2015-01-20

Short Journey to Malang Tempo Doeloe 2011





Festival Malang Tempo Doeloe (MTD) yang disebut juga sebagai Festival Malang Kembali adalah sesuatu yang sudah berlangsung sejak tahun 2006, yang diadakan setiap pertengahan Mei sebagai salah satu bentuk perayaan ulang tahun Kota Malang. Acara ini melibatkan ratusan seniman,  menyajikan berbagai makanan/minuman tradisonal sedikitnya 50 jenis makanan khas malang, foto Malang zaman dulu, barang-barang kuno, uang kuno, kendaraan kuno dan masih banyak hal-hal kuno lainnya yang setidaknya akan menarik untuk dijadikan objek foto.
Event perdana dari MTD ini menampilkan stand yang berisi koleksi foto-foto Kota Malang pada masa lampau. MTD 2011 mengambil tema "Discovering Heritage". Event ini dilaksanakan pada tanggal 19-22 Mei 2011 di sepanjang Jalan Ijen, Kota Malang. Pada event ini ditampilkan berbagai hiburan tradisional yang berasal dari Kota Malang.  Pada tahun 2013 kegiatan ini ditiadakan dan diadakan kembali tahun 2014. Rencananya festival ini tak lagi diselenggarakan setiap tahun melainkan dua tahun sekali.
Dua paragraf di atas adalah penjelasan mengenai Festival Malang Tempo Doeloe dari berbagai sumber. Secara umum semua memandang festival itu menampilkan sejarah masa lalu, namun bagiku festival itu adalah sebuah sejarah. Salah satu hal penting yang telah masuk ke dalam buku sejarah hidupku. Menyimpan banyak cerita dan senyuman yang aku tak pernah tahu, bisa terulang atau tidak. MTD itu seperti permen kapas yang kutelan terlalu cepat. Sangat manis, namun hanya bisa kunikmati sesaat. MTD itu gulali, sesuatu yang begitu manis yang melekat erat dalam memoriku.
Pada tahun 2011, itu adalah masa untukku memasuki dunia perkuliahan. Aku memiliki banyak teman baru. Aku juga mendapatkan banyak sahabat baru. Sampai pada pertengahan Mei 2011, sore itu aku berkumpul bersama beberapa temanku di kampus. Lalu bersama-sama berangkat menuju Jalan Ijen, tempat Festival Malang Tempo Doeloe berlangsung. Sesampainya disana, kami memarkir motor di Jalan Jakarta dan kemudian berjalan kaki.
Suasana sangat ramai. Saat itu ada beberapa orang bersamaku antara lain Bena, yang saat itu adalah orang terdekatku.  Lalu ada Aulya, Amel, Tika, Imam, Randy, Maulana dan lain-lain. Hampir semua orang memakai batik atau kalau tidak mereka memakai kaos khas yang dijual di sana. Imam juga salah satu orang yang memakai kaos MTD saat itu. dalam perjalanan kami sempat foto-foto bersama. Mengunjungi stan-stan unik yang ada, mengamati wayang, uang kuno, foto-foto jadul, dan barang jadul, jajanan tradisional seperti kelepon, serabi, gethuk, gulali, es dawet, es gandul dan banyak lainnya. Semua stan didekor penuh gaya tradisional dengan bambu-bambu dan kayu serta jerami atau janur. Kerlipan lampu-lampu warna-warni menyemarakkan suasana.
Hingga perlahan kami berpencar mengikuti fokus kami sendiri-sendiri. Aku dan Bena kehilangan teman-teman kami. Berusaha berkomunikasi lewat ponsel semakin lama semakin sulit seiring memadatnya area itu dipenuhi pengunjung. Instalasi menyerupai kastil atau benteng di persimpangan Semeru- Ijen- Wilis  perlahan tak jelas terlihat. Ijen boulevard menjadi lautan manusia dalam malam. Sejenak kami beristirahat di mushola perpustakaan kota. Kami berdua pun akhirnya bertemu dengan beberapa teman kuliah kami yang datang bersama rombongan lain. Rupanya mereka juga terpisah dari kawanannya.
Setelah maghrib usai kami kembali mencari teman-teman kami. Aku dan Bena sama-sama tak membawa kendaraan dan hanya menebeng motor teman. Jadi kami harus bertemu teman-teman kami untuk pulang. Tapi yang ada kami hanya bertemu rombongan lainnya di sebuah kedai makan di seberang perpustakaan. Di area itu dekorasi stand terdesain sangat indah sebab mayoritas yang menyewa tempat itu adalah orang-orang dari hotel-hotel di Malang. Sesaat kami bersama-sama makan putu-cenil dan mengobrol dengan Guruh, Naufal, Mita, Maulana, Edo, Sepa dan beberapa teman lainnya yang kebetulan bertemu. Banyak yang berkumpul di sana, tapi teman yang motornya ditebengi Bena atau aku tak ada.
Akhirnya kami berdua berjalan-jalan bersama mereka. Membeli beberapa jajanan. Es gandul saat itu sangat menarik perhatian Naufal. Ia pun membeli satu. Namun belum sampai ia memakannya, es itu terjatuh ke tanah. Tentu saja semua orang menertawakannya. Berikutnya kami membeli gulali. Naufal yang menraktir.  Kami juga makan bersama, aku pun membeli soto di warung lesehan. Aku yang menuang banyak kecap ke mangkokku membuat teman-temanku berkata, “Sotonya berubah jadi rawon!”
Akan tetapi semua itu tak lama. Pada akhirnya hanya tersisa aku, Bena dan Amel. Sungguh membingungkan tempat ini. sampai akhirnya kami kehilangan harapan untuk mencari teman lagi dan memutuskan untuk pulang dengan angkutan umum. Namun semuanya tak mudah. Kami tenggelam dalam samudra manusia. Terjepit tak karuan. Sampai-sampai kami harus menerobos stan orang untuk melarikan diri. Semakin buruk saat kami salah jalur dan terpaksa melawan arus. Kami berjalan keluar di tengah kepadatan yang justru bergerak masuk. Seandainya kami mengangkat kami meninggalkan tanah pun, yakin sekali kami takkan jatuh. Tubuh kami tercengkeram erat oleh orang-orang di sekeliling kami.  Satu yang paling menyebalkan adalah ketika di saat-saat mendesak seperti itu masih saja ada orang yang sempat bermesraan dan cari kesempatan untuk berbuat mesum. Sungguh berharap bisa menghajar mereka!
“Agh! Coba bisa terbang!”desis Amel begitu ingin segera mengakhiri perjalanan.
Kami berusaha pergi dari lokasi itu jam 8. Namun pada akhirnya kami baru bebas pada pukul 9.15 malam. Angkot tampak jarang karena jalanan terganggu oleh festival itu. Kami bertiga pun terpaksa berjalan kaki beberapa meter, dan sampailah di Jalan Bandung. Akhirnya kami pun bertemu mikrolet LDG dan bisa langsung benar-benar bebas menuju Dinoyo. Kurasa aku tak bisa melupakan peristiwa malam itu.

No comments:

Post a Comment