Nana sudah cukup mengurangi kegiatan membaca komik dan beralih mengikuti Christie yang lebih suka membaca novel. Sampai pada akhirnya Nana mempunyai kegemaran baru, yaitu menulis cerita sesuai fantasinya sendiri.
                Perlahan hubungan mereka merenggang, mereka sudah jarang hangout bersama, terlalu sibuk dengan pacar-pacar mereka yang sudah pasti itu membuat Nana akhirnya lebih sering menyendiri di tepi jendela atau perpustakaan. Mereka pun sudah hampir tak pernah pulang bersama. Seperti siang itu, Nana pun pulang dengan angkutan umum sendirian.
                Awalnya semua terasa normal. Namun perlahan gadis itu mendadak tak nyaman saat melihat seorang siswa berseragam SMA yang duduk di depannya. Cowok itu juga melihat ke arahnya, tapi kembali berpaling saat mengetahui Nana juga melihat ke arahnya. Cowok itu tak asing bagi Nana. Ia merasa sudah pernah melihat orang itu sebelumnya. Namun semua berakhir dengan no clue.
                Angkutan umum pun berhenti di depan gapura perumahan tempat Nana tinggal dan gadis itu pun turun. Tak disangka siswa SMA itu juga turun. Hm..jadi rumahnya di sekitar sini juga? Ah, mungkin karena itu ia terlihat familiar.
@@@
                Halte pagi itu sangat sepi, tak seperti biasanya yang begitu ramai oleh calon penumpang bus dan mikrolet. Di sana hanya ada Nana yang kembali bertemu dengan anak SMA yang kemarin dilihatnya. Beberapa kali keduanya saling mencuri pandang di saat mereka berdiri bersebelahan. Sampai akhirnya cowok itu membuka sebuah percakapan.
                “Mm.. Bu Prihatini jadi pensiun?”
                “Ah, oh, ya, baru minggu kemarin acara perpisahannya.”jawab Nana spontan. Mendengar pertanyaan itu secara otomatis ia teringat cowok itu adalah alumni SMPnya.
                “Ah, gitu..”sahut cowok itu singkat kemudian suasana kembali hening sampai mikrolet tiba. Keduanya pun segera menaiki mobil yang kosong penumpang itu. Setelah berada di dalam, Nana pun mencari kesibukan dengan meraih modul matematika dan mempelajarinya. Itu cara paling efektif untuk melepas kecanggungan. Itu lebih baik dari pada mereka berdua berhadapan dalam keheningan.
                “Hari ini ada ulangan?”tanya siswa SMA yang bernama Giraldy itu. Nana melihatnya dari bedge nama yang terpasang di seragam cowok itu.
                “Ah, ya, pagi ini ada ulangan remidi.”
                “Remidi?”
                “Aku nggak pinter matematika.”jawab Nana.
                “Oh.. Mm..dulu pas SD aku nggak suka matematika juga, tapi sejak SMP nggak ngerti, menurutku itu pelajaran paling enak.”
                “Ah, apa enaknya.”desis Nana mulai rileks.
                “Menurutku ngitung lebih baik dari pada mikir kata-kata buat jawaban soal esai.”
                “Hm..gitu..bagiku gimana-gimana matematika itu paling susah.”
                “Hmm..ya kalau emang susah terus butuh bantuan bilang aja, mungkin aku bisa bantu dikit. Toh, kayaknya rumah kita satu kompleks.”
                “Ah, ya, mm..makasih sebelumnya.”jawab Nana sedikit merasa aneh, namun ia senang mendapatkan tawaran itu.
@@@
                Sembilan puluh hari telah terlewati. Buku catatan pribadi Nana pun sudah penuh dengan beberapa cerpennya. Sedangkan lembar ulangan matematikanya pun sudah tak lagi mengumpulkan angka 60. Gadis itu lebih giat belajar dengan tutor barunya itu. Giraldy yang kerap kali disapanya dengan panggilan Aldy.
                “Hmm..gak sabar pingin baca cerpenmu lagi.”kata Aldy lewat pesan singkat.
                Aish..itu cuma cerpen gak penting!”balas Nana.
                “Tetep aja pingin baca lagi. Ini lagi ngapain?”
                “Lagi istirahat. Bentar lagi ulangan biologi.”
                “Hm..semangat kalau gitu! Moga ulangannya lancar!”
                “Oke. Thanks.”ketik Nana lalu menyimpan ponselnya setelah mengirim pesan itu. Tanpa sadar gadis itu tersenyum sendiri.
                “Hm..kayaknya kamu udah punya pacar baru..kayaknya terakhir ini kamu hepi terus.”
                “Mm..bukan pacar, cuma temen.”
                “Temen? Temen dari mana?”
                “Tetanggaku, alumni SMP ini juga.”
                “Kamu kok gak pernah cerita? Curang ih.”
                “Emang apa yang perlu diceritain?”
                “Dia ganteng? Pinter? Lagi PDKTan ya?”
                “Mm..masnya baik. Dulu dia anak 9A juga. Tempat duduknya disini juga. Mm..dia juga pinter. Sekarang sekolah di SMK jurusan IT. Dia juga sih yang ngajarin matematika ma fisika ke aku selama ini.”
                “Hm..udah sejauh itu ya,, tapi kamu baru cerita.. ckck..Eh tunggu! Tadi kamu bilang dia duduk di bangku ini juga?!”seru Liyana kemudian melongok ke jendela, ia pun melihat jendela kelas 8A di seberangnya. “Kalian taksir-taksiran dari tahun lalu?!”tanya Liyana shock.
                “Nggak naksir sih, cuma sering nggak sengaja ketemu di perpus sama pas lihat keluar jendela.”terang Nana. “Tapi dia ngaku emang sering perhatiin aku.”
                “Hm..gitu bilangnya nggak pacaran. Udah ada acara confession gitu”
                “Kita emang gak pacaran. Pacaran kan dosa. Yang penting kita tahu kalau kita sama-sama suka.”
                “Hm..ya sudahlah, terserah kamu aja. Kalau gitu selamat! Udah gak nggak jomblo lagi! Hehe..”goda Liyana
                “Apaan sih.”
                “Hei, siapa yang nggak jomblo? Nana? Na, kamu udah punya pacar?”seru Hita dan Orin langsung berbalik ke baelakang.
                “Pacarnya anak SMK jurusan IT.”sahut Liyana.
                “Hei, aku kan sudah bilang bukan pacar!”protes Nana.
                “Tapi bukan temen biasa atau pun ta’aruf juga kan?!”
                “Wah, selamat ya,Na, kok keren kamu bisa dapet anak SMK!”seru Hita.
                "Pantes kok kamu mendadak pinter  banget pas pelajaran komputer."
                “Ah, sudah-sudah, kembali duduk sana! Barusan bel udah bunyi, siap-siap ulangan aja sana!”usir Nana.
                “Yee.. Kapan-kapan kenalin ya, Na!”
                “Ngomong-ngomong, Na, selain belajar bersama, apa kalian udah pernah pergi bareng?”bisik Liyana saat guru biologi mulai memasuki kelas.
                “Cuma ke gramedia fair. Waktu itu aku cari buku Chicken Soup for The Soul dan dia cari buku The Secret.”
                “Hm..begitu, ya, tipe kamu banget deh, kencan perginya ke toko buku, ckck..”
                “Itu bukan kencan!”
                “Iya deh, bukan!”
                “Terus biasanya kalian belajar dimana? Dirumahnya? Atau rumahmu? Apa ortumu tahu kalau kalian akrab?”
                “Mm..biasanya dia ngajari aku di halte, angkot dan tiga kali di rumahku. . Tapi dia selalu datang saat kebetulan keluargaku pergi. Aku gak pernah ke rumahnya. Aku juga gak pernah cerita apa pun ke ibuku. Jadi gak ada yang tahu kalau aku sama dia deket.”
                “Gitu..ya..”
@@@
                Masa studi SMP telah habis. Semua siswa di sekolah itu tengah bergembira oleh kabar kelulusan mereka dan kini tengah sibuk menyiapkan foto album akhir tahunnya. Begitu pula dengan Hita, Orin, Nana dan Adis yang siang itu tengah kompak memakai baju serba putih dan berkumpul di taman belakang sekolah.
                “Wah, Na, kalungmu bagus banget!”puji Hita “Kamu beli dimana?”
                “Mm.. Aldy yang kasih.”jawab Nana malu-malu.
                “Ciieee..arjuna dari kang Aldy.”goda Liyana.
                “Wah, kalung gitu beli dimana ya? Bagus! Aku mau juga liontin arjuna kayak gitu..”seru Adis.
                “Hm..jadi gak sabar, pingin sesi foto ini cepet kelar, terus dating rame-rame, penasaran pingin liat cowoknya Nana.”kata Orin. “Ntar mas Aldy jadi ikut, kan, Na?”
                “Mm..bilangnya sih dia bisa ikut.”
                “Sip dah kalau gitu!”sahut Adis.
Tiga jam kemudian..
                “Mm..kayaknya aku gak jadi ikut deh.. mas Aldy ada perlu mendadak sama mbaknya. Jadi dia gak bisa ikut.”
                “Yah, sayang banget.”
                “Tapi mau gimana lagi, kalau emang gak bisa..Ya tapi kamu tetep ikut main aja Na!” kata Orin.
                “Nggak deh. Aku balik aja. Dating kalian ntar keganggu lagi.”
                “Ye, kita kan juga rame-rame.”
                “Nggak deh, aku juga keinget ada sesuatu yang perlu aku lakuin. Have fun aja deh buat kalian!”
@@@
September 2008. Siang itu sepulang sekolah Nana bertemu dengan Aldy di K-Square, taman dan lapangan serba guna yang tak jauh dari SMA tempat Nana belajar. Kedua orang itu memiliki tempat favorit di slah satu sudut taman di kawasan perbukitan itu. Di bawah pohon bougenville, di bawah langit biru, dengan hamparan rumput hijau yang luas, di sana lah mereka berdua duduk seraya menikmati pemandangan gunung yang begitu indah di kejauhan sana. Sawah, sungai dan perkampungan asri di bawah sana pun terlihat begitu tentram saat Nana dan Aldy menikmati semilirnya angin.
Detik itu Aldy merebahkan diri di atas rerumputan itu, dengan Nana yang duduk di sampingnya. Kalut, raut itu yang terpasang di wajah gadis itu.
“Berbaringlah sejenak, nanti pasti kamu bisa ngerasa baikan!”suruh Aldy. Kemudian dituruti oleh Nana. “Lihatlah, langitnya bagus banget, kan?”
“Ya.. seperti biasa, masih sangat indah.”sahut Nana lirih.
“Kenapa kamu jadi gini? Tiwi & friends ngerjain kamu lagi? Tetaplah semangat, Na! Aku yakin kamu pasti bisa ngelewatin semuanya. ”
“Tetep aja, di kelas favorit seperti sekarang semua kerasa berat. Teman-temanku terlalu jenius. Dan terlalu..ya..seperti yang kamu tahu.. Pas semua pelajaran kerasa sulit banget, kayaknya cuma aku yang gak mampu.”
“Jangan mikir gitu! Aku tahu kamu orang yang hebat. Kamu cuma perlu nunjukin aja, Na. Kamu gak kalah dari mereka. Aku yakin kamu bisa bertahan di kelas itu! Aku bakal dukung kamu selalu. Jadi berhentilah sedih!”tutur Aldy lagi.
“Al..”panggil Nana kemudian menoleh ke arah Aldy. “Apa kamu gak bosen nyemangatin aku terus kayak gini?” pemuda itu pun tersenyum.
“Selama kamu butuh, aku gak akan pernah berhenti ngelakuin itu. Aku akan selalu ada buat kamu,kalau itu bisa buat kamu lebih kuat. Aku akan bikinin gambar-gambar yang lebih menarik lagi buat aku kirim lewat SMS selama itu bisa ngehibur kamu. Aku juga gak akan lelah nyariin lagu yang merdu selama itu bisa bikin kamu kembali tenang. Aku akan terus ngelakuin itu sampai kamu mampu bertahan sendiri, sampai kamu nemuin orang yang bisa ngegantiin aku..”
“Gantiin kamu? Emang kamu ada rencana pergi?”sontak Nana langsung bangkit.
“Aku kan udah bilang aku akan ada buat kamu, sampai kamu nemu orang baru. Bisa aja kan, di SMA ini kamu suka orang lain, gak mungkin kan, aku bakal ngikutin kamu terus. Tapi asal kamu tahu, aku gak akan bisa kayak gitu,. Aku ada cuma kalau kamu memang ingin aku ada.”tutur Aldy membuat Nana hanya bisa diam menatap dengan kebingungan. Aldy pun kemudian tertawa, “Udah, jangan dipikirin!”
@@@
“Hei, Na! Penggemarmu kecewa tuh ma endingnya ceritamu.”sapa Resda, cowok populer di sekolah yang sudah satu tahun ini cukup akrab dengan Nana karena tugas kelompok.
“Penggemar apa?!”sahut Nana tak acuh, ia sibuk dengan buku gambar A3-nya yang kini dicoretinya dengan sketsa wajah artis mandarin.
“Itu, yang pada nungguin cerber mading yang judulnya Jangan Cari Aku lagi. Mereka kecewa kok si Gilang tu ternyata hantu doang.”
“Ya, namanya juga cerita fiksi, gak kudu hepi ending, kan.”
“Hm..gitu ya, tapi tetep aja, mereka bilang tega banget kamu ke tokoh ceweknya.”
“Tu kan cuma cewek fiktif,,”
“Haish, susah emang ngomong sama kamu. Terserah kamu ajalah!”
“Hehe.. Oh ya, kamu tumben belum ke lapangan?”
“Pelatih Paskibranya lagi otw dari luar kota, jadi agak telat mulainya.”terang Resda
“Oh, ya udah, kalau gitu aku ke ruang ekskul lukis dulu.”
“Ok deh. Oh ya, latihan drama ntar siang jadi kan?”
“Jadi.”
“Oke deh kalau gitu, See you Roro Jonggrang!” goda Resda lagi menyebut nama tokoh yang diperankan oleh Nana dalam tugas conversation.
Bye, Bandung!”balas Nana tetap sok cuek.
“Semangat, Na! Ngelukis yang bagus ya , Na!”seru Resda masih cengengesan.
Memasuki ruang pengembangan diri seni lukis, seperti biasa Nana duduk satu bangku dengan kakak kelasnya Ulin. Seorang gadis cantik berjilbab yang sangat Nana hormati karena begitu baik, dan jago menggambar. Tak mengira Ulin adalah kakak kelasnya sejak SMP. Selama satu semester di ekskul yang sama mereka memang akrab tapi baru kali ini membiacarakan soal SMP asal.
“Lalu, dulu mbak Ulin di kelas apa? Kok nggak pernah ketemu ya?”
“9A. Kamu kelas apa?”
“9A? Aku juga 9A terus sebelumnya kelas 8A. Wah, padahal kelas kita deket ya!”
“Wah, iya, berarti kita belum jodoh dulu haha..”
“Oh, ya, berarti mbak Ulin sekelas sama mas Aldy?”
“Aldy gendut?”sahut Ulin balik tanya.
“Mm..nggak gendut. Biasa aja.”
“Nama panjangnya siapa? Di kelasku cuma ada satu itu yang namanya Aldy, dan dia gendut.”
“Mm..namanya Giraldy Wahyu Pradana. Dia duduknya deket jendela.”
“Hm..deket jendela ya? Setauku biasanya yang duduk deket jendela tu Arif, Erick, Danis, Isa sama Dimas. Itu dia di baris berapa? Jangan-jangan kamu ditipu, pernah kenal anak ngaku kelas 9A namanya Aldy gitu kamu?”
“Mm..iya, ada tetanggaku, agak jauh sih rumahnya, biasanya dia duduk di baris kedua dari belakang. Ngakunya namanya Giraldy.”
Mungkin kamu salah denger kali, mungkin bukan 9A.Nggak ada yang namanya Giraldy itu.”
“Serius mbak?”
“Serius! Coba deh tanya Sandi. Kita sekelas juga dulu. ”tutur Ulin.
“Ngapain sebut-sebut nama Sandi?!”respon cepat Sandi yang duduk di baris belakang.
“Eh, di kelas kita nggak ada yang namanya Giraldy kan? Terus kamu inget nggak siapa yang duduk deket jendela baris kedua dari belakang?”
“Giraldy? Nggak ada tuh. Yang duduk disitu sih ingetku Danis.”
Ini hanya mimpi, kan? Bukan sungguhan, kan? Aku bukan Moni! Dan Aldy bukanlah Gilang! Keberadaan kami bukanlah fiktif!
@@@
20 Januari 2010. Sejak perbincangan antara Nana, Ulin dan Sandi tahun lalu, Aldy benar-benar menghilang tanpa jejak. Siang itu  Nana hanya membisu di balkon perpustakaan sekolah. Di tangannya ada sebuah kubus berdimensi 7 cm x 7 cm x 7 cm terbalut kertas kado berwarna biru muda. Dalam pikirannya, meski detik itu bukan lagi Aldy yang dicintainya, namun gadis itu masih berharap ada kata perpisahan yang jelas di antara mereka.
Hari itu adalah hari ulang tahun Aldy. Itulah yang Aldy ceritakan pada Nana.  Seperti biasa, gadis itu pun menyiapkan kado untuk pemuda itu. Meski kini ia sadar, ia tak lagi bisa memberikannya pada orang tersebut.
“Hei, aku cariin kamu disini ternyata!”tegur Resda menyentak Nana. Akan tetapi gadis itu masih tak memberi respon. “Diem banget hari ini? Ada masalah?”
“No, I’m fine.”sahut Nana sembari menyingkirkan kado di tangannya dari jangkauan pandangan Resda.
“Really fine?”
“Ya.. Mm..ngapain cari aku?”
“Cuma ngecek aja, kamu sehat apa nggak.”
“Aish..sok-sok.an.”
“Eh, itu pacar airnya udah ngembang!”tunjuk Resda. “Asyik ni abis ini bisa main ulet-uletan sama Leo haha.. Ntar bawain bibitnya lagi ya! Biar tambah banyak.”
“Nggak mau.”
“Kok nggak mau, kenapa?”
“Jangan ngomongin pacar air lagi. Pacar air dirumah abis dibabat ma ibuku, udah kebanyakan. Jadi kalau kamu pingin banyak mainin aja ulet-uletannya di kebun. Ntar kan bijinya nyebar.”
“Hm..gitu ya..Eh, di kolam ada lotus sejak kapan? Kok baru nyadar aku.”
“Lotus??”tanya Nana heran.
“Iya, di kolam depan lab sekarang ada lotusnya..”kata resda lagi membuat Nana kembali termenung.
Haruskah aku masih menunggu gambar itu? Lotus..
@@@
Sore itu Aldy baru saja memarkir sepeda anginnya dii dekat kolam saat Nana memasuki area taman di belakang kompleks perumahan mereka.
“Hei, cepet kesini!”seru Aldy membuat Nana mempercepat langkahnya.
“Ada apa?”
“Lihatlah!”
“Wah, lotusnya berbunga semua!”seru Nana sambil mendekat ke tepi kolam.
“Aku juga kaget barusan, kirain tanaman disini gak bisa ngembang.”
“Wah, ini pasti ikannya hepi, bisa lihat kembang bagus gini.”kata Nana kemudian mengeluarkan kantong makanan ikan dari tas kecilnya. Ikan-ikan jingga yang ada di kolam itu pun langsung menyerbu makanan yang ditebarkan oleh Nana dan Aldy.
“Hei, bunganya kamu foto gih!”
“Hm..oke.” Aldy pun langsung mengambil ponselnya dan memotretnya.
“Terus ntar kamu lukis ya!”
“He? Kok aku? Bukannya yang pinter lukis kamu ya?”
“Aku pingin kamu yang gambar.”
“Hm..ntar aku bikinin gambar digitalnya aja ya tapi..”
“Nggak mau, aku maunya gambar manualmu..sekali-sekali..”
“Tapi gak janji bisa cepet.”
“Hm..oke lah. Tapi ntar beneran bikin ya!”
“Allright..”
@@@
12 Juni 2010. Prosesi wisuda SMA sekolah Nana telah berakhir, akan tetapi semua orang masih saja memadati lingkungan sekolah. Berfoto ria, berbagi tawa. Merayakan hari kelulusan mereka.
“Oke, Selamat untuk kita semua yang lulus, moga hasil belajar kita selama ini barokah. Alhamdulillah kita bisa bertahan di kursi panas kita sampai akhirnya kita bisa lulus bersama..”ucap Rian, kepala suku kelas itu membuat semua orang tertawa.
“Selamat juga buat pak kepala suku yang udah dapet ibu kepala suku!”celetuk Sonda membuat tawa di kelas makin riuh.
“Ciee Rian Nita.. selamat buat kalian!”
“Heh, jangan aku doanglah, kan Resda ma Tiwi juga jadian..”
“Wah, iya, harusnya ada makan-makan gratis ini! Ya gak? Kebahagiaan harus dibagikan kan?!”seru Sonda mengompori teman-temannya.
“Iya, kalian harus bayar pajak jadian!!”seru lainnya.
“Iya, khususnya Resda ma Tiwi ini! diam-diam gak ada kabar, tau-tau udah pacaran aja.”kata Randy. “Sabar ya, Nana, Resda meninggalkanmu gitu aja.”goda Randy.
“Apaan sih, Ran! “
“Haha..bercanda, Na.”
“Haha..ngerti kalii gue klo lu bercanda..”sahut Nana santai. Semua teman sekelas Nana pun tertawa. Hingga tiba-tiba ponsel di tangan Nana tergetar.
“Hai Na, apa kabar? GWP.” Perlahan tawa gadis itu pun terkikis.
You’re not real! You’re not alive!
@@@
 Dua hari menjelang acara wisuda, malam itu Nana tengah duduk di beranda rumahnya seraya menikmati percikan sinar putih yang tersebar di hitamnya langit. Dalam pikirannya ntah kenapa tiba—tiba ia kembali teringat pada Aldy. Sampai kemudian,  malam itu ia memutuskan untuk menghapus semua kenangan tentang pemuda itu.
Nana meraih handphone-nya. Membuka satu persatu pesan yang pernah dikirimnya untuk Aldy. Satu per satu pula ia menghapusnya hingga benar-benar bersih. Setelah itu dilanjutkannya membuka pesan masuk dari kontak Aldy. Dulu saat SMP, ia menghafal nomor Aldy di luar kepalanya. Semua berjalan otomatis diingatannya meski ia tak pernah menekan nomor itu langsung. Namun kini ia melupakannya. Sudah benar-benar melupakannya, jadi untuk terakhir kali ia ingin melihat ke masa lalu. Namun tatkala ia melihat ke nomor kontak yang tertera dalam pesan masuk itu ia tercengang.
Biasanya di bawah pesan ada nama pengirim sesuai kontak yang tersimpan, diikuti nomor pengirim. Namun kenapa ini aneh? Kenapa bukan nomor Aldy yang melainkan nomornya sendiri? Ada apa denganku? Apa yang terjadi denganku?!
Memori Nana berjalan mundur, kembali pada detik-detik ia melihat sosok Aldy. Siang itu di perpustakaan pemuda itu duduk paling tepi. Tak sesibuk kawan-kawannya, ia bahkan tak terlihat terlibat pembicaraan apa pun dalam diskusi itu. Lalu ketika Nana akhirnya bertemu Aldy berseragam SMA, ia sadar, hanya ada mereka berdua saat mereka bertemu. Aldy selalu datang di saat keluarganya pergi, dan saat mereka membuat janji, Aldy selalu tak jadi muncul saat harusnya ia bertemu dengan teman-teman Nana.
Sampai perlahan tanpa sadar menitikkan air matanya. Ia melihat kotak arsip di ponselnya, melihat lagi gambar-gambar yang terbentuk dari rangkaian huruf dan simbol dalam SMS. Ia pun tak bisa lagi memungkiri ingatannya, jika dirinya sendirilah yang membuat, bukan orang lain. Hanya ada dirinya yang selalu mengirim pesan pada dirinya sendiri. Semua yang terjadi hanyalah rekaan yang ia ciptakan. Pemuda itu memang tak ada. Bahkan hari itu saat ia ke toko buku, ke taman bougenville, semua dilakukannya sendiri. Hanya ada dirinya sendiri, dan halusinasinya.  Am I insane these years?!
@@@
“Kamu marah banget ya ke aku? Maaf ya, Na..”
Stop it! It’s not real, Nana! He’s not real! Tapi kenapa dia masih kembali lagi?! Bukannya aku sudah sadar? Apa aku harus ke rumah sakit jiwa sungguhan??
@@@
September 2010. Di bawah terik siang, Nana masih betah dengan kaos hitam dan celana hitamnya. Menit itu ia sedang duduk di sebuah gazebo di area kampusnya. Sekelilingnya sepi. Hari itu hari Minggu. Ia sengaja datang untuk kawan lamanya, Giraldy.
Kali ini, dengan kemeja hitam, warna favorit cowok itu, Giraldy muncul dengan penampilan yang cukup berbeda. Ia terlihat lebih serius dibandingkan satu setengah tahun lalu.
“Aku minta maaf..aku tahu aku salah. Tapi aku beneran gak bisa ngapa-ngapain lagi. Waktu itu kami harus pindah dadakan ke Jakarta. Kamu tau kan kalau disini aku cuma tinggal sama mbakku, waktu itu tiba-tiba orang tua kami dateng, ada masalah, jadi kami harus buruan pergi. Aku gak bisa kasih kabar apa-apa sama sekali ke kamu soalnya waktu itu pas banget Hpku ilang.. terus buat ngehubungi kamu lagi agak susah buat aku cari nomor barumu..”terang Aldy di saat Nana masih terdiam. Gadis itu tak mengeluarkan sepatah kata apa pun. It’s not right! Nana, stop it!
Na..please, maafin aku!”pinta Aldy memohon dengan sangat. Tapi gadis itu hanya pergi. It must be stoped! “Tunggu, Na!” cekal Aldy.
“You’re not real! So please go now! Don’t make me look crazy!
“Na..”
“Dy, please, aku sudah punya banyak masalah sekarang, setelah Resda pacaran sama Tiwi, cewek yang selama ini ngejahatin aku selama latihan dance di SMA, aku sudah cukup sakit hati buat itu, lalu sekarang aku mulai kuliah, tugas banyak banget, belum lagi ospek, aku bener-benar lelah sekarang, jadi jangan buat aku makin gila dengan percaya kamu ada! Karena kamu gak pernah ada.. karena kamu gak bisa dilihat orang lain selain aku.. kamu cuma khayalan, jadi please! Berhenti!”
@@@
Pertengahan Januari 2011. Nana tengah sibuk dalam kegiatan jurusan hari itu. Meski sebenarnya kakinya lelah, mau tak mau ia harus kesana kemari menemani pengunjung yang datang. Di tambah lagi waktu istirahatnya pun habis hanya untuk untuk menemui orang-orang yang ingin tahu lebih dalam makna karya dwimatranya yang dipamerkan hari itu. Mungkin itu bukan pameran besar, akan tetapi cukup berarti baginya. Hari-hari itu adalah masa bahagia untuknya, mendapatkan apresiasi yang begitu bagus, sesuatu yang tak pernah dibayangkannya.
Gadis itu menatap sendiri karyanya dari kejauhan, sekilas, itu gambar dengan konsep dasar yang dibuat oleh kelompok. Dari judul, itu adalah penggambaran ikan, meski yang terlihat adalah gambar menyerupai air. Karena memang itulah yang ia ciptakan. Memang airlah yang diangannya saat menorehkan cat poster ke atas kertas itu. bentuk lengkung, bergelombang, perpaduan biru,  ungu dan putih. Itulah rona samar dalam memorinya saat kali terakhir ia duduk di samping kolam itu.
Air jernih yang memantulkan bayangan langit yang biru, berbaur dengan rona putih keunguan dari sepasang lotus yang begitu indah, ikan-ikan itu mengelilinginya, menari, kenangan indah yang kala itu sudah musnah ntah kemana, tak lagi berbekas. Hanya memori samar.
Nana pun beranjak pergi, namun terhenti mendadak untuk melihat pesan yang masuk ke handphonenya.
Na, untuk terakhir kali aku minta maaf. Sekaligus aku pamit balik ke Jkt. Sepertinya kamu pun udah baik-baik aja sekarang. Moga kamu bisa terus semangat & hepi..Bye!”
Nana pun kembali berjalan dengan pikiran tak menentu. Fokusnya terpecah belah. Mengahadapi pengunjung yang begitu banyak, mendapati pesan terakhir itu, dan juga..
“Hei, Nana, kan?” sapa seseorang membuyarkan semuanya. Nana pun mengangguk heran. “Liatlah!” dengan wajah begitu cerah, cowok itu pun menunjukkan ponselnya yang memajang foto karya Nana.
“Ah..”sahut Nana seraya tersenyum lebar, meski dalam hati ia merasa heran. Sepertinya dia kurang kerjaan, itu pikirnya. Tapi ia cukup tersanjung, ada seorang teman baru yang bahkan ia lupa namanya, mau memasang foto karyanya sebagai wallpaper. Sejenak, hanya beberapa detik pertemuan itu, keduanya pun segera berpisah.
“Eh, Vem, dia namanya siapa?”Tunjuk Nana ke arah cowok tadi. “Lupa aku namanya..”ujar Nana pada rekannya yang juga piket jaga hari itu.
“Askari maksudmu?”
“Oh, iya, Askari!”
“Kenapa emang?”
“Gpp. Nanya doang. Jarang liat aja..”
@@@
Aroma angin yang khas terasa hangat. Gemerisik rerumputan seolah menyanyikan sebuah lagu yang begitu merdu. Empat tahun telah berlalu. Banyak hal tampak serupa, banyak hal pula telah berubah. Nana membuka matanya perlahan. Menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskan lagi semuanya sekaligus. Langit masih berwarna biru di sana. Ranting pohon yang bercabang, yang membayangi dirinya memang bukan lagi ranting bougenville. Tak ada bunga, hanya dedaunan biasa. Namun semua itu tetap memiliki sensasi yang sama.
Gadis itu masih bisa merasakan bagaimana nyamannya berbaring di atas hamparan hijau rerumputan. Seperti enam tahun lalu, mendengarkan samar-samar kicauan burung mampu membuatnya merasa tenang. Kumpulan burung tipis yang beterbangan di antara awan pun masih terlihat begitu mirip dengan apa yang dilihatnya dulu.  Perlahan Nana pun berpaling. Melihat ke arah seseorang yang terbaring di sampingnya. Sesaat ia menatap sesaat ia kembali berpaling. Meski ia adalah penyemangat bagi Nana, kali ini seseorang itu adalah sosok yang berbeda dari masa lalu.  Dan kali ini, sekali lagi Nana melihat ke arahnya. Memastikan, jika yang satu ini adalah nyata. Apresiator terbaiknya, yang berhasil menarik dirinya keluar dari lingkaran hitam pengikatnya. 
That's right, this one is the real one.. He's alive..
@@@

No comments:

Post a Comment