“Apa maksudmu? Kenapa kau tanya begitu? Darimana
kau tahu tentang hal itu?”tanya Kaira penuh emosi. Askari pun memalingkan wajahnya
seakan baru tersadar ia telah melakukan sebuah kesalahan. “Aska? Jawab
aku?!”desak gadis itu kembali mendekat. “Siapa kau sebenarnya?!”
“Jika kau mengulang pertanyaanmu lagi, apakah kau
mampu membuatku peduli? Kau telah berhasil! Bahkan jauh sebelum rasa
penasaranmu itu muncul..”ucap Askari begitu lirih nyaris tak terdengar.
“Tak mungkin.. kau bercanda, kan?”
“Terserah apa katamu.. Tapi.. aku memang sempat
bersekolah di tempat yang sama denganmu saat SD. Aku pun takkan menyalahkanmu
jika kau lupa. Hanya saja.. Maafkan aku.. untuk semuanya..”
@@@
Seperti boneka hidup, Kaira hanya mampu memandangi
catatan di buku tebal itu. Meski beberapa kali ia membuka buku itu, tak pernah
ia membacanya selain hanya untuk menatap bunga-bunga kering yang tersisipkan.
Setelah sekian lama, akhirnya ada satu halaman terbaca. Daftar nama murid SD di
kelasnya dulu yang sempat disalinnya dari buku absen. Namun setelah menyadari
dan memahami semuanya, ia justru tak tahu harus berbuat apa. Baginya, apa yang
dialaminya adalah sebuah mimpi panjang yang sulit dipercayainya.
Dari 40 orang anak, dari abjad A sampai Z, tak ada
nama Askari sama sekali. Tapi sebuah catatan kaki masih jelas di bawah tabel
itu. Ada juga Renata anak baru saat kelas 5. Lalu ada juga yang bernama
Putra pindah kelas 2 dan Aska pindah saat kelas 4.
“..Aku pindah ke Jakarta di tahun keempat karena ayahku
pindah tugas. Tapi tahun berikutnya aku masih kembali untuk liburan saat
ayahku ada keperluan di Malang.. Saat itu aku tak bisa lagi ke sekolah
menemuimu, karena itulah bunga yang terakhir aku taruh di kotak pos rumah
pamanmu.. “papar Aska panjang lebar. “..Untuk tahun berikutnya, kami semua
benar-benar tak ada urusan lagi di Malang, aku sama sekali tak bisa kembali.
Karena itu sebagai gantinya, aku kirimkan 35 tangkai gerbera bersama
bunga-bunga lainnya dalam satu hari. Wisuda sarjanamu. Awalnya aku ingin menuliskan sesuatu,
tapi saat itu aku merasa kartu ucapan itu tak muat.. Ada banyak hal yang
ingin kusampaikan, yang.. yang sangat sulit kukatakan..”
“Dan kau memilih merahasiakannya tanpa mengungkapnya
sedikit pun?”
“Tidak.. aku akan menjelaskannya.. Akan kujelaskan semuanya..”sahut
Aska cepat namun terhenti dan pemuda itu kembali tertunduk tertegun.
“..Sesungguhnya.. dari 35 gerbera yang kuberikan padamu..semuanya adalah
pesan dariku.. 11 gerbera ungu pastel adalah ucapan selamat ulang tahun
untukmu, yang ke-12 hingga usia 22. Lalu 6 tangkai warna merah, 1 untuk
kelulusanmu, 1 atas kemenanganmu mendapat nilai terbaik saat SD, dan 2
kemenanganmu di perlombaan lukis tingkat daerah, 1 untuk lukisanmu yang masuk
tingkat nasional, dan 1 lagi untuk lukisanmu yang melesat ke internasional..
Selanjutnya 5 warna jingga, untuk semua kemenanganmu di SMP, 3 tangkai untuk
tiga perlombaan yang kau ikuti saat SMP, dan 2 tangkai karena kau lulus SMP
dengan baik dan berhasil masuk dalam 10 besar siswa terbaik.. Berikutnya 3
tangkai gerbera merah pastel, untuk 2 kompetisi yang kau menangkan selama SMA
dan 1 untuk wisuda kelulusan SMAmu. .”
“Kau..”
“Sisanya.. ada sepuluh tangkai yang muncul
karena dunia kampus. 2 tangkai warna ungu untuk dua sayembara yang kau
juarai. 1 kuning untuk karya terbaikmu di awal semester dan 3 kuning lagi
untuk kelulusan seminar, sidang dan wisudamu.. “
“Kau..
sungguh menghitungnya?? ..Semua itu?!”
“..Terakhir..5 tangkai warna putih. Pertama, aku
bersyukur pernah mengenalmu. Kedua, aku bersyukur kembali bertemu denganmu.
Ketiga, bagiku kau orang terhebat yang pernah kukenal. Keempat, kau.. kau adalah
kenangan terbaik yang pernah kumiliki. Dan terakhir,, yang kelima,, jika kita
harus kembali berpisah.. akan kupastikan,, aku akan bertemu lagi
denganmu..”pungkas Askari mengakhiri pengakuannya..
|
@@@
Hari ini, beberapa minggu telah berlalu. Kecanggungan
antara Kaira dan Askari sedikit memudar. Bahkan mungkin jauh lebih baik. Tak
seperti biasanya, yang menghabiskan liburan dengan sepeda motor, kali ini
mereka berdua mencoba sesuatu yang baru. Bus Trans Sarbagita. Setelah mencoba
angkutan feeder Sarbagita berwarna hijau, yang gratis, mereka berhenti
di sebuah halte dan beralih pada bus trans. Tak seperti di Yogayakarta
yang bus trans kotanya selalu penuh sesak. Di Bali ini, bus warna biru ini
relatif kosong dan sedikit jumlahnya. Bukan relatif lagi, tapi saat itu memang
tak ada penumpang lain selain mereka berdua.
“Kau ingin kemana memangnya?”tanya Askari yang duduk
tepat di sebelah Kaira, di bagian paling belakang dari bus itu.
“Entahlah, hanya ingin mencoba transnya saja, masalah
berhenti dimana, kita lihat saja nanti.”
“Hm..baiklah kalau begitu.”
“Mm..apa kau tak suka?”
“Aku
menyukainya, hanya..aku sedikit ngantuk.”aku Askari membuat Kaira tersenyum.
“Tidur saja dulu
kalau begitu.”
“Begitukah?”
“Ya, lagi pula
kita tak ada tujuan, kalau pun naik bus hanya untuk tidur kurasa tak
masalah..”jawab Kaira. Askari pun tertawa kecil lantas perlahan kembali
berwajah serius. “Kau..sedang memikirkan apa?”
“Ah, tak ada.”sahut
Askari kemudian meraih tangan Kaira. “Sepertinya kau yang banyak pikiran..
Berhentilah menyakiti jarimu sendiri..”kata Askari lembut secara tak langsung menyindir
Kaira yang sedang gelisah. Pemuda itu pun menggenggam tangan gadis itu.
“Mm..aku
baik-baik saja. Hanya sedang penasaran, apa yang akan kulakukan di Singapura
minggu depan. “
“Tak usah
dipikirkan, ikuti saja pengarahan bosmu nanti, apa yang perlu kau lakukan di
proyek.”
“Hm.. kau benar.
Lalu.. kau sendiri yakin tak ada masalah? Yang mengganggu pikiranmu?”tanya Kaira
penuh hati-hati.
“Tak ada. Kau
tenang saja.”balas Aska, “Mm.. kau mau melihat sesuatu?”
“Sesuatu? Apa?”
“Buku.”
“Buku apa?”tanya
Kaira lagi. Askari pun mulai mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
Terpampanglah sebuah buku dengan dimensi 21cm x 15cm
dan tebal 1,5 cm ber-hardcover warna merah kecoklatan.
“Apa ini? Buku skechbook
kosong?”tanya kaira saat membuka sampul buku tersebut. Pemuda itu pun
menunjukkan beberapa halaman setelahnya.
“Wah! Buku dongeng! Kau sendiri yang membuatnya?”seru Kaira saat melihat gambar pensil berwarna karya Askari.
“Itu bukan buku dongeng.”
“Ini
buku dongeng bergambar, hanya tinggal diisi cerita saja,,”seru Kaira tampak
begitu ceria. “Apa ini aku?”
“Heem..”Askari pun mengangguk. Tak lama kemudian gadis
itu pun menyusutkan senyum lebarnya saat membuka halaman-halaman berikutnya. Di
buku itu tergambar semua hal yang dilakukannya saat bersama Askari, terlukis
pula suasana tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama dan..
“Yang ini..pasti dongeng..”ucap Kaira lirih saat
menatap dua tokoh itu bersepeda di atas Van Gogh–Roosegaarde bike path
Amsterdam.
“Itu bukan dongeng, itu tujuan kita berikutnya..”sahut
Askari lirih.
Gadis itu pun melanjutkan membaca gambar-gambar itu,
membuka cerita-cerita berikutnya. Sampai pada halaman terakhir, ada dongeng
sungguhan yang terselip. Gadis itu tersenyum dan berpaling ke arah Askari untuk
mengatakan sesuatu, tapi rupanya pemuda itu sudah tertidur. Gadis itu pun
kembali tersenyum pada dirinya sendiri. Memulai diri hendak menyelami kisah
yang tertulis di atas buku dongeng Aska.
Akan tetapi ia kembali berpaling. Kaira terdiam. Matanya
tertuju ke luar jendela. Namun pandangan itu kosong, membiarkan air keluar dari
pelupuknya. Cukup lama, hingga perlahan ia bergerak lagi. Beralih menatap
pemuda di sampingnya dengan seksama. Laki-laki berjaket warna olive itu tengah
tertidur. Ingin gadis itu melihatnya dengan jelas, tetapi yang ada justru air
matanya menderas. Membasahi sampul buku.
Perlahan gadis itu tersenyum sendiri lagi, menghapus air
matanya yang masih belum berhenti mengalir. Menghela napasya dalam-dalam dan
mengumpulkan keberanian melihat ke arah Askari. Kembali menertawakan diri. Kita bahkan belum berpisah,
kau masih di sampingku, namun bagaimana bisa aku sudah merindukanmu? Kau adalah
orang paling jahat yang kukenal. Seseorang yang selalu menjebakku ke dalam
mimpi itu. Dongeng ini, kau membuatku tak bisa lepas darinya. Seakan aku tak
bisa menjadi dewasa. Tak mampu berhenti menjadi pemimpi.. Entah sampai kapan
menjadi pemimpi. Pemimpi yang hanya bisa berharap khayalan itu menjadi
kenyataan, tanpa tahu bagaimana cara mewujudkannya.
Kau begitu menghargaiku dan semua
apa yang kubuat. Itulah alasanku mampu bertahan selama ini. Aku tak ingin
terlihat bodoh karena kau selalu berkata aku pintar. Aku tak ingin menjadi
lemah sebab kau selalu memujiku hebat. Aku pun tak bisa menyerah pada keadaan
sulitku karena kau selalu meyakinkanku jika aku mampu menyelesaikannya. Hingga
di saat semua orang berburu mencari bantuan aku bersikeras melakukan semuanya
sendiri, hanya untuk membuktikan padamu jika aku benar-benar mampu.
Mungkin awalnya aku hanya tak ingin
kalah darimu, meski aku tahu kau akan selalu lebih baik dariku. Namun kini aku
sadar, bagaimana pun, hanya kau yang bisa memberikan inspirasi untukku selama
ini. Setidaknya sejauh ini. Karena keberadaan orang semacam dirimu, aku mendapatkan motivasi untuk
menjalani semuanya. Di saat aku enggan untuk hadir, aku tetap datang. Berharap
berjumpa lagi denganmu, yang mungkin kau tak ingat sedikit pun tentangku saat
itu, sama sepertiku di masa lalu yang sama sekali tak pernah membiarkan dirimu
melintas sejenak pun dalam benakku.
Namun sekali lagi terimakasih. Untuk semua hal yang
tak bisa kusebutkan satu persatu.
Kaira kembali mendesah. Kali ini ia benar-benar
membaca dongeng buatan Askari.
Piyama Hijau
Malam itu sang ibu mendekati putrinya yang sedang asyik
menggambar dengan cat air, ia menggambar pegunungan, pepohonan lengkap dengan
sebuah matahari di tengah kertas. Melihat ibunya yang mendekat di sampingnya,
Sang anak pun bertanya.
“Bu !! Mengapa pohon berwarna hijau??”
“Hmmm.. Kau sungguh ingin tau?”
“Iya, Bu!!”
“Sebenarnya pohon itu tidak berwarna
hijau,”
“Wah, kenapa begitu, Bu?? Aku sudah
terlanjur mewarnainya hijau, Bu!!”
“Hahaha.. tidak apa, kau sudah benar,
ibu hanya akan ceritakan padamu mengapa pohon berwarna hijau, kau ingin tau
pohon sebenarnya berwarna apa?”
“Iya, Bu!! Warna apa, Bu!!”
“Baiklah, ibu akan ceritakan..” Sang
ibu mengambil kertas dan pensil dan mulai bercerita.
“Dahulu kala, pohon bukan berwarna hijau,
melainkan berwarna jingga yang tak lain adalah baju piyama yang ia selalu
kenakan kemana pun. Ia makhluk yang sangat baik dan selalu bahagia. Ia senang
bermain dan berpetualang. Suatu saat, Pohon yang sedang asik dengan
perjalanannya, bertemu dengan Si Matahari yang sedang bersedih. Kemudian
Pohon bertanya kepada Matahari mengapa ia bersedih. Matahari menceritakan
bahwa ia bersedih karena tidak ada seorang pun yang ingin melihatnya, ia
sangat cerah dan menyilaukan.” Sang ibu kemudian menggambar pohon dan
matahari dengan pensilnya.
“Iya, Bu!! Matahari itu silauu! Terus,
Bu??”
“Kemudian Pohon menawarkan bantuan,
dengan bertukar Piyama yang ia kenakan, dengan baju milik Matahari. Mereka
pun bertukar pakaian, Matahari sangat indah ketika mengenakan pakaian Pohon.
Kini semua orang senang melihat Matahari dengan piyama jingganya. Kita dapat
melihat Matahari dengan piyama saat ia baru terbagun di pagi hari dan saat ia
akan terlelap di sore hari” Sang Ibu kemudian mengambil kuas dan menggambar
matahari dengan warna jingga
“Waah, iya! Indah sekali, Bu!! Lalu
bagaimana dengan Pohon???”
“Pohon kemudian melanjutkan
perjalanannya, ia mengenakan baju Matahari yang berwarna kuning..” Sang ibu
memberi warna pohon dengan warna kuning
“Terus, Bu??”
“Kemudian ia bertemu dengan hujan yang
berjatuhan dari langit. Hujan beteriak meminta pertolongan pada Pohon yang
ada dibawahnya untuk menangkapnya..” sang ibu pun menggambar titik-titik
hujan berwarna biru pada kertas itu”
“Terus bu?? Apakah Pohon mau menolongnya??”
“Tentu.. Pohon menolongnya, ia
menangkap titik-titik air hujan yang berjatuhan dengan segala kemampuannya,
dan inilah yang terjadi..” Sang ibu mencampurkan warna air hujan pada warna
Pohon hingga semua menjadi hijau.
“Wuooowww,. Menakjubkan, Bu!”
“Hujan sangat berterimakasih kepada
Pohon, jika tidak ada Pohon yang menahannya ia akan jatuh tergelincir menjadi
banjir dimana-mana. Pohon kemudian melanjutkan perjalanannya.”
“Terus, terus, Bu?”
“Dalam perjalannanya Pohon menemukan si
Tanah yang sedang kelelahan, ia menjaga agar ia tidak terjatuh dari tebing.
Pohon kemudian mendekat mencoba membantu Si Tanah. Pohon dan Tanah saling
berpegang erat agar Tanah tidak terjatuh.” Sang ibu menyelesaikan gambarnya
dengan sebuah pohon lengkap dengan tanah, batang dan akarnya.
“Apakah pohon dan tanah akan terus
seperti itu, Bu?”
“Iya..Sejak saat itu Pohon tidak dapat
bergerak dan berjalan lagi, dan petualangan Pohon pun berakhir. Si Tanah
sangat berterimakasih pada Pohon karena menjaganya dari longsor. Begitulah
pentingnya Pohon bagi kehidupan. Kini Matahari, Hujan, Tanah dan Pohon hidup
dalam harmoni. ”
-end
-By ASQ |
@@@
Tanpa sadar sepertinya Kaira telah memasuki daerah
yang asing baginya, saat ia kembali melihat keluar jendela. Dilihatnya sekilas
Askari masih pulas dalam tidur siangnya. Sesaat bingung harus berbuat apa, tapi
sesaat kemudian ia telah kembali tenang. Kenapa harus bingung, kalau pun
salah arah, pasti akan ada jalan kembali, kan. Begitu pula tentangnya, aku pun
sering bertemu dengan banyak orang, terlibat dengan berbagai macam hal, seperti
petualangan itu.. ada saatnya semua akan berhenti pada tempat yang benar..tak
pedulikan apa saja dan siapa saja yang pernah ia lalui.. Yang perlu kami
lakukan hanyalah, menikmati semua perjalanan ini..
(^-^) / THE END \(^-^)
Denpasar, 5 September 2015
^-^ The event, characters, and
firms depicted in this picture are fictitious. Any similarity to actual
persons, living or dead, or actual firms is coincidental ^-^
No comments:
Post a Comment