2015-09-21

Aroma, Jejak Memori (1)

Klik mouse dan ketukan keyboard menderu di tengah keheningan ruang kerja Radya hari itu. Enam orang di ruang yang sama itu sibuk bergulat dengan garis-garis berwarna di atas latar hitam di monitornya. Aroma dupa sudah tersingkir saat menjelang siang. Kini angin yang tadinya bertiup dari sela-sela pohon kamboja dan kersen di halaman, terhalang masuk oleh kaca jendela yang kini menutup. Seperti biasa, saat matahari meninggi, sistem sirkulasi udara dalam ruang diganti. Seperti biasa pula, Radya tak pedulikan itu, toh bukan urusannya, menutup atau membuka jendela adalah pekerjaan para OB.
Pukul 10.55 WITA saat gadis itu melirik jam di sudut kanan bawah monitor. Masih di depan jendela aplikasi cad, harusnya ia tetap bekerja. Akan tetapi organ motoriknya seakan terputus sambungannya membuat Radya mematung secara tiba-tiba. Syaraf penciumannya menangkap sesuatu, semacam virus yang mengacak-acak file-file di otaknya. Foto imajiner berserakan keluar dari foldernya, menampilkan secara acak kilauan cahaya laptop, terangnya lampu di sebuah ruang penuh gadget, rak-rak buku, gerimis di malam hari, pita polka dot, lift dan kegelapan bus malam. Bayangan kabur itu memutar secara acak seolah menarik keluar oksigen dalam tubuh Radya.
“Hei! kenapa?”tegur Fong rekan kerja yang duduk di kiri Radya. “Kok bengong? Ada masalah?”lanjut gadis sipit berkacamata itu.
Nothing.” Jawab Radya singkat.
“Hm..ya sudah kalau begitu.” Sahut Fong tak benar-benar acuh saat Radya meraih gelas dan sedikit meneguk air minumnya.
Keduanya pun kembali pada pekerjaannya. Namun sesaat Radya berpaling dari monitor. Menengok ke belakang, ke arah pendingin ruangan.
Ah, jadi pewanginya ganti.” bisiknya dalam hati saat melihat kemasan pengharum ruangan yang tergantung  biasanya berwarna biru, kini menjadi kuning-jingga.
@@@
Petang itu Radya langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Melepas penatnya di sisi Azky, boneka beruang miliknya.
“Hai, Azky! Apa kabar? Hm..apa kau tak capek tidur seharian?”sapa Radya bangkit membangunkan Azky yang sedang tiduran untuk duduk. “Kau pasti merindukan aku, kan!”seru gadis itu dan memeluk Azky.
Radya pun memejamkan matanya. Sejenak mengistirahatkan indera penglihatannya,  seraya menghirup aroma yang tersisa di dasi pita polka dot milik Azky. Dalam kegelapan, Radya memutar video rahasianya, tentang sebuah malam di masa lalu. Hari itu angin bertiup kencang saat gerimis turun.  Membuat gadis yang tengah dibonceng temannya itu cemas. Berharap hujan itu tak semakin deras. Detik itu bukan aroma tanah seperti yang biasa tercium saat hujan. Tapi aroma ruangan itu, aroma menyengat dari galeri gadget tempat mereka berdua menetap selama 2 jam, yang masih saja membekas.
Video itu berjalan mundur. Kembali ke ruang itu. Dimana Stella berbaju kuning-jingga itu menari-nari di dekat AC yang ada di sudut ruang, tepatnya di belakang atas tempat Radya duduk. Detik itu bukanlah sebuah aroma yang penting, terabaikan begitu saja. Kisah-kisah dalam obrolan Radya dan Ehan menjadi lebih penting. Terutama bagi Radya, yang seolah barusaja menemukan sebuah tong yang mau menampung cerita-ceritanya yang tak penting.
Sampai kemudian, datanglah di hadapan mereka berdua, kilauan lampu yang menyeruak dari sela-sela keyboard dan monitor ASUS notebook N46VZ.  Notebook yang telah dilengkapi sejak dua jam lalu. Detik itu semua yang terjadi hanya peristiwa biasa. Hingga perlahan dalam video itu tampillah sepiring pancake dengan saus coklat dan ice cream vanilla.
“Ah, Azky, aku lapar, ayo kita buat makanan..”kata Radya meninggalkan bioskop khayalannya, mengajak boneka pemberian Ehan itu makan malam bersama.
@@@
Seperti biasa, kantornya selalu sibuk. Termasuk Radya yang ribet menyiapkan dokumen-dokumen yang hendak dibawanya meeting dengan kontraktor. Setelah lengkap ia pun bergegas menuju kawasan Kuta. Sekitar setengah jam lebih di perjalanan ia pun berhenti di basement parkir Aston Kuta Royal Tower, hotel yang hendak direnovasi di beberapa bagiannya. Gadis itu cepat-cepat menuju lobby lift groundfloor yang tak jauh dari tempatnya parkir motor, tak lama kemudian ia pun sudah di dalam lift menuju rooftop bar. Dalam hitungan menit itu, Radya kembali beku. Dunia nyatanya berhenti.
Di saat lift itu meluncur ke atas, perlahan muncul sosok Illa, yang kemudian datang pula Sandra, yang keduanya adalah sahabat dekatnya, hingga yang terakhir Ehan.
“Ah, tumben baunya enak.”celetuk Sandra.
“Biasa saja.”sahut Illa.
“Tapi lebih enak, dari pada biasanya yang bikin pusing.”
“Hm..iya sih.”sahut Radya.
“Memangnya kau belum pernah ke gazebo lantai tiga?”tanya Illa pada Ehan
“Belum,” jawab Ehan. “Mungkin karena tak pernah ada urusan di lantai tiga.” Lanjutnya saat pintu lift terbuka.
“Oke, kalau begitu, kita kenalkan, ini lantai tiga dekanat, nah itu tempat kita makan siang setiap hari!” seru Sandra dan Radya saat ketiganya benar-benar mendarat di lobby lift yang memiliki tiga koridor alternatif, lurus menuju roof garden, ke kiri menuju restroom  dan ruang kantor sedangkan ke kanan adalah koridor ruang rapat dan pantry.
Radya pun membuka pintu keluar, memasuki area roof garden lantai tiga gedung dekanat fakultasnya itu. Namun bukan pemandangan gazebo dengan bangku-bangku besi yang seperti biasa ditemuinya, melainkan meja bar memanjang dengan petugas resto berseragam yang sedang sibuk kesana kemari. Bukan lagi pemandangan Arjuna, melainkan awan Dewata. Bukan lagi sosok jembatan Soekarno-Hatta di bawah sana, namun deret rumah tradisional Bali merapat.
“Hei, Radya!” seru pak Beni tak jauh dari tempat Radya berdiri. Wakil pihak hotel itu sudah berkumpul bersama dua pria lain dari tim kontraktor. Gadis itu pun memakai topeng imajinernya dan tersenyum, lantas bergegas menghampiri.
Semua..sudah berbeda.. Semua, sudah setahun berlalu..Aku di lokasi  yang jauh berbeda..
@@@
"Jika kau memiliki doraemon, alat apa yang paling kau inginkan dari kantong ajaibnya?"


# Be continue.. 

No comments:

Post a Comment