Klik mouse dan ketukan keyboard
menderu di tengah keheningan ruang kerja Radya hari itu. Enam orang di ruang
yang sama itu sibuk bergulat dengan garis-garis berwarna di atas latar hitam di
monitornya. Aroma dupa sudah tersingkir saat menjelang siang. Kini angin yang tadinya
bertiup dari sela-sela pohon kamboja dan kersen di halaman, terhalang masuk
oleh kaca jendela yang kini menutup. Seperti biasa, saat matahari meninggi,
sistem sirkulasi udara dalam ruang diganti. Seperti biasa pula, Radya tak
pedulikan itu, toh bukan urusannya, menutup atau membuka jendela adalah
pekerjaan para OB.
Pukul 10.55 WITA saat gadis itu
melirik jam di sudut kanan bawah monitor. Masih di depan jendela aplikasi cad, harusnya ia tetap bekerja. Akan tetapi
organ motoriknya seakan terputus sambungannya membuat Radya mematung secara
tiba-tiba. Syaraf penciumannya menangkap sesuatu, semacam virus yang
mengacak-acak file-file di otaknya. Foto imajiner berserakan keluar dari
foldernya, menampilkan secara acak kilauan cahaya laptop, terangnya lampu di
sebuah ruang penuh gadget, rak-rak buku, gerimis di malam hari, pita polka dot,
lift dan kegelapan bus malam. Bayangan kabur itu memutar secara acak seolah
menarik keluar oksigen dalam tubuh Radya.
“Hei! kenapa?”tegur Fong rekan kerja
yang duduk di kiri Radya. “Kok bengong? Ada masalah?”lanjut gadis sipit
berkacamata itu.
“Nothing.”
Jawab Radya singkat.
“Hm..ya sudah kalau begitu.” Sahut Fong
tak benar-benar acuh saat Radya meraih gelas dan sedikit meneguk air minumnya.
Keduanya pun kembali pada
pekerjaannya. Namun sesaat Radya berpaling dari monitor. Menengok ke belakang,
ke arah pendingin ruangan.
“Ah,
jadi pewanginya ganti.” bisiknya dalam hati saat melihat kemasan pengharum
ruangan yang tergantung biasanya
berwarna biru, kini menjadi kuning-jingga.
@@@
Petang itu Radya langsung merebahkan
diri di atas tempat tidurnya. Melepas penatnya di sisi Azky, boneka beruang
miliknya.
“Hai, Azky! Apa kabar? Hm..apa kau
tak capek tidur seharian?”sapa Radya bangkit membangunkan Azky yang sedang
tiduran untuk duduk. “Kau pasti merindukan aku, kan!”seru gadis itu dan memeluk
Azky.
Radya pun memejamkan matanya. Sejenak
mengistirahatkan indera penglihatannya, seraya
menghirup aroma yang tersisa di dasi pita polka dot milik Azky. Dalam kegelapan,
Radya memutar video rahasianya, tentang sebuah malam di masa lalu. Hari itu angin
bertiup kencang saat gerimis turun. Membuat gadis yang tengah dibonceng temannya
itu cemas. Berharap hujan itu tak semakin deras. Detik itu bukan aroma tanah
seperti yang biasa tercium saat hujan. Tapi aroma ruangan itu, aroma menyengat
dari galeri gadget tempat mereka berdua menetap selama 2 jam, yang masih saja
membekas.
Video itu berjalan mundur. Kembali ke
ruang itu. Dimana Stella berbaju
kuning-jingga itu menari-nari di dekat AC yang ada di sudut ruang, tepatnya di
belakang atas tempat Radya duduk. Detik itu bukanlah sebuah aroma yang penting,
terabaikan begitu saja. Kisah-kisah dalam obrolan Radya dan Ehan menjadi lebih
penting. Terutama bagi Radya, yang seolah barusaja menemukan sebuah tong yang
mau menampung cerita-ceritanya yang tak penting.
Sampai kemudian, datanglah di
hadapan mereka berdua, kilauan lampu yang menyeruak dari sela-sela keyboard dan monitor ASUS notebook N46VZ. Notebook yang telah dilengkapi sejak dua jam
lalu. Detik itu semua yang terjadi hanya peristiwa biasa. Hingga perlahan dalam
video itu tampillah sepiring pancake dengan
saus coklat dan ice cream vanilla.
“Ah, Azky, aku lapar, ayo kita buat
makanan..”kata Radya meninggalkan bioskop
khayalannya, mengajak boneka pemberian Ehan itu makan malam bersama.
@@@
Seperti biasa, kantornya selalu
sibuk. Termasuk Radya yang ribet menyiapkan dokumen-dokumen yang hendak
dibawanya meeting dengan kontraktor.
Setelah lengkap ia pun bergegas menuju kawasan Kuta. Sekitar setengah jam lebih
di perjalanan ia pun berhenti di basement parkir Aston Kuta Royal Tower, hotel
yang hendak direnovasi di beberapa bagiannya. Gadis itu cepat-cepat menuju
lobby lift groundfloor yang tak jauh
dari tempatnya parkir motor, tak lama kemudian ia pun sudah di dalam lift
menuju rooftop bar. Dalam hitungan
menit itu, Radya kembali beku. Dunia nyatanya berhenti.
Di saat lift itu meluncur ke atas,
perlahan muncul sosok Illa, yang kemudian datang pula Sandra, yang keduanya
adalah sahabat dekatnya, hingga yang terakhir Ehan.
“Ah, tumben baunya enak.”celetuk
Sandra.
“Biasa saja.”sahut Illa.
“Tapi lebih enak, dari pada biasanya
yang bikin pusing.”
“Hm..iya sih.”sahut Radya.
“Memangnya kau belum pernah ke
gazebo lantai tiga?”tanya Illa pada Ehan
“Belum,” jawab Ehan. “Mungkin karena
tak pernah ada urusan di lantai tiga.” Lanjutnya saat pintu lift terbuka.
“Oke, kalau begitu, kita kenalkan,
ini lantai tiga dekanat, nah itu tempat kita makan siang setiap hari!” seru
Sandra dan Radya saat ketiganya benar-benar mendarat di lobby lift yang
memiliki tiga koridor alternatif, lurus menuju roof garden, ke kiri menuju restroom
dan ruang kantor sedangkan ke kanan
adalah koridor ruang rapat dan pantry.
Radya pun membuka pintu keluar, memasuki
area roof garden lantai tiga gedung
dekanat fakultasnya itu. Namun bukan pemandangan gazebo dengan bangku-bangku
besi yang seperti biasa ditemuinya, melainkan meja bar memanjang dengan petugas
resto berseragam yang sedang sibuk kesana kemari. Bukan lagi pemandangan
Arjuna, melainkan awan Dewata. Bukan lagi sosok jembatan Soekarno-Hatta di bawah
sana, namun deret rumah tradisional Bali merapat.
“Hei, Radya!” seru pak Beni tak jauh
dari tempat Radya berdiri. Wakil pihak hotel itu sudah berkumpul bersama dua
pria lain dari tim kontraktor. Gadis itu pun memakai topeng imajinernya dan tersenyum,
lantas bergegas menghampiri.
Semua..sudah berbeda..
Semua, sudah setahun berlalu..Aku di lokasi yang jauh berbeda..
@@@
"Jika kau memiliki doraemon, alat apa yang paling kau inginkan dari kantong ajaibnya?"
# Be continue..
# Be continue..
No comments:
Post a Comment