Untuk MTD yang kali ini kurasa
sedikit lebih santai dan lengang dibandingkan saat aku datang tahun lalu.
Orang-orang bilang hari pertama MTD itu biasanya sangat ramai, tapi
beruntunglah tidak untuk kali ini. Aku pun bisa lebih menikmati suasana hangat
festival malam itu, sebab tak perlu lagi sibuk mencari teman-teman yang hilang
ditelan keramaian.
Malam itu aku baru saja selesai
mengerjakan tugas Azas Desain Urban di perpustakaan Universitas Brawijaya
bersama seorang temanku. Sudah lama kami di perpustakaan itu sejak matahari
masih terang. Sampai akhirnya jam 7 petang tiba, tepat saat apa yang kami cari
akhirnya ketemu, kami pun merasa lapar. Temanku yang bernama Guruh itu pun
akhirnya mengajak makan bakso bersama di kawasan Jalan Jakarta.
Kami pun terpaksa memarkir motor di
samping Universitas Merdeka Malang karena area itu sudah sangat padat. Para
penjual makanan dan mainan pun begitu banyak memadati jalan, apalagi kendaraan
yang melintas di Jalan Terusan Ijen itu semakin meramaikan lokasi itu. Setelah
itu kami berdua berjalan kaki menuju sebuah warung yang tepat berada di pojok
persimpangan jalan Jakarta-Ijen. Meski mungkin beberapa orang bilang biasa
saja, tapi menurutku bakso disitu lumayan enak. Toh, pada dasarnya aku pun tak
pernah pilih-pilih makanan, selama itu layak dimakan dan halal, aku terima.
Sebenarnya tugas kami masih banyak
yang menunggu, selain tugas mata kuliah Asas Desain Urban, masih ada tugas
Desain Arsitektur dan lainnya. Namun temanku merasa akan lebih baik jika kami
refreshing dulu dengan jalan-jalan. Apalagi malam itu adalah pembukaan MTD
tahun itu. Sayang juga jika dilewatkan begitu saja apalagi di saat kami pun
sudah di lokasi festival. Kami pun sepakat berjalan-jalan untuk setengah jam
dan pulang pada pukul 8 malam.
Saat memasuki pintu masuk area
festival kami disambut oleh balon-balon sabun yang beterbangan dengan indah
diterpa sinar lampu-lampu kecil. Banyak
sekali penjual mainan anak-anak di sana. Beberapa pernah-pernik seperti bola
transparan berisi ikan, mobil-mobilan kayu atau kereta kayu benar-benar
menarik. Andai saja aku bawa banyak uang akan kubeli semuanya. Setelah itu
stand-stand yang ada banyak yang menjual aksesoris gelang, kalung, cincin yang
juga unik.
Sebenarnya tak jauh berbeda dengan
tahun lalu. Stand dengan dekorasi ala jaman dulu yang penuh bambu, kayu dan
jerami atau janur selalu menjadi khas. Hanya saja yang berbeda kali ini,
beberapa layar tampak lebih banyak terpasang di beberapa titik menampilkan
video-video jaman perjuangan atau pertunjukan tradisional. Ada pula beberapa
kameramen yang merekam suasana malam itu dan menampilkannya di layar yang ada. Ada
juga atraksi di jalan dan beberapa anak yang memainkan kembang api, serta pertunjukan komedi monyet pun cukup menghibur.
"Oh ya.. kamu mau gulali nggak?
Ayo beli..Buat isep-isep di jalan." Usul temanku kemudian saat di dekat
kami ada penjual gulali. Aku setuju, ia pun menraktirku lagi dan kami pun
menikmati gulali itu selama perjalanan dalam festival. Beberapa waktu temanku
sempat menawariku permen atau jajanan lain yang kami temui. Namun aku sudah
terlalu kenyang untuk kudapan manis.
Hingga di tengah perjalanan
tiba-tiba gulali milik Guruh meleleh dan jatuh ke tanah.
"Hash..!! Jatuh
deh.."serunya kecewa dan menyesal.
"Haha.. Punyaku masih banyak,
Bliii.."ledekku sambil memamerkan gulaliku pada anak asli Bali itu. Namun
beberapa langkah kami berjalan setelah itu milikku pun jatuh juga. Hanya
tersisa sedikit di sticknya. Aku pun langsung melahapnya dan menelannya.
"Heh..jangan ditelan, ntar
lengket tuh di perutmu..!"seru Guruh mengagetkanku.
"Udah terlanjur ketelan,
Bli.." sahutku pasrah.
"Ah, kamu ini..ntar ususmu
nempel-nempel tuh.. "komentar Guruh sedikit terdengar aneh.
"Hehe..biar dah.."sahutku
kemudian.
Sampai kemudian aku pun tersadar,
bahwa kami tak boleh lama-lama. Aku pun menanyakan waktu pada temanku itu.
Ternyata benar, kami sudah melewati batas waktu yang kami sepakati. Sudah jam 8
lebih lima belas menit. Namun temanku malah masih bersantai mengajakku
berkeliling mencari penjual kacang merah. Aku yang tak mau pulang sendiri dan
mencari angkot sendiri seperti tahun lalu pun hanya bisa menyerah mengikuti
temanku satu itu.
Kami pun sesaat menikmati indahnya
instalasi lampu yang menghiasi persimpangan Semeru-Ijen-Wilis. Seperti biasa,
persimpangan itu menjadi spot utama di sepanjang jalur Ijen Boulevard. Akhirnya
Guruh berhasil membeli secontong kacang merah rebus itu. Kami sama-sama tak
tahu nama kacang itu sebenarnya, namun kami hanya menikmatinya sambil menikmati semua pertunjukkan rakyat, aroma masakan Jawa
yang mengudara, dan hingga perjalanan keluar untuk pulang dengan pepohonan yang
berhias lampu.
Setelah melewati Jalan Bandung, Jalan
Veteran, dan Jalan Raya Sumbersari-Gajayana-Mt.Haryono, tepat pukul 21.30
sampailah aku kembali ke kamar kosku. Perjalanan pulang yang jauh lebih lancar
dari MTD tahun lalu.
No comments:
Post a Comment