2015-09-05

INDIRECT LETTER (part5-end)


 “Apa maksudmu? Kenapa kau tanya begitu? Darimana kau tahu tentang hal itu?”tanya Kaira penuh emosi. Askari pun memalingkan wajahnya seakan baru tersadar ia telah melakukan sebuah kesalahan.  “Aska? Jawab aku?!”desak gadis itu kembali mendekat. “Siapa kau sebenarnya?!”
“Jika kau mengulang pertanyaanmu lagi, apakah kau mampu membuatku peduli? Kau telah berhasil! Bahkan jauh sebelum rasa penasaranmu itu muncul..”ucap Askari begitu lirih nyaris tak terdengar.
“Tak mungkin.. kau bercanda, kan?”
“Terserah apa katamu.. Tapi.. aku memang sempat bersekolah di tempat yang sama denganmu saat SD. Aku pun takkan menyalahkanmu jika kau lupa. Hanya saja.. Maafkan aku.. untuk semuanya..”
@@@
Seperti boneka hidup, Kaira hanya mampu memandangi catatan di buku tebal itu. Meski beberapa kali ia membuka buku itu, tak pernah ia membacanya selain hanya untuk menatap bunga-bunga kering yang tersisipkan. Setelah sekian lama, akhirnya ada satu halaman terbaca. Daftar nama murid SD di kelasnya dulu yang sempat disalinnya dari buku absen. Namun setelah menyadari dan memahami semuanya, ia justru tak tahu harus berbuat apa. Baginya, apa yang dialaminya adalah sebuah mimpi panjang yang sulit dipercayainya.
Dari 40 orang anak, dari abjad A sampai Z, tak ada nama Askari sama sekali. Tapi sebuah catatan kaki masih jelas di bawah tabel itu. Ada juga Renata anak baru saat kelas 5. Lalu ada juga yang bernama Putra pindah kelas 2 dan Aska pindah saat kelas 4.

“..Aku pindah ke Jakarta di tahun keempat karena ayahku pindah tugas. Tapi tahun berikutnya aku masih kembali untuk liburan saat ayahku ada keperluan di Malang.. Saat itu aku tak bisa lagi ke sekolah menemuimu, karena itulah bunga yang terakhir aku taruh di kotak pos rumah pamanmu.. “papar Aska panjang lebar. “..Untuk tahun berikutnya, kami semua benar-benar tak ada urusan lagi di Malang, aku sama sekali tak bisa kembali. Karena itu sebagai gantinya, aku kirimkan 35 tangkai gerbera bersama bunga-bunga lainnya dalam satu hari. Wisuda sarjanamu. Awalnya aku ingin menuliskan sesuatu, tapi saat itu aku merasa kartu ucapan itu tak muat.. Ada banyak hal yang ingin kusampaikan, yang.. yang sangat sulit kukatakan..”
“Dan kau memilih merahasiakannya tanpa mengungkapnya sedikit pun?”
“Tidak.. aku akan menjelaskannya.. Akan kujelaskan semuanya..”sahut Aska cepat namun terhenti dan pemuda itu kembali tertunduk tertegun. “..Sesungguhnya.. dari 35 gerbera yang kuberikan padamu..semuanya adalah pesan dariku.. 11 gerbera ungu pastel adalah ucapan selamat ulang tahun untukmu, yang ke-12 hingga usia 22. Lalu 6 tangkai warna merah, 1 untuk kelulusanmu,  1 atas kemenanganmu mendapat nilai terbaik saat SD, dan 2 kemenanganmu di perlombaan lukis tingkat daerah, 1 untuk lukisanmu yang masuk tingkat nasional, dan 1 lagi untuk lukisanmu yang melesat ke internasional.. Selanjutnya 5 warna jingga, untuk semua kemenanganmu di SMP, 3 tangkai untuk tiga perlombaan yang kau ikuti saat SMP, dan 2 tangkai karena kau lulus SMP dengan baik dan berhasil masuk dalam 10 besar siswa terbaik.. Berikutnya 3 tangkai gerbera merah pastel, untuk 2 kompetisi yang kau menangkan selama SMA dan 1 untuk wisuda kelulusan SMAmu. .”
“Kau..”
“Sisanya..  ada sepuluh tangkai yang muncul karena dunia kampus. 2 tangkai warna ungu untuk dua sayembara yang kau juarai. 1 kuning untuk karya terbaikmu di awal semester dan 3 kuning lagi untuk kelulusan seminar, sidang dan wisudamu.. “
“Kau.. sungguh menghitungnya?? ..Semua itu?!”
“..Terakhir..5 tangkai warna putih. Pertama, aku bersyukur pernah mengenalmu. Kedua, aku bersyukur kembali bertemu denganmu. Ketiga, bagiku kau orang terhebat yang pernah kukenal. Keempat, kau.. kau adalah kenangan terbaik yang pernah kumiliki. Dan terakhir,, yang kelima,, jika kita harus kembali berpisah.. akan kupastikan,, aku akan bertemu lagi denganmu..”pungkas Askari mengakhiri pengakuannya..
@@@
Hari ini, beberapa minggu telah berlalu. Kecanggungan antara Kaira dan Askari sedikit memudar. Bahkan mungkin jauh lebih baik. Tak seperti biasanya, yang menghabiskan liburan dengan sepeda motor, kali ini mereka berdua mencoba sesuatu yang baru. Bus Trans Sarbagita. Setelah mencoba angkutan feeder Sarbagita berwarna hijau, yang gratis, mereka berhenti di sebuah halte dan beralih pada bus trans.  Tak seperti di Yogayakarta yang bus trans kotanya selalu penuh sesak. Di Bali ini, bus warna biru ini relatif kosong dan sedikit jumlahnya. Bukan relatif lagi, tapi saat itu memang tak ada penumpang lain selain mereka berdua.
“Kau ingin kemana memangnya?”tanya Askari yang duduk tepat di sebelah Kaira, di bagian paling belakang dari bus itu.
“Entahlah, hanya ingin mencoba transnya saja, masalah berhenti dimana, kita lihat saja nanti.”
“Hm..baiklah kalau begitu.”
“Mm..apa kau tak suka?”
“Aku menyukainya, hanya..aku sedikit ngantuk.”aku Askari membuat Kaira tersenyum.
“Tidur saja dulu kalau begitu.”
“Begitukah?”
“Ya, lagi pula kita tak ada tujuan, kalau pun naik bus hanya untuk tidur kurasa tak masalah..”jawab Kaira. Askari pun tertawa kecil lantas perlahan kembali berwajah serius. “Kau..sedang memikirkan apa?”
“Ah, tak ada.”sahut Askari kemudian meraih tangan Kaira. “Sepertinya kau yang banyak pikiran.. Berhentilah menyakiti jarimu sendiri..”kata Askari lembut secara tak langsung menyindir Kaira yang sedang gelisah. Pemuda itu pun menggenggam tangan gadis itu.
“Mm..aku baik-baik saja. Hanya sedang penasaran, apa yang akan kulakukan di Singapura minggu depan. “
“Tak usah dipikirkan, ikuti saja pengarahan bosmu nanti, apa yang perlu kau lakukan di proyek.”
“Hm.. kau benar. Lalu.. kau sendiri yakin tak ada masalah? Yang mengganggu pikiranmu?”tanya Kaira penuh hati-hati.
“Tak ada. Kau tenang saja.”balas Aska, “Mm.. kau mau melihat sesuatu?”
“Sesuatu? Apa?”
“Buku.”
“Buku apa?”tanya Kaira lagi. Askari pun mulai mengeluarkan sesuatu dari tasnya.

Terpampanglah sebuah buku dengan dimensi 21cm x 15cm dan tebal 1,5 cm ber-hardcover warna merah kecoklatan.
Apa ini? Buku skechbook kosong?”tanya kaira saat membuka sampul buku tersebut. Pemuda itu pun menunjukkan beberapa halaman setelahnya.
“Wah! Buku dongeng! Kau sendiri yang membuatnya?”seru Kaira saat melihat gambar pensil berwarna karya Askari.
“Itu bukan buku dongeng.”
            “Ini buku dongeng bergambar, hanya tinggal diisi cerita saja,,”seru Kaira tampak begitu ceria. “Apa ini aku?”
“Heem..”Askari pun mengangguk. Tak lama kemudian gadis itu pun menyusutkan senyum lebarnya saat membuka halaman-halaman berikutnya. Di buku itu tergambar semua hal yang dilakukannya saat bersama Askari, terlukis pula suasana tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi bersama dan..
“Yang ini..pasti dongeng..”ucap Kaira lirih saat menatap dua tokoh itu bersepeda di atas Van Gogh–Roosegaarde bike path Amsterdam.
“Itu bukan dongeng, itu tujuan kita berikutnya..”sahut Askari lirih.
Gadis itu pun melanjutkan membaca gambar-gambar itu, membuka cerita-cerita berikutnya. Sampai pada halaman terakhir, ada dongeng sungguhan yang terselip. Gadis itu tersenyum dan berpaling ke arah Askari untuk mengatakan sesuatu, tapi rupanya pemuda itu sudah tertidur. Gadis itu pun kembali tersenyum pada dirinya sendiri. Memulai diri hendak menyelami kisah yang tertulis di atas buku dongeng Aska.
Akan tetapi ia kembali berpaling. Kaira terdiam. Matanya tertuju ke luar jendela. Namun pandangan itu kosong, membiarkan air keluar dari pelupuknya. Cukup lama, hingga perlahan ia bergerak lagi. Beralih menatap pemuda di sampingnya dengan seksama. Laki-laki berjaket warna olive itu tengah tertidur. Ingin gadis itu melihatnya dengan jelas, tetapi yang ada justru air matanya menderas. Membasahi sampul buku.
Perlahan gadis itu tersenyum sendiri lagi, menghapus air matanya yang masih belum berhenti mengalir. Menghela napasya dalam-dalam dan mengumpulkan keberanian melihat ke arah Askari. Kembali menertawakan diri. Kita bahkan belum berpisah, kau masih di sampingku, namun bagaimana bisa aku sudah merindukanmu? Kau adalah orang paling jahat yang kukenal. Seseorang yang selalu menjebakku ke dalam mimpi itu. Dongeng ini, kau membuatku tak bisa lepas darinya. Seakan aku tak bisa menjadi dewasa. Tak mampu berhenti menjadi pemimpi.. Entah sampai kapan menjadi pemimpi. Pemimpi yang hanya bisa berharap khayalan itu menjadi kenyataan, tanpa tahu bagaimana cara mewujudkannya.
Kau begitu menghargaiku dan semua apa yang kubuat. Itulah alasanku mampu bertahan selama ini. Aku tak ingin terlihat bodoh karena kau selalu berkata aku pintar. Aku tak ingin menjadi lemah sebab kau selalu memujiku hebat. Aku pun tak bisa menyerah pada keadaan sulitku karena kau selalu meyakinkanku jika aku mampu menyelesaikannya. Hingga di saat semua orang berburu mencari bantuan aku bersikeras melakukan semuanya sendiri, hanya untuk membuktikan padamu jika aku benar-benar mampu.
Mungkin awalnya aku hanya tak ingin kalah darimu, meski aku tahu kau akan selalu lebih baik dariku. Namun kini aku sadar, bagaimana pun, hanya kau yang bisa memberikan inspirasi untukku selama ini. Setidaknya sejauh ini. Karena keberadaan orang semacam dirimu, aku mendapatkan motivasi untuk menjalani semuanya. Di saat aku enggan untuk hadir, aku tetap datang. Berharap berjumpa lagi denganmu, yang mungkin kau tak ingat sedikit pun tentangku saat itu, sama sepertiku di masa lalu yang sama sekali tak pernah membiarkan dirimu melintas sejenak pun dalam benakku.
Namun sekali lagi terimakasih. Untuk semua hal yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
Kaira kembali mendesah. Kali ini ia benar-benar membaca dongeng buatan Askari.
Piyama Hijau

Malam itu sang ibu mendekati putrinya yang sedang asyik menggambar dengan cat air, ia menggambar pegunungan, pepohonan lengkap dengan sebuah matahari di tengah kertas. Melihat ibunya yang mendekat di sampingnya, Sang anak pun bertanya.
   “Bu !! Mengapa pohon berwarna hijau??”
   “Hmmm.. Kau sungguh ingin tau?”
   “Iya, Bu!!”
   “Sebenarnya pohon itu tidak berwarna hijau,”
   “Wah, kenapa begitu, Bu?? Aku sudah terlanjur mewarnainya hijau, Bu!!”
   “Hahaha.. tidak apa, kau sudah benar, ibu hanya akan ceritakan padamu mengapa pohon berwarna hijau, kau ingin tau pohon sebenarnya berwarna apa?”
   “Iya, Bu!! Warna apa, Bu!!”
   “Baiklah, ibu akan ceritakan..” Sang ibu mengambil kertas dan pensil dan mulai bercerita.
   “Dahulu kala, pohon bukan berwarna hijau, melainkan berwarna jingga yang tak lain adalah baju piyama yang ia selalu kenakan kemana pun. Ia makhluk yang sangat baik dan selalu bahagia. Ia senang bermain dan berpetualang. Suatu saat, Pohon yang sedang asik dengan perjalanannya, bertemu dengan Si Matahari yang sedang bersedih. Kemudian Pohon bertanya kepada Matahari mengapa ia bersedih. Matahari menceritakan bahwa ia bersedih karena tidak ada seorang pun yang ingin melihatnya, ia sangat cerah dan menyilaukan.” Sang ibu kemudian menggambar pohon dan matahari dengan pensilnya.
   “Iya, Bu!! Matahari itu silauu! Terus, Bu??”
   “Kemudian Pohon menawarkan bantuan, dengan bertukar Piyama yang ia kenakan, dengan baju milik Matahari. Mereka pun bertukar pakaian, Matahari sangat indah ketika mengenakan pakaian Pohon. Kini semua orang senang melihat Matahari dengan piyama jingganya. Kita dapat melihat Matahari dengan piyama saat ia baru terbagun di pagi hari dan saat ia akan terlelap di sore hari” Sang Ibu kemudian mengambil kuas dan menggambar matahari dengan warna jingga
   “Waah, iya! Indah sekali, Bu!! Lalu bagaimana dengan Pohon???”
   “Pohon kemudian melanjutkan perjalanannya, ia mengenakan baju Matahari yang berwarna kuning..” Sang ibu memberi warna pohon dengan warna kuning
   “Terus, Bu??”
   “Kemudian ia bertemu dengan hujan yang berjatuhan dari langit. Hujan beteriak meminta pertolongan pada Pohon yang ada dibawahnya untuk menangkapnya..” sang ibu pun menggambar titik-titik hujan berwarna biru pada kertas itu”
   “Terus bu?? Apakah Pohon mau menolongnya??”
   “Tentu.. Pohon menolongnya, ia menangkap titik-titik air hujan yang berjatuhan dengan segala kemampuannya, dan inilah yang terjadi..” Sang ibu mencampurkan warna air hujan pada warna Pohon hingga semua menjadi hijau.
   “Wuooowww,. Menakjubkan, Bu!”
   “Hujan sangat berterimakasih kepada Pohon, jika tidak ada Pohon yang menahannya ia akan jatuh tergelincir menjadi banjir dimana-mana. Pohon kemudian melanjutkan perjalanannya.”
   “Terus, terus, Bu?”
   “Dalam perjalannanya Pohon menemukan si Tanah yang sedang kelelahan, ia menjaga agar ia tidak terjatuh dari tebing. Pohon kemudian mendekat mencoba membantu Si Tanah. Pohon dan Tanah saling berpegang erat agar Tanah tidak terjatuh.” Sang ibu menyelesaikan gambarnya dengan sebuah pohon lengkap dengan tanah, batang dan akarnya.
   “Apakah pohon dan tanah akan terus seperti itu, Bu?”
   “Iya..Sejak saat itu Pohon tidak dapat bergerak dan berjalan lagi, dan petualangan Pohon pun berakhir. Si Tanah sangat berterimakasih pada Pohon karena menjaganya dari longsor. Begitulah pentingnya Pohon bagi kehidupan. Kini Matahari, Hujan, Tanah dan Pohon hidup dalam harmoni. ”

-end

-By ASQ
@@@
Tanpa sadar sepertinya Kaira telah memasuki daerah yang asing baginya, saat ia kembali melihat keluar jendela. Dilihatnya sekilas Askari masih pulas dalam tidur siangnya. Sesaat bingung harus berbuat apa, tapi sesaat kemudian ia telah kembali tenang. Kenapa harus bingung, kalau pun salah arah, pasti akan ada jalan kembali, kan. Begitu pula tentangnya, aku pun sering bertemu dengan banyak orang, terlibat dengan berbagai macam hal, seperti petualangan itu.. ada saatnya semua akan berhenti pada tempat yang benar..tak pedulikan apa saja dan siapa saja yang pernah ia lalui.. Yang perlu kami lakukan hanyalah, menikmati semua perjalanan ini..

(^-^) / THE END \(^-^)
Denpasar, 5 September 2015

^-^ The event, characters, and firms depicted in this picture are fictitious. Any similarity to actual persons, living or dead, or actual firms is coincidental   ^-^




No comments:

Post a Comment