“Bulan kala hujan!”bisiknya berseru
dalam hati sambil menatap cakrawala basah dari balkon rumahnya.
“Kau sudah lihat, kan, sekarang?
Bukankah pelangi malam itu sangatlah indah?” tanya Asha pada Alice yang
memandang haru ke arah sang bulan.
“TIdak.”jawab gadis itu membuat Asha
seakan tertimpa balok beton yang jatuh dari puncak tower crane.
“Tidak?”
“Bagiku, ini menyakitkan. Bulan itu
seperti bola mata yang menangis. Aku tahu sebenarnya ia memakai pelangi hanya
untuk menyembunyikan tangisannya! Dasar bulan bodoh! Kenapa ia masih saja berpura-pura cantik saat ia
sedih?”
Asha
pun termenung mendengarnya. Namun sesaat kemudian pemuda itu kembali berkata,
“Mungkin ia begitu karena ia berbeda dengan kita.. Kita hampir selalu mencari
simpati orang lain saat sedih, seakan dunia hancur bersama kesedihan kita. Akan
tetapi bulan tak demikian. Ia tak ingin melihat kita turut sedih karenanya. Mungkin
dengan memakai pelangi malam yang indah itu ia bahkan bisa membuat semua orang
bersedih menjadi terhibur, dan ia pun dapat
menyaksikan orang-orang tersenyum padanya. Senyuman yang bisa segera
membuat kesedihannya terkikis hingga habis.”
No comments:
Post a Comment