2015-01-20

Short Journey to Malang Tempo Doeloe 2012



Untuk MTD yang kali ini kurasa sedikit lebih santai dan lengang dibandingkan saat aku datang tahun lalu. Orang-orang bilang hari pertama MTD itu biasanya sangat ramai, tapi beruntunglah tidak untuk kali ini. Aku pun bisa lebih menikmati suasana hangat festival malam itu, sebab tak perlu lagi sibuk mencari teman-teman yang hilang ditelan keramaian.
Malam itu aku baru saja selesai mengerjakan tugas Azas Desain Urban di perpustakaan Universitas Brawijaya bersama seorang temanku. Sudah lama kami di perpustakaan itu sejak matahari masih terang. Sampai akhirnya jam 7 petang tiba, tepat saat apa yang kami cari akhirnya ketemu, kami pun merasa lapar. Temanku yang bernama Guruh itu pun akhirnya mengajak makan bakso bersama di kawasan Jalan Jakarta.
Kami pun terpaksa memarkir motor di samping Universitas Merdeka Malang karena area itu sudah sangat padat. Para penjual makanan dan mainan pun begitu banyak memadati jalan, apalagi kendaraan yang melintas di Jalan Terusan Ijen itu semakin meramaikan lokasi itu. Setelah itu kami berdua berjalan kaki menuju sebuah warung yang tepat berada di pojok persimpangan jalan Jakarta-Ijen. Meski mungkin beberapa orang bilang biasa saja, tapi menurutku bakso disitu lumayan enak. Toh, pada dasarnya aku pun tak pernah pilih-pilih makanan, selama itu layak dimakan dan halal, aku terima.
Sebenarnya tugas kami masih banyak yang menunggu, selain tugas mata kuliah Asas Desain Urban, masih ada tugas Desain Arsitektur dan lainnya. Namun temanku merasa akan lebih baik jika kami refreshing dulu dengan jalan-jalan. Apalagi malam itu adalah pembukaan MTD tahun itu. Sayang juga jika dilewatkan begitu saja apalagi di saat kami pun sudah di lokasi festival. Kami pun sepakat berjalan-jalan untuk setengah jam dan pulang pada pukul 8 malam.
Saat memasuki pintu masuk area festival kami disambut oleh balon-balon sabun yang beterbangan dengan indah diterpa sinar lampu-lampu kecil.  Banyak sekali penjual mainan anak-anak di sana. Beberapa pernah-pernik seperti bola transparan berisi ikan, mobil-mobilan kayu atau kereta kayu benar-benar menarik. Andai saja aku bawa banyak uang akan kubeli semuanya. Setelah itu stand-stand yang ada banyak yang menjual aksesoris gelang, kalung, cincin yang juga unik.
Sebenarnya tak jauh berbeda dengan tahun lalu. Stand dengan dekorasi ala jaman dulu yang penuh bambu, kayu dan jerami atau janur selalu menjadi khas. Hanya saja yang berbeda kali ini, beberapa layar tampak lebih banyak terpasang di beberapa titik menampilkan video-video jaman perjuangan atau pertunjukan tradisional. Ada pula beberapa kameramen yang merekam suasana malam itu dan menampilkannya di layar yang ada. Ada juga atraksi di jalan dan beberapa anak yang memainkan kembang api, serta pertunjukan komedi monyet pun cukup menghibur.
"Oh ya.. kamu mau gulali nggak? Ayo beli..Buat isep-isep di jalan." Usul temanku kemudian saat di dekat kami ada penjual gulali. Aku setuju, ia pun menraktirku lagi dan kami pun menikmati gulali itu selama perjalanan dalam festival. Beberapa waktu temanku sempat menawariku permen atau jajanan lain yang kami temui. Namun aku sudah terlalu kenyang untuk kudapan manis.
Hingga di tengah perjalanan tiba-tiba gulali milik Guruh meleleh dan jatuh ke tanah.
"Hash..!! Jatuh deh.."serunya kecewa dan menyesal.
"Haha.. Punyaku masih banyak, Bliii.."ledekku sambil memamerkan gulaliku pada anak asli Bali itu. Namun beberapa langkah kami berjalan setelah itu milikku pun jatuh juga. Hanya tersisa sedikit di sticknya. Aku pun langsung melahapnya dan menelannya.
"Heh..jangan ditelan, ntar lengket tuh di perutmu..!"seru Guruh mengagetkanku.
"Udah terlanjur ketelan, Bli.." sahutku pasrah.
"Ah, kamu ini..ntar ususmu nempel-nempel tuh.. "komentar Guruh sedikit terdengar aneh.
"Hehe..biar dah.."sahutku kemudian.
Sampai kemudian aku pun tersadar, bahwa kami tak boleh lama-lama. Aku pun menanyakan waktu pada temanku itu. Ternyata benar, kami sudah melewati batas waktu yang kami sepakati. Sudah jam 8 lebih lima belas menit. Namun temanku malah masih bersantai mengajakku berkeliling mencari penjual kacang merah. Aku yang tak mau pulang sendiri dan mencari angkot sendiri seperti tahun lalu pun hanya bisa menyerah mengikuti temanku satu itu.
Kami pun sesaat menikmati indahnya instalasi lampu yang menghiasi persimpangan Semeru-Ijen-Wilis. Seperti biasa, persimpangan itu menjadi spot utama di sepanjang jalur Ijen Boulevard. Akhirnya Guruh berhasil membeli secontong kacang merah rebus itu. Kami sama-sama tak tahu nama kacang itu sebenarnya, namun kami hanya menikmatinya sambil menikmati  semua pertunjukkan rakyat, aroma masakan Jawa yang mengudara, dan hingga perjalanan keluar untuk pulang dengan pepohonan yang berhias lampu.  
Setelah melewati Jalan Bandung, Jalan Veteran, dan Jalan Raya Sumbersari-Gajayana-Mt.Haryono, tepat pukul 21.30 sampailah aku kembali ke kamar kosku. Perjalanan pulang yang jauh lebih lancar dari MTD tahun lalu.






No comments:

Post a Comment