2015-01-19

Short Journey to Yogyakarta : UGM dan Tamansari



Setelah kemarin bersenang-senang dengan Monjali, hari ini aku dan Rica lebih fokus kepada perjalanan kami berikutnya, tujuan utama kami, TM Sayembara Desain UGM. Hmm..bukan tujuan utama juga, tujuan terpentingnya adalah jalan-jalan.. ~(^-^~)   \(^o^)/   (~^-^)~   Pagi itu kami berangkat ke UGM diantar oleh pamanku dengan sepeda motornya. Ya hanya dengan pamanku dan sepeda motornya. Namun bukan berarti cenglu melainkan omku bolak-balik. Ya, untungnya UGM nggak jauh..
Sesampainya di UGM, kami merasa seperti alien yang jatuh ke bumi. Kebingungan mencari tempat pertemuan. Mencari lokasi gedung Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Mengamati setiap keramaian yang memungkinkan itu adalah peserta sayembara dari kampus lain. Sesaat kami menghibur diri mengamati rumah bambu bertingkat dua di tepi jalan, instalasi yang khas menandakan itu kerjaan anak arsi. Sampai setelah itu kami akhirnya menemukan tempat yang kami cari. Tapi karena masih ada waktu kami berkeliling sejenak di luar mengelilingi area yang mirip hutan kecil itu sambil membicarakan komik golongan darah, juga nyamuk yang sangat suka dengan darah O.

  Merasa kagum dengan kampus ini. Bagaimana pun dulu sempat ingin kuliah di kampus tersebut. Hanya saja ketinggalan info untuk masuk jalur PSB dan karena malas mikir ikut tes SMNPTN, akhirnya pilih jalur PSB di kota sendiri. Hari ini di UGM ada banyak kegiatan. Tak jauh beda dengan di UB, ada pameran, workshop gambar sketsa dan beberapa kegiatan lainnya. Kegiatan TM usai setelah makan siang. Setelah itu kami foto-foto!! Kerjaan basi tapi tabu untuk dilewatkan :D

Perjalanan keluar kampus… Kami berhenti di tengah jalan. Seperti Dora, kami menjadi percari jalan dan petunjuk. Benar-benar buta arah. Sebuah kebodohan karena tak memperhatikan jalan datang. Akhirnya Rica pun menghubungi temannya. Kami pun mendapat beberapa kata kunci petunjuk, yaitu Selatan,  Dr. Sarjito, Shelter Trans Jogja. Kami bersorak gembira mendapatkan petunjuk itu, tapi.. Kemana arah Selatan itu?? Akhirnya kami download kompas lebih dulu melalui smartphone milik Rica..   (-____-)
Akhirnya kami sudah mendapatkan lokasi yang dimaksud petunjuk kedua. Ini pertama kalinya kami disini, dan belum mengenal Trans. Harap maklum, di Malang dan Kediri saat itu belum ada, jadi kami kembali bertanya, Bagaimana bentuk shelter?? Seperti halte kah??
Yang kami lihat di seberang hanya satu yang aneh, mungkin itu yang namanya shelter trans. Selama ini yang aku tahu bentuk shelter itu seperti gazebo, rumah pohon, dan semacamnya. Untuk memastikannya kami pun bertanya pada seorang pria di sebuah pos jaga.
“Pak, maaf, mau tanya, shelter Dr.Sarjito yang mana ya?”
Pak tua itu tercengang sejenak mendengarnya. Tapi perlahan ia mengarahkan telunjuknya ke sesuatu yang tepat persis di depan kami.
“Nah itu mbak!”ucapnya dengan ekspresi yang masih aneh.
“Hehe..makasih pak..”sahut kami sambil menebalkan muka.
Mencoba melupakan kebodohan yang telah kami perbuat. Kami beralih membicarakan tujuan perjalanan berikutnya, yaitu ke kompleks keraton, museum kereta dan tamansarinya. Sesaat kami masih mengingat-ingat pesan petugas trans di shelter, untuk turun di shelter Vredeburg. Untuk kesalahan yang setelah ini murni karena ternyata kami memang bodoh.
“Benteng! Persiapan yang turun di shelter benteng!”
Kami berdua dengar itu berkali-kali dengan jelas. Namun kami masih asyik saja mengobrol. Bahkan sampai bus trans jogja itu berhenti dan beranjak jalan kembali. Sampai aku teringat.
“Ca, tadi masnya bilang turun dimana?!”
“Vrede..burg..”
Vredeburg? Benteng Vredeburg?! Bukannya harusnya kita turun?”
“Hah? Benteng?! Charissyaaa!!”
Terlambatlah kesadaran kami. Bus sudah berlalu meninggalkan Vredeburg yang tampak seolah tersenyum lebar di jendela samping kami.
“Yah, mbaknya sih ngomongnya cuma benteng, nggak sebut Vredeburgnya, kan aku jadi nggak ngeh, kirain masih ada benteng lainnya!”omel Rica sendiri sedikit panik. Beruntunglah shelter berikutnya tak terlalu jauh dari komplek tujuan kami. Kami pun langsung berjalan cepat menuju keraton utara dan berlanjut ke museum kereta sambil menikmati ice cream. (Read: Short Journey Keraton Yogyakarta 1(Keraton Lor) dan Short Journey Keraton Yogyakarta 2 (Museum Kereta)).
Setelah dari keraton, karena sore itu yang masih buka adalah Tamansari, jadi kami pergi ke Jalan Ngasem, tempat Tamansari berada. Tamansari dirancang oleh Tumenggung Mangundipura pada tahun 1758-1765 sesuai permintaan Sultan Hamengkubuwono I. Tamansari merupakan tempat istirahat, pertunjukan, meditasi, juga menyimpan fungsi perlindungan dengan jalur bawah tanahnya. Disebut juga Waterkasteel (water castle) dalam bahasa Belanda.
Saat masuk kawasannya sedikit serem pas lihat pemandu wisata gondrong ngawasin dengan tatapan aneh. Tapi nggak terlalu peduli juga, yang penting kita akan bersenang-senang. Pertama masuk, kami turun ke area pemandian. Tamansari dibagi menjadi empat area. Tapi kami nggak lihat semuanya dengan sangat detail. Tapi sebenarnya di sebelah barat ada danau buatan Segaran. Kami berada di area kedua di bagian selatannya. Area ketiganya katanya sudah punah, area ketiga itu adalah Pasarean Ledok dan kolam Garjitawati. Area ke empat di sisi timur komplek Magangan. Aku sendiri nggak paham soal itu.

Untuk pintu masuk utama bagi wisatawan disebut Gedhong Gapura Panggung. Ada tangga ke atas di sisi barat dan timurnya, dihiasi dua naga yang dulunya ada empat. Ada juga Gedhong Gapura Hageng di sisi Barat. Masing-masing gerbang menuju ke sebuah halaman berbentuk segi delapan yang memiliki beberapa paviliun di sekitarnya disebut Gedhong Sekawan, untuk istirahat bagi keluarga keraton.
  Saat kami di atas Gedhong Gapura Panggung, kami bisa lihat area yang dulunya menjadi tempat pertunjukan tari.. Kami pun melihat ada sesuatu yang menarik di kejauhan, yaitu semacam reruntuhan bangunan yang tersisa, ntah apa itu, sampai akhirnya kami penasaran mencari jalan menuju tempat itu. Masalahnya kami tak tahu apa-apa, dan tak tanya pada siapa-siapa, yang ada hanya kami bertemu sesuatu yang bikin sedikit merinding.


Di area pemandiannya, ada sebuah menara tempat Sultan melihat para selir mandi, Sultan biasanya akan mengambil dan melempar bunga melati, selir yang kena bunga tersebut akan diminta menemani Sultan mandi di dalam.. :D 

 
Di sekitar komplek pemandian ada beberapa pintu dan ruang. aku dan Rica masuk ke semua pintu kecuali satu, yaitu pintu ke bawah tanah. Waktu itu, seperti yang sudah kubilang, kami berdua sangat bodoh, jadi nggak ngerti apa-apa. Karena banyak orang pacaran di sekitar pintu itu, kami pun malas mendekat. Kami sempat lihat ruang yang dulunya ruang ganti para selir, terus pas keluar-keluar ada juga Gerbang Carik yang dulu tempat tulis-menulis dan mengelola surat. Sesaat pas ngaplo sekilas melihat ‘pergerakan-pergerakan’ aneh yang membuatku penasaran untuk googling ruang apa itu sebenarnya.

Sebelum benar-benar keluar dari kompleks pemandian tersebut, kami melintasi pemukiman pengarajin wayang kulit, batik, lukis dan kesenian lain. Sampai pada akhirnya kami keluar Gerbang Carik dan bertemu dengan Gedong Madaran disertai sumur tuanya, yang dulu merupakan dapur umum dan disitu menjadi kompleks peristirahatan Sultan. Kami sempat foto-foto di sana, sampai tiba-tiba Rica masuk ke dalam Gedong Madaran tersebut dan ia mendengar suara aneh seperti suara laki-laki. Saat itu aku tak tahu apa-apa karena aku hanya diluar. Kami pun cepat-cepat kembali ke kompleks pemandian. Lebih mengejutkan lagi saat mengamati foto-foto, ada satu foto aneh. Sempat kami memotret  Gedong Madaran itu, dan baru sadar ada sesuatu berwarna putih seperti kain melayang.

Namun dari semua ada satu spot yang sangat membuatku terkesan. Ketika kami berjalan turun melewati Gerbang Carik, saat keluar ada sebuah rumah bambu kecil yang tampak sangat mendamaikan. Di depannya ada pot-pot tanaman dan bangku panjang kecil. Rasanya sangat sejuk di tempat itu.

No comments:

Post a Comment