Setelah kemarin bersenang-senang
dengan Monjali, hari ini aku dan Rica lebih fokus kepada perjalanan kami
berikutnya, tujuan utama kami, TM Sayembara Desain UGM. Hmm..bukan tujuan utama
juga, tujuan terpentingnya adalah jalan-jalan.. ~(^-^~) \(^o^)/
(~^-^)~ Pagi itu kami berangkat
ke UGM diantar oleh pamanku dengan sepeda motornya. Ya hanya dengan pamanku dan
sepeda motornya. Namun bukan berarti cenglu
melainkan omku bolak-balik. Ya, untungnya UGM nggak jauh..
Sesampainya di UGM, kami merasa seperti
alien yang jatuh ke bumi. Kebingungan mencari tempat pertemuan. Mencari lokasi
gedung Teknik Arsitektur dan Perencanaan. Mengamati setiap keramaian yang
memungkinkan itu adalah peserta sayembara dari kampus lain. Sesaat kami
menghibur diri mengamati rumah bambu bertingkat dua di tepi jalan, instalasi
yang khas menandakan itu kerjaan anak arsi. Sampai setelah itu kami akhirnya
menemukan tempat yang kami cari. Tapi karena masih ada waktu kami berkeliling
sejenak di luar mengelilingi area yang mirip hutan kecil itu sambil
membicarakan komik golongan darah, juga nyamuk yang sangat suka dengan darah O.
Merasa kagum dengan kampus ini.
Bagaimana pun dulu sempat ingin kuliah di kampus tersebut. Hanya saja
ketinggalan info untuk masuk jalur PSB dan karena malas mikir ikut tes SMNPTN,
akhirnya pilih jalur PSB di kota sendiri. Hari ini di UGM ada banyak kegiatan.
Tak jauh beda dengan di UB, ada pameran, workshop gambar sketsa dan beberapa
kegiatan lainnya. Kegiatan TM usai setelah makan siang. Setelah itu kami
foto-foto!! Kerjaan basi tapi tabu untuk dilewatkan :D
Perjalanan keluar kampus… Kami
berhenti di tengah jalan. Seperti Dora, kami menjadi percari jalan dan
petunjuk. Benar-benar buta arah. Sebuah kebodohan karena tak memperhatikan
jalan datang. Akhirnya Rica pun menghubungi temannya. Kami pun mendapat
beberapa kata kunci petunjuk, yaitu Selatan,
Dr. Sarjito, Shelter Trans Jogja. Kami bersorak gembira mendapatkan
petunjuk itu, tapi.. Kemana arah Selatan itu?? Akhirnya kami download kompas
lebih dulu melalui smartphone milik
Rica.. (-____-)
Akhirnya kami sudah mendapatkan
lokasi yang dimaksud petunjuk kedua. Ini pertama kalinya kami disini, dan belum
mengenal Trans. Harap maklum, di Malang dan Kediri saat itu belum ada, jadi
kami kembali bertanya, Bagaimana bentuk shelter?? Seperti halte kah??
Yang kami lihat di seberang hanya
satu yang aneh, mungkin itu yang namanya shelter trans. Selama ini yang aku
tahu bentuk shelter itu seperti gazebo, rumah pohon, dan semacamnya. Untuk
memastikannya kami pun bertanya pada seorang pria di sebuah pos jaga.
“Pak, maaf, mau tanya, shelter
Dr.Sarjito yang mana ya?”
Pak tua itu tercengang sejenak
mendengarnya. Tapi perlahan ia mengarahkan telunjuknya ke sesuatu yang tepat
persis di depan kami.
“Nah itu mbak!”ucapnya dengan
ekspresi yang masih aneh.
“Hehe..makasih pak..”sahut kami
sambil menebalkan muka.
Mencoba melupakan kebodohan yang
telah kami perbuat. Kami beralih membicarakan tujuan perjalanan berikutnya, yaitu
ke kompleks keraton, museum kereta dan tamansarinya. Sesaat kami masih
mengingat-ingat pesan petugas trans di shelter, untuk turun di shelter Vredeburg. Untuk kesalahan yang setelah
ini murni karena ternyata kami memang bodoh.
“Benteng! Persiapan yang turun di
shelter benteng!”
Kami berdua dengar itu berkali-kali
dengan jelas. Namun kami masih asyik saja mengobrol. Bahkan sampai bus trans
jogja itu berhenti dan beranjak jalan kembali. Sampai aku teringat.
“Ca, tadi masnya bilang turun
dimana?!”
“Vrede..burg..”
“Vredeburg?
Benteng Vredeburg?! Bukannya harusnya
kita turun?”
“Hah? Benteng?! Charissyaaa!!”
Terlambatlah kesadaran kami. Bus
sudah berlalu meninggalkan Vredeburg
yang tampak seolah tersenyum lebar di jendela samping kami.
“Yah, mbaknya sih ngomongnya cuma
benteng, nggak sebut Vredeburgnya,
kan aku jadi nggak ngeh, kirain masih ada benteng lainnya!”omel Rica sendiri
sedikit panik. Beruntunglah shelter berikutnya tak terlalu jauh dari komplek
tujuan kami. Kami pun langsung berjalan cepat menuju keraton utara dan
berlanjut ke museum kereta sambil menikmati ice
cream. (Read: Short Journey Keraton Yogyakarta
1(Keraton Lor) dan Short Journey Keraton Yogyakarta 2
(Museum Kereta)).
Setelah dari keraton, karena sore
itu yang masih buka adalah Tamansari, jadi kami pergi ke Jalan Ngasem, tempat
Tamansari berada. Tamansari dirancang oleh Tumenggung Mangundipura pada tahun
1758-1765 sesuai permintaan Sultan Hamengkubuwono I. Tamansari merupakan tempat
istirahat, pertunjukan, meditasi, juga menyimpan fungsi perlindungan dengan
jalur bawah tanahnya. Disebut juga Waterkasteel
(water castle) dalam bahasa Belanda.
Saat masuk kawasannya sedikit serem
pas lihat pemandu wisata gondrong ngawasin dengan tatapan aneh. Tapi nggak
terlalu peduli juga, yang penting kita akan bersenang-senang. Pertama masuk,
kami turun ke area pemandian. Tamansari dibagi menjadi empat area. Tapi kami
nggak lihat semuanya dengan sangat detail. Tapi sebenarnya di sebelah barat ada
danau buatan Segaran. Kami berada di area kedua di bagian selatannya. Area
ketiganya katanya sudah punah, area ketiga itu adalah Pasarean Ledok dan kolam
Garjitawati. Area ke empat di sisi timur komplek Magangan. Aku sendiri nggak
paham soal itu.
Untuk pintu masuk utama bagi
wisatawan disebut Gedhong Gapura Panggung. Ada tangga ke atas di sisi barat dan
timurnya, dihiasi dua naga yang dulunya ada empat. Ada juga Gedhong Gapura
Hageng di sisi Barat. Masing-masing gerbang menuju ke sebuah halaman berbentuk
segi delapan yang memiliki beberapa paviliun di sekitarnya disebut Gedhong
Sekawan, untuk istirahat bagi keluarga keraton.
Saat kami di atas Gedhong Gapura
Panggung, kami bisa lihat area yang dulunya menjadi tempat pertunjukan tari..
Kami pun melihat ada sesuatu yang menarik di kejauhan, yaitu semacam reruntuhan
bangunan yang tersisa, ntah apa itu, sampai akhirnya kami penasaran mencari
jalan menuju tempat itu. Masalahnya kami tak tahu apa-apa, dan tak tanya pada
siapa-siapa, yang ada hanya kami bertemu sesuatu yang bikin sedikit merinding.
Di area pemandiannya, ada sebuah
menara tempat Sultan melihat para selir mandi, Sultan biasanya akan mengambil
dan melempar bunga melati, selir yang kena bunga tersebut akan diminta menemani
Sultan mandi di dalam.. :D
Di sekitar komplek pemandian ada
beberapa pintu dan ruang. aku dan Rica masuk ke semua pintu kecuali satu, yaitu
pintu ke bawah tanah. Waktu itu, seperti yang sudah kubilang, kami berdua
sangat bodoh, jadi nggak ngerti apa-apa. Karena banyak orang pacaran di sekitar
pintu itu, kami pun malas mendekat. Kami sempat lihat ruang yang dulunya ruang
ganti para selir, terus pas keluar-keluar ada juga Gerbang Carik yang dulu
tempat tulis-menulis dan mengelola surat. Sesaat pas ngaplo sekilas melihat
‘pergerakan-pergerakan’ aneh yang membuatku penasaran untuk googling ruang apa itu sebenarnya.
Sebelum benar-benar keluar dari
kompleks pemandian tersebut, kami melintasi pemukiman pengarajin wayang kulit,
batik, lukis dan kesenian lain. Sampai pada akhirnya kami keluar Gerbang Carik
dan bertemu dengan Gedong Madaran disertai sumur tuanya, yang dulu merupakan
dapur umum dan disitu menjadi kompleks peristirahatan Sultan. Kami sempat
foto-foto di sana, sampai tiba-tiba Rica masuk ke dalam Gedong Madaran tersebut
dan ia mendengar suara aneh seperti suara laki-laki. Saat itu aku tak tahu
apa-apa karena aku hanya diluar. Kami pun cepat-cepat kembali ke kompleks
pemandian. Lebih mengejutkan lagi saat mengamati foto-foto, ada satu foto aneh.
Sempat kami memotret Gedong Madaran itu,
dan baru sadar ada sesuatu berwarna putih seperti kain melayang.
Namun dari semua ada satu spot yang
sangat membuatku terkesan. Ketika kami berjalan turun melewati Gerbang Carik,
saat keluar ada sebuah rumah bambu kecil yang tampak sangat mendamaikan. Di
depannya ada pot-pot tanaman dan bangku panjang kecil. Rasanya sangat sejuk di
tempat itu.
No comments:
Post a Comment