2013-03-12

AN OTHER LIFE: KAZA, HE'S MY TRUE LOVE.. (Part1)


Angin bertiup kencang sore itu. Langit tampak mendung dan suram menyelimuti keheningan rumah tua tersebut. Sebuah bangunan dengan luas  lebih dari 1000m2 di atas tanah berkisar  1800 m2. .Dengan atap tumpuk dan jendela-jendela jalusinya saja sudah terlihat jelas jika itu adalah bangunan bekas colonial. Ditambah lagi dengan plafon tinggi dan banyaknya selasar menjadikan kekhasannya semakin kuat.
Ketukan sepatu wanita tua itu sedikit menggema saat menyusuri koridor bercabang tiga dalam rumah. Hingga perlahan lenyap oleh sahutan suara beberapa gadis remaja diruang tengah. TV yang menyala disudut ruang tampaknya sedikit terabaikan oleh gurauan mereka. Hingga sesaat mereka pun terdiam melihat sosok wanita tua tersebut. Suara TV kini menjadi pemenang.

“Selamat sore bu Wina!”sapa salah seorang pada ibu kosnya memecah kebisuan. Sedang tiga gadis lainnya menatap asing padaku, yang berjalan mengikuti bu Wina. Aku pun sedikit melempar senyum pada mereka. Mereka membalas senyum sekilas dengan tatapan curiga. Itu hanya beberapa detik saja berlalu.
Aku berlanjut melewati pintu di kiri ruangan, dan selasar lagi yang kutemukan. Lantas menikung ke kiri dengan jalan lebih lebar dari sebelumnya. Yang ini mungkin sekitar 3m, 1m lebih lebar dari selasar sebelumnya. Kini aku pun menemukan sebuah tangga diujung selasar. Sempat kukira aku akan menaikinya, tapi aku hanya melaluinya dan kembali belok ke sayap kiri jalan. Di samping tangga kayu itulah aku berhenti.
“Ini kamarmu” kata bu Wina seraya membuka pintu kamar yang berukuran 3 m x 3 m itu.
Kumasuki ruang tersebut. Sebuah ruang dengan dua buah jendela mati berplafon setinggi 4m. Lengkap di dalamnya sebuah tempat tidur single dan lemari dengan dimensi (60x50x150) cm3 disampingnya. Disudut ruang juga sudah disediakan meja kecil dan rak diatasnya.
“Kamar mandinya ada disana” tambah bu Wina memberitahuku seraya menunjuk kearah koridor sayap kanan.
“Baik bu, terimakasih.” Sahutku sambil meletakkan ranselku diatas tempat tidur.
“Ini kuncinya. Yang ini untuk lemari,ini untuk kamar, dan ini untuk pintu pagar.” Ujar ibu kosku tersebut seraya menyodorkan 3 buah kunci padaku.
“Lalu untuk pintu rumah?”
“Untuk pintu rumah kuncinya rusak jadi untuk sementara tak dikunci. Tapi walau demikian bisa dipastikan kau aman disini. Tapi ingat, jangan tinggalkan kunci yang masih tergantung diluar. Untuk kamar ini pintu hanya bisa dikunci dari luar.  Jika kau ingin mengunci dari dalam kau bisa menguncinya dengan lockcase yang ada di atas.”
“Ah..baik.”
“Ya sudah kalau begitu ibu pergi dulu. Jika kau butuh sesuatu kau bisa hubungi nomorku.”
“Baik bu. Terimakasih sekali lagi”
@@@
Aku beranjak merapikan pakaian dan barang-barangku. Setelah selesai menata buku-buku dan pakaian, kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Kupejamkan mataku melepas lelah. Tempat ini serasa cukup nyaman untukku. Begitu tenang.  Namun sejenak kemudian aku bangun berniat untuk mandi.
Aku pun berjalan ke arah kamar mandi dengan sebuah baju handuk dan kotak alat mandiku. Terlihat sekilas olehku lantai atas sedang sepi juga rupanya. Namun samar-samar keramaian ruang tengah masih terdengar olehku. Aku mulai menekan saklar  lampu kamar mandi. Dan lampu menyala seketika. Kulihat kamar itu sangat bersih, jauh beda dari bayanganku yang mengira ini akan nampak usang dan seram seperti tampak depan rumah ini. Kuamati sekilas, keramiknya pun masih baru sama dengan pipa kran-nya. Ini kamar mandi yang sudah modern rupanya.
Aku pun langsung menggantung baju handukku di kapstok balik pintu dan meletakkan kotak alat mandi di meja wastafel. Namun aku menjadi terdiam sesaat tanpa alasan. Hingga aku sadar apa yang membuatku terdiam. Kini aku hanya mampu diam terpaku. Jantungku berdegup kencang detik itu. Yaitu saat aku melihat ke arah cermin. Ada sosok makhluk lain dibelakangku. Berwarna gelap di sudut ruang. Begitu mengerikan.
"Agh!" teriakku. "Don't disturb me!" seruku seraya mengguyur binatang kecil itu dari dinding. Aku benar-benar membenci cacing.
@@@
Ini sudah hari ketiga aku tinggal di rumah kosku. Semua berjalan sangat mudah. Kamar mandi sangat dekat dengan kamarku walau aku harus bergantian dengan penghuni rumah kos lainnya. Tak perlu naik turun tangga seperti  anak2 di lantai dua yang ingin ke kamar mandi. Jika aku ingin mencuci dan menjemur pakaian aku hanya tinggal beerjalan lurus ke depan kamar. Untuk dapur pun tak terlalu jasangat dekat, hanya di samping ruang cuci saja. Aku menikmatinya. Kamar terakhir yang tersisa dirumah ini. Dan aku memilihnya walau lainnya tidak. Kamar pojok bukanlah masalah bagiku.
Siang ini aku sedang serius dengan laptopku di kamar. Menghabiskan waktuku dengan kata-kata dari benakku. Menuang semua ide dan fantasiku tentang dunia. Menjadi jajaran paragraf yang terkadang pun membuat mataku lelah. Tapi itulah hobiku. Sebuah kegemaran yang bukan jadi bagian pekerjaan.
"Ren, Rendra.."panggil kak Nonnie padaku.
"Ya?" sahutku seraya membuka pintu kamar.
"Apa kau mau ikut ke mall?"
"Mm.. sebentar lagi aku ada kuliah kak.. maaf.."
"Oh, ya sudah kalau begitu. Mau titip sesuatu?"
"Mm.. Terimakasih. Tapi aku sedang tak ingin beli apa2."
"Baiklah jika begitu aku pergi dulu ya,, sampai jumpa!"
"Sampai jumpa kak.."
Seperempat jam kemudian segera kubereskan isi tasku dan beranjak pergi untuk ke kampus.  Aku tak perlu kendaraan untuk ke gedung kuliahku. Hanya cukup berjalan sejauh 100m untuk keluar dari gang menuju jalan besar. Lalu menyeberang jalan dan tibalah aku di gerbang kampusku.
Kulanjutkan langkahku. Tapi aku mampir ke sebuah tempat fotokopi lebih dulu sebelum ke gedung kuliah. Setelah selesai mengambil fotokopian buku aku langsung berjalan kembali. Namun aku terhenti mendadak.
"Hei, nak! barangmu ketinggalan!" seru pemilik toko FC padaku seraya berlari ke arahku kemudian mengembalikan tabung gambarku.
"Ah, terimakasih. Maaf sudah merepotkan."
"Tak apa. Tapi lain kali jangan lupa lagi."
"Ah, iya. Baik. Terimakasih sekali lagi" sahutku.
@@@
Jam kuliah telah usai. Semuanya pun berhambur keluar kelas. Ada yang masih nongkrong di kantin, langsung kerumah teman ataupun jalan2. Aku dan temanku Cansa sudah tak lagi terlalu dekat. Dengan lainnya pun aku juga belum terlalu dekat. Padahal aku sudah di semester 3. Jadi aku langsung pulang kembali ke kos sore itu.
Aku melangkahkan kaki dengan pikiran galau. Begitu banyak beban dalam otakku. Sekumpulan tugas, hubungan keluarga yang buruk, masalah sosial, semua ada di hari2 ku. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir. Bahkan aku tak punya teman curhat selain e-diary(electronic diary) ku. Sungguh menyedihkan sekali aku ini.
@@@
Sesampai kos aku langsung mengambil alat mandiku dan mencoba menyegarkan pikiranku dengan air. Dan itu cukup membantuku seperti biasa. Lantas aku keluar dan berjalan ke kamarku.
"Astaga!ceroboh sekali aku.." gerutuku sendiri mendapati kunciku yang masih terpasang diluar kamar. Aku langsung saja mencabutnya dan meletakkannya di mejaku.
Entah mengapa aku merasa ada yang berbeda dengan suasana kamarku. Ini bukan menyangkut tatanan barang tapi aura - Untuk barang di kamarku  tatanannya tak pernah tetap. Sulit untukku mengaturnya seusai mengerjakan tugas gambarku, apalagi setelah membuat tugas maket.
Rasanya ada seseorang di dalam kamarku. Tapi aku tahu itu tak mungkin sebab tak ada siapa2 di dalam. Aku harap aku tak mulai gila dengan kesendirianku ini. Karena sejujurnya aku memang kesepian akhir2 ini. Adikku memiliki autis dan diasramakan oleh orangtuaku. Ibuku sudah tiada. Ayahku pergi entah kemana setelah berkenalan dengan seorang wanita yang merupakan karyawan barunya di kantor. Aku hidup dengan uang beasiswa. Kadang2 juga ayahku mengirim uang ke rekeningku tanpa pesan apa pun. Aku tahu ini seperti cerita yang dibuat-buat, tapi cerita ataupun dongeng tidaklah lepas dari kenyataan.
Urusan cintaku juga tak pernah berjalan baik. Aku pernah dekat dengan 3 orang laki2 tapi semuanya berujung tak jelas. Yang pertama saat SMP kami sangat dekat, tapi akhirnya ia menjadi kekasih sahabatku di SMP. Pemuda kedua saat SMA, kami menjadi dekat sejak menjadi tokoh utama dalam beberapa acara opera di sekolah, tapi akhirnya ia bersama teman terdekatku di SMA juga. Dan saat semester awal kuliah aku pun sempat memiliki seorang kekasih, namun ujungnya... karena teman dekat juga. Jadi aku tak tahu lagi, apa itu teman, cinta, dan kebahagiaan. Bagiku sekarang semuanya hanya omong kosong.
@@@
Aku terlelap dalam tidur malamku. Begitu tenang dan damai. Semua penat dan kelelahan serasa melayang pergi. Hingga perlahan kurasakan semilir angin dari ventilasi merasuk ke sela-sela tempat tidurku. Semakin sejuk dan mendingin. Mengusik kehangatan selimutku. Gemericik air pun tiba2 terdengar samar olehku. Seolah suara turunnya hujan yang tengah mengguyur bumi.
Aku benar2 merasa kedinginan sekarang. Selimutku tak lagi mengatasi rasa menyesak ini. Dingin ini benar2 menusuk tulangku dan serasa mematikan saraf. Hingga seseorang pun kini tiba2 memelukku dari belakang. Begitu hangat. Mengembalikan semua kenyamanan tidurku.
“Ibu??” tanyaku terkejut tak terungkapkan.
@@@
“Ah, aku mimpi indah semalam” kataku pada Aegys, temanku.
“Mimpi indah apa?”
“Aku bermimpi bertemu ibuku. Aku mimpi sedang kedinginan saat tidur dan ia memelukku sehingga aku tidak kedinginan..” ungkapku senang.
“Hmm...sepertinya itu memang indah..” sahut Aegys. “Tapi bukan berarti kau harus bengong seperti itu terus.”
“Aku hanya ingin itu jadi nyata..”
"Ya, aku tahu perasaanmu. Tapi yang ada untukmu saat ini dan sedang menunggumu adalah ibu dosen kita yang butuh bantuan jadi lekaslah."
"Yah..baiklah..ternyata menjadi asisten dosen melelahkan juga ya.."
"Semangatlah..!Jangan mengeluh lagi."
"Baiklah.." sahutku berat.
@@@

Dua bulan kemudian. Aku merasa aku benar2 cukup beruntung. Aku sudah tiga kali lupa mengunci pintu kamar saat tidur dan di salah satunya adalah tepat dimana ada pencuri masuk kerumah. Untunglah aku terselamatkan, tak ada barangku yang hilang satupun kecuali saat aku membuangnya. Dan di salah satunya ada pria yang tak jelas niatnya hampir saja masuk ke kamarku.
Di kejadian inilah yang membuatku merasa aneh. Aku sangat yakin jika aku tak menguncinya dari luar ataupun dari dalam. Bahkan aku masih terjaga malam itu di dalam kamarku. Namun yang mengherankan pria itu tak berhasil masuk ke kamarku karena tak bisa membuka pintu.
Aku pun merasa cukup hebat akhir2 ini. Aku jadi lebih cepat dalam mengerjakan tugas. Entah karena lebih rajin atau bagaimana, tapi aku bisa menyelesaikan tugasku dalam waktu 3 jam disaat teman-temanku menyelesaikan tugasnya dalam waktu 3 hari.
Saat aku ketiduran pun selalu saja aku bermimpi ibuku membangunkanku untuk menyelesaikan tugasku yang tertunda. Atau membangunkanku saat aku hampir terlambat bangun sebelum ke kampus.
@@@

Malam itu tak tahu kenapa tiba2 listrik padam. Mungkin karena hujan yang cukup lebat. Akhir pekan itu hanya ada beberapa yang masih tinggal di kos, sedang lainnya pulang ke kampung halaman masing2. Karena tak ada yang harus kulakukan akhirnya ku putuskan untuk tidur. Baru sesaat aku pejamkan mata, tiba2 saja pintu kamarku sedikit berdecit terbuka. Seseorang muncul samar2 dan tiba-tiba terduduk di ambang pintu. Sedetik kemudian lampu menyala.
"Siapa kau?"tanyaku penuh curiga melihat orang tsb yang ternyata adalah seorang laki2. Ia pun bangun dari duduknya dan pindah ke kursi belajarku.
"Aku baru saja keluar rumah dan tiba2 hujan, jadi kuputuskan masuk kemari."
"Apa?? Lalu kenapa harus masuk ke kamarku? Dan bagaimana kau bisa masuk? aku kan sudah menguncinya!" protesku.
"Karena kamarmu ini yang terdekat dari pintu dapurmu. Dan ini kuncimu?"
"Tapi..bukankah pintu dapur sudah tidak bisa dibuka? Dan darimana kau dapatkan kunciku? Lalu bagaimana caramu melewati pagar rumah?"
"Kau menjatuhkannya di depan gedung kuliahmu.."
"Apa??"seruku kaget tak percaya. "Itu tak mungkin! Lalu jika itu jatuh bagaimana aku bisa masuk?"
"Kau itu orang yang banyak pikiran, kau bahkan lupa jika tak mengunci pintu kamarmu saat berangkat karena tergesa-gesa, saat pulang kau datang bersama Nonnie dan teman2mu, lalu menggunakan kunci Nonnie untuk membuka pagar. Karena asyik bercerita kau tak sadar jika kau membuka kamarmu tanpa menggunakan kunci. Berterimakasihlah padaku karena aku mengembalikannya padamu."
"Ya Tuhan.. kau benar. Tapi bagaimana kau tahu? Siapa kau sebenarnya?" sahutku sangat tersentak. "Agh!!" seruku tiba2 karena lampu kembali padam. Dan dua detik kemudian kembali menyala. Namun pemuda misterius itu telah hilang.
"Tok..tok..tok..!" suara ketukan pintu mendadak muncul. "Rendra, apa kau di dalam?" seru kan Nonnie. Kubuka pintuku dengan segera.
"Kak, apa kau tahu siapa laki2 itu?"
"Ha? Laki2? siapa? Ah,, kau bangun tidur rupanya? Maaf ya sudah membangunkanmu.."
"Apa?!" seruku dalam hati kaget. Ya Tuhan ternyata aku baru saja bermimpi.
"Aku hanya mendapat titipan pesan dari bu Wina, nanti malam ia akan kemari untuk mengambil setoran uang kos."
"Nanti malam? Ah..bahkan ini masih siang. Bodohnya aku. Tapi, mana kunciku?" 
Itu semua tadi hanya mimpi, tapi soal kunciku yang hilang adalah sungguhan. Seketika aku panik dan membuat kak Nonnie dan lainnya ikut bingung. Hingga kuputuskan mencari ke kampus dengan bantuan kak Nonnie. Finally I found it. Di depan gedung kuliahku!
@@@

"Halo Rendra..bagaimana kabarmu?"
"Untuk apa menelpon? Apa ayah baru ingat jika masih punya anak setelah meninggalkannya selama 1tahun tanpa kabar?"
"Kenapa kau bicara seperti itu? Ayah tidak bermaksud seperti itu."
"Apa maksudnya tidak bermaksud seperti itu? Bahkan aku berulang kali ke asrama Andrea, mereka selalu bilang ayah tak pernah menelpon sekali pun. Apa ayah pikir dengan mengirim uang tiap dua bulan itu sudah cukup?"
"Rendra,dengarkan dulu penjelasan ayah.."
"Sudahlah, aku tak butuh itu. Jika ayah memang ingin bersama wanita itu pergilah. Aku bisa hidup sendiri tanpa ayah. Bahkan aku belum menyentuh uang ayah sepeser pun." potongku kesal dan langsung memutus koneksi telepon.
@@@

"Hai Ren,, apa bisa kita bicara?" sapa Cansa
"Ya, tentu. Soal apa?" sahutku.
"Aku ingin minta bantuan padamu. Aku tahu aku salah, tapi aku merasa hanya kau yang bisa membantuku.. Ini soal Vilia." ungkapnya. Aku pun menghela napasku dengan berat.
"That's ok. Santailah saja denganku. Tak perlu seperti itu. Aku sudah tak ada rasa padanya. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?"
"Mm..Kau kan sudah lama mengenalnya dan sudah tahu apa saja yang bisa membuatnya berhenti marah dan apa yang bisa membuatnya senang. Aku ingin minta maaf padanya sekaligus memberinya kejutan di ulang tahunnya bulan depan. Tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan.." terang Cansa.
"Memangnya dia marah kenapa? Dan separah apakah ia marah sehingga kau setakut itu. Kenapa tidak minta maaf saja langsung padanya. Bukankah dia pemaaf."
            "Aku sudah melakukannya tapi ia tetap marah. dan itu karena aku masih salah paham dengan hubungan antara dia dan teman sepupunya."
            "Bella maksudmu?'
            "Jadi kau mengenal Bella?"
            "Tidak, hanya tahu saja. Aku hanya sekali melihatnya."
            "Oh.. Mm.. aku tak menyangka jika akhirnya ia semarah itu."
            "Bella adalah mantan kekasihnya, jadi wajar jika Vilia marah saat kau seperti itu. Apalagi mereka putus karena kesalahpahaman selama long distance. Hanya kebijakan Vilia saja ia mencoba membuat Bella benar2 menerima perpisahan itu."
            "Apa Vilia memang masih menyukainya?"
            "Jika ia masih menyukainya tak mungkin ia bersamamu sekarang, apalagi setelah bersamaku!" kataku tiba2 sedikit emosi tanpa kusadari.
            "Mm.. maaf ya.. sepertinya aku.."
            "Well, aku akan membantumu. Akan kujelaskan apasaja yang perlu kau lakukan. Aku akan menelponmu nanti. Maaf sekarang aku harus pergi, aku sedang ada janji. Kau tenang saja, semua akan baik2 saja. Sementara ini, kau terus terang saja padanya, aku yakin ia akan segera mengerti. Saat ia sadar kau benar2 menyesal ia pasti akan segera memaafkanmu." terangku lantas bersiap pergi.
            "Terimakasih ya Rendra,. maaf sudah mengganggumu.."
            "No problem. Berhentilah bersedih ok! Sampai jumpa."
            "Sampai jumpa."
@@@

            Aku bosan sendiri, aku lelah bersedih dan aku benci menangis. Tapi kenapa semua itu tak bisa pergi dariku. Aku sudah berusaha tegar sejauh ini. Berusaha menganggap ini sebagai masalah. Seperti banyak orang yang sudah menganggapnya sebagai hal sepele. Bahkan sepertinya aku melakukan kesalahan memilih rumah kos. Tak seharusnya aku tinggal dirumah yang dihuni terlalu banyak orang yang membuatku semakin tak mungkin mengenal satu persatu. Seharusnya mereka tak sesibuk aku sehingga ada waktu yang sangat ramai dirumah. Rumah itu terlalu besar dan sunyi untukku.
            Kuayunkan kaki menuju rumah kosku. Rencanaku siang ini adalah tidur. Itulah janji yang kumaksud saat bicara pada Cansa. Aku sedang tak ingin mendengar nama Vilia kali ini. Butuh persiapan khusus untuk menghadapinya. Sejujurnya aku lelah melihat tawa temanku bersama orang yang pernah kusayangi. Ingin kubuang kesialan yang sudah bertahun-tahun hinggap dalam diriku.
            Aku telah sampai di depan rumah. Aku baru sadar jika rumah kosku terlihat seperti rumah hantu dalam film horor. Yah, walaupun ada innercourt yard yang cukup indah di dalamnya. Meski demikian rumah simetri dengan denah berbentuk silang empat penjuru ini adalah tempat yang nyaman untukku.
            Menyusuri lorong sangat seru untukku. Apalagi saat aku bertemu sekilas dengan wanita dalam tanda kutip itu, atau saat melihat "pria berkumis" dari lantai dua. Tapi aku tak mau bertemu dengan penyamar seperti yang ada di kamar kak Nonnie. Aku tak ingin sesosok pun meniru wajahku. Aku juga sebenarnya kadang2 merasa tak nyaman dengan "wanita" yang selalu di kamar mandi. Aku baru sadar jika aku telah mengenal beberapa penghuni rumah ini yang tak mungkin dikenal oleh gadis2 yang tinggal disini.
            "Klik" bunyi kunciku dalam lockcasenya. Dan aku pun sudah sampai di privacy roomku.
            "Agh!" seruku hampir histeris. Beberapa saat kupastikan diriku jika aku tidak sedang bermimpi. Kukedipkan mataku berulangkali untuk meyakinkan jika penglihatanku masih benar. Dan ia benar2 membuatku terpaku di ambang pintu.
            "Siapa kau?" tanyaku pada seorang pemuda yang tengah duduk di tempat tidurku.
            "Sudahlah cepat masuk saja. Sebelum orang lain mengira kau menyimpan laki2 dalam kamarmu."
            "Cepat katakan padaku siapa kau!Apa yang kau lakukan di kamarku."
            "Tenanglah dulu, masuklah dulu, dan kita bicara baik2. Kau tak perlu takut padaku. Aku takkan menyakitimu."
            "Aku takkan masuk sebelum kau katakan siapa dirimu dan apa maksudmu.."
            "Sudah cepat masuk!" potongnya seraya menarik tanganku  untuk duduk disampingnya. Pintu kamarku pun tertutup.
            "Apa kau lupa siapa aku?" tanya pemuda itu seraya mendekatkan wajahnya kewajahku. Air yang menetes dari rambutnya itupun menimpa tanganku. Dan kini aku pun ingat siapa dia. Aku ingat dengan rambutnya yang basah itu, aku ingat bagaimana harum tubuhnya, aku ingat suaranya dan . .
            "Ini tak mungkin!! Kau hanya mimpi. Dan ini pasti juga mimpi."tegasku padanya.
            "Kalau ini nyata?"
            "Kalau ini nyata sebaiknya kau pergi sekarang.."
            "Hei, kau tak bisa bicara seperti itu padaku, karena akulah yang berhak menyuruh seperti itu!" protesnya seraya bangun dari duduknya.
Aku pun menyerah. Kuhela napasku untuk mengalirkan ketenangan ke jantungku ini. Menyadari semua ini memang ada.
            "Apa makasudmu kau yang berhak? Ini kamarku.."
            "Tapi ini rumahku. Dan ini awalnya adalah kamarku." tambahnya dengan senyum peringatan.
            "Apa? Bagaimana bisa ini rumahmu?Apa kau anaknya ibu kos? Lalu kenapa kau kemari? Apa kau akan menyuruhku pergi dari sini? Apakah aku membuat kesalahan? Apa aku mengganggumu? "
            "Kau bisa tinggal disini sesukamu. Tapi aku ingin kau tidak menangis lagi disini. Itu sangat menggangguku. Jika kau ingin menangis, lakukan di tempat lain. Jangan dirumah ini." ujarnya serius. Dan saat benar2 melihatnya yang seperti itu kurasa ia baik. Mungkin ia memang baik. Tak mungkin jika ia tak baik mau membantuku dalam banyak hal tanpa kuketahui. Ini memang aneh tapi ini juga bukan mimpiku.
            "Mm..Maafkan aku..tapi darimana kau tahu jika aku.."sahutku heran.
            "Aku sudah bilang, kan, ini rumahku, ini kamarku. Aku yang menjaga kamar ini."
            "Membersihkan hati dan pikiranmu itu akan membutku lega. Mungkin ibumu juga sama sepertiku. Ia takkan suka melihatmu menangis tiap malam." sahutnya membuatku terbungkam. "Pikirkan itu baik2. Sampai jumpa." Dan ia hanya keluar begitu saja.
            "Mm..tunggu! Apa maksudmu kau adalah penunggu kamar ini?"seruku sedikit tersadar.
            "Haruskah aku mengatakannya dengan jelas?"
            "Ah, gurauan macam apa ini..kau berbohong, kan? Mm..kakimu bahakan menapak pada tanah."
            "Apakah ada yang mengatakan hantu penunggu rumah tidak memiliki kaki yang menapak pada tanah?"
            "Tapi ini tak mungkin..kau bahkan terlihat jelas sebagai manusia.. Kau sedang membual, kan? Ah, aku tahu pasti sebenarnya kau penyusup, kan? Lalu agar tak tertangkap kau bicara seperti itu.." cercaku padanya yang hanya acuh berjalan keluar dari kamar.
"Hei, mau kemana kau? aku belum selesai bicara!"  seruku hendak mengejarnya.
Namun ia telah menghilang. "Ah, cepat sekali perginya? Apa dia lari? Atau benarkah dia hantu, lalu sebagai formalitas ia keluar lewat pintu." pikirku. "Namun bagaimana pun, ntah siapa dia sebenarnya, semua kata-katanya benar. Ibu pasti tak suka melihatku menangis. Hmm.. baiklah, aku akan mencobanya.. dan..jika kau memang hantu, terimakasih kau muncul dengan cara baik2." ujarku sendiri.
@@@

            Apa aku sedang bermimpi lagi? Ataukah jiwaku telah mulai terganggu? Ini begitu khayal. Tapi aku sedang tak merasa berhalusinasi. Aku bicara pada sosok yang tak pernah ditemui anak-anak kos disini. Aku bicara padanya selayaknya bersama manusia normal. Dunia ini benar-benar berubah sejak aku menapakkan kaki disini.
           
@@@
            Semua yang terlihat hanya dinding dan pintu2 rapat, lorong ini seolah tak berujung.  Jeritan tanpa wujud memekakkan telingaku. Aku hanya sendiri dan terus berlari dalam gelap. Hingga kutemukan dunia luar yang gelap. Langkahku terhenti. Dibawah  atap portico ini kulihat seorang gadis kecil berusia 10 th yang lumpuh yang berusaha keras untuk bergerak pergi. Menyeret tubuhnya sendiri menyapu lantai. Tangannya terus bergerak menahan berat tubuh yang harus dipindahnya. Tak mampu berdiri dan tak mampu menggerakkan kakinya sendiri. Dress putihnya semakin usang oleh tanah.
            "Andrea..!" teriakku tak tahan melihatnya dan berlari menghampirinya."Ayo cepat kita pergi!" isakku seraya berjuang menopang berat tubuh gadis itu, membuatnya berdiri dan pergi bnersamaku.
            Kami berdua terjatuh ditengah jalan. Tersungkur ke tanah dalam hujan lebat. Adikku tak lagi sadarkan diri.
            "Aagghhhh..!!" Sebuah truk meluncur cepat menerjang kami.
            Tiba-tiba saja aku sudah berada di sebuah rumah. Aku baik-baik saja dan masih bernafas. Tapi aku tengah mengalirkan air mataku. Seseorang memelukku tiba-tiba dari belakang. Menenangkanku. Aku pun berbalik dan  memeluknya dengan lebih erat. "Kaza..!" isakku, dan pemuda itu pun menciumku. "Semua akan baik-baik saja." bisiknya.
            "Brakk            !!" pintu tergebrak dan terbuka mendadak. Aku melepas dan berpaling dari pemuda itu melihat ke arah luar.
            Terpampang di depan mataku ayahku dengan dua gadis kecil di sampingnya terpaku menatap seorang wanita yang perlahan menghilang dalam gerbang pilou di ujung jalan.
            "Brakk!!!"Pintu tertutup semua kembali gelap gulita
            "Aaahh!!"
@@@
            Aku terperanjat bangun dari tidurku. Nafasku benar-benar kacau dan keringat dingin mengalir deras di keningku. Kuusap wajahku dengan kedua tanganku dan ku kendalikan lagi pernapasanku. Aku pun segera menyalakan lampu dan mengambil segelas air untuk menjernihkan kembali jiwa dan pikiranku. Dan memastikan bahwa that's all just a nightmare.
           
@@@

            "Selamat pagi nona Rendra?"
            "Selamat pagi suster Maori. Mm..aku ingin bertemu  Andrea, dia baik-baik saja kan?"
            "Ya, tentu saja. Apalagi kemarin telah bertemu dengan ayahnya pasti sangat melegakannya."sahut perawat asrama yang mengantarku ke ruangan adikku. Kami pun menyusuri koridor asrama yayasan asuh anak cacat dan yatim piatu.
            "Ayah?"
            "Ya, Tn. Pradan kemarin datang dan menjenguk Andrea. Apa ayahmu tak cerita padamu?"
            "Mm..hubunganku sedang sedikit tak baik dengan ayah. Apakah dia lama disini?"
            "Ya..sekitar 3jam. Ayahmu juga membawa banyak oleh-oleh untuk Andrea dan anak-anak lain yang serumah induk dengan Andrea."
Aku hanya diam mendengarnya,semua terasa aneh bagiku. "Ayahmu juga kemarin menemui kepala asrama." tambah wanita tengah baya itu.
            "Untuk apa?"tanyaku penasaran.
            "Aku juga tak terlalu tahu, tapi yang aku dengar Andrea akan diajak pulang dan tinggal bersama ayahmu."
            "Tapi bukankah terapi Andrea belum selesai?"
            "Maaf, aku disini hanya perawat dan tak tahu banyak tentang hal itu. Mungkin kau bisa tanya pada ayahmu langsung atau tanyakan pada kepala asrama."
            "Ah,ya..kau benar. Maaf sudah banyak tanya."
            "Tak apa. Selama aku bisa, aku akan membantumu."
            "Terimakasih ya. Suster sudah terlalu sering kami repotkan."
            "Kau tenang saja. Kau dan adikmu sudah aku anggap seperti anakku sendiri. Apalagi aku juga sudah merawatmu sejak kecil."
            "Terimakasih sekali lagi."
@@@ 

            "Halo Rendra! Sebuah kejutan kau menelpon ayah. Ayah kira kau masih marah,jadi senang sekali kau menelpon seperti ini." jawab ayahku terdengar sangat semangat.
            "Aku dengar Ayah akan membawa Rea keluar asrama. Apa maksud ayah seperti itu, bukankah terapi Rea belum selesai." tanyaku.
            "Ayah tahu, terapi adikmu belum selesai. ayah hanya akan membawanya keluar asrama, bukan berhenti terapi. Ayah akan membawanya ke Malang bersama ayah, jadi kau tak perlu repot mengurusnya. Disini ada yayasan cabang yang bisa mengurus adikmu. Ayah akan mengajaknya tinggal bersama dirumah, jadi Rea tidak akan di asrama tapi pulang ke rumah seperti anak sekolah biasa."
            "Dan ayah akan meninggalnya dirumah sendiri sedang ayah sendiri ke kantor setelah itu?"
            "Dia takkan sendiri. Akan ada yang merawatnya. Naira juga akan menjaganya."
            "Apa?? jadi wanita itu tinggal dirumah yang sama dengan ayah?"
            "Itu hanya sementara. Ayah akan menjelaskannya setelah ini. Apa kau punya waktu? Bagaimana jika kita bertemu dan makan siang bersama?"
            "Maaf, aku sedang sibuk. Dan aku tak butuh penjelasan."jawabku kesal dan langsung menutup telpon.Aku pun berjalan keluar dari toilet gedung kuliahku tepat pada pukul 15.00 saat aku melihat jam.
            "Apa kau baik-baik saja?"tegur seseorang tiba-tiba.
            "Ah, ya.. I'm okay."sahutku datar lalu meninggalkan pemuda tsb.
            "Jika kau ada masalah kau masih bisa bagikan itu padaku.."katanya lagi membuatku terhenti. "Bagaimana pun aku mengenalmu. Kau tak bisa sembunyikan itu dariku."
            "Sudahlah Vilia,aku sudah bilang aku baik-baik saja. Apa pun yang terjadi denganku.."sahutku terputus
            "Kalau begitu temani aku ke toko DVD ya.."potong Vilia.
            "Tapi.."
            "Aku sedang tak ingin ada penolakan.."
            "Kenapa kau tak mengajak Cansa?"
            "Aku ingin bersamamu." sahut Vilia lalu menyeretku. Aku pun menghempasnya.
            "Kau tak bisa seenaknya seperti itu!" tegasku. Vilia pun terhenti dan kami pun saling terdiam setelah itu. Sejenak kemudian ia menghela napas.
            "Maaf.."
            "Kau..pergilah temui Cansa. Berhentilah marah. Kau..kau telah membuatnya sedih. Meski aku tak lagi mengawasimu, tetaplah belajar menjadi cerdas, yang bisa menahan emosimu.."
            "Aku tahu..aku sadar aku mungkin takkan bisa sepertimu. Yang bisa menahan semuanya.. Tapi.. kau..janganlah terlalu menahannya seperti ini. Melihatmu kacau akhir-akhir ini membuatku.."
            "Ah, aku harus pergi sekarang.."potongku cepat dan beranjak meninggalkannya. Namun Vilia menahan lenganku dengan tiba-tiba.
            "Akan kutemani kau berjalan pulang..untuk kali ini saja!"

@@@

            "Setelah cukup lama kau meninggalkanku..ntahlah sepertinya ada banyak hal serasa berbeda dan keadaan kurang baik mulai datang padaku." 
            "Meninggalkanmu? Itu adalah pilihanmu, bukan keputusanku."
            "Ya, aku tahu..akulah yang salah. Tapi apakah itu tak bisa diperbaiki?"
            "Jangan menyakiti Cansa,.. itulah satu-satunya perbaikan yang bisa kau lakukan sekarang.."
            "Rendra.."
            "Mm..Kita sudah sampai. Kau bisa pulang sekarang. Terimakasih sudah mengantarku pulang.." potongku lagi saat tiba tepat di depan rumah kosku.
            "Ya,.kalau begitu jaga dirimu baik-baik."
            "Pasti."sahutku singkat.
            "Baiklah, aku pergi dulu. Sampai jumpa."
            "Sampai jumpa. Hati-hati di jalan."
            "Ok."
@@@

            Aku tak tahu ada apa denganku. Tiba-tiba rasanya hatiku sedikit pedih. Saat ini aku barusaja selesai mandi, tapi kenapa itu tak mampu menyegarkan pikiranku. Masalah Andrea benar-benar memenuhi otakku. Hal ini benar-benar membuat galau. Haruskah aku melepasnya bersama ayah dan membiarkannya serumah dengan Naira, kekasih baru ayah. Aku merasa gila dibuatnya. Dan tanpa sadar aku terdiam lama dalam tangisku.
            "Tok..tok..tok" pintu kamar mandi pun terketuk seseorang. Aku bahkan lupa jika kamar mandi ini tak hanya untukku, tapi untuk bersama anak-anak kos lainnya. Segera kuusap air mataku dan membuka pintu.
            "Apa saja yang kau lakukan di dalam hah? Cepat keluar!"
            "Ka..kau?!" sahutku kaget.
            "Aku melarangmu menangis dalam kamar, bukan berarti kau pindah ke kamar mandi. Wanita di belakangmu lapor padaku ia terganggu olehmu."
Aku hanya dapat terbungkam karenanya. Saat aku menoleh pun aku tak melihat siapa-siapa. Pemuda itu pun menyeretku dengan tangan dinginnya.
            Kami berdua pun masuk ke kamarku. Setelah itu aku hanya bisa duduk di atas tempat tidurku. Aku tak pernah membayangkan jika aku akan melihatnya lagi. Ini benar-benar tak logis. Sedang ia hanya diam menatapku tajam. Ia benar-benar membuatku takut.
            "Well,sampai kapan kau akan tinggal disini?" tanyanya memecah keheningan.
            "Mm..apa kau akan mengusirku?"
            "Jadi kau tak paham pertanyaanku?"
            "Aku akan disini sampai, . . aku belum tahu.."jawabku.
            "Lalu, sampai kapan akan hidup seperti ini?"
            "..Aku.. aku juga tak tahu.."
            "Tapi kau tahu kan apa peraturanku untuk tinggal disini?"
            "Ya.."
            "Ugh..allright..aku akan membantumu, tapi berjanjilah kau berhenti bersedih."
            "Apa??"
            "Jadi kau tak mendengarkanku?"
            "Bukan..bukan seperti itu. Aku mendengarmu, tapi apakah kau bisa?Kau bahkan tak tahu apa masalahku..dan bahkan kita tak saling kenal!"
            "Apakah aku berkata akan membantumu menyelesaikan masalah?"
            "Ah..tidak..Lalu kalau begitu membantu apa?"
            "Aku tak akan mengatakannya. Karena tak banyak yang bisa kulakukan. Tapi aku akan mencoba melakukan apa yang bisa kukerjakan untukmu..?"
            "Sebenarnya,.siapa kau? Kenapa kau seperti ini padaku?"
            "Jadi kau sungguh ingin tahu siapa aku?"
            "Ya.."
            "Well, aku adalah orang yang kau ganggu.."
            "????" Aku hanya mengrenyitkan dahi tak mengerti dengan jawabannya yang sama sekali tak menjelaskan.
            "Sudahlah, tak penting siapa aku. Tapi percayalah jika aku takkan mencelakaimu."ujarnya pada akhirnya. Dan aku masih belum dapat berkata-kata.
            "Baiklah, bagaimana jika kita mulai dari awal. Seperti cara manusia aku akan memperkenalkan diriku. Hai Rendra, kenalkan, aku Kaza!" ujarnya dan mengulurkan tangannya. Aku hanya memandangnya dengan aneh dan tak percaya hingga selama ini aku dapat melihat makhluk dari dunia lain.
"Ah, sepertinya kau sama saja seperti gadis lain yang sok jual mahal." kata Kaza kemudian dan hendak menarik lagi tangannya, akan tetapi aku langsung meraihnya dengan cepat membalas uluran tangannya.
            "Rendra Oriotta Pradan!"
Dan ia pun tersenyum manis padaku.
            "Senang berkenalan denganmu." ucapnya dan kini kami benar-benar berjabat tangan. Dan kejadian ini membuatku tertegun untuk terus menatap tangannya. Bagaimana ia bisa membuat tangannya menjadi sehangat ini.
@@@

            Nampaknya ia berhasil membuatku lupa akan segala hal. Ia tak terlihat berbuat hal yang berarti. Namun sepertinya ia berhasil membuatku terhipnotis. Aku tak bisa melupakannya. Bahkan tak ada hal lain yang kuingat selain dirinya, tatapan matanya, suaranya, senyumannya, juga sentuhan tangannya.
            Aku benar-benar lupa tentang masalahku dengan ayahku, Vilia ataupun masalah sosialku lainnya. Semalaman aku tak mampu berhenti memikirkannya. Apa yang akan ia lakukan setelah ini? Sampai kapan ia akan muncul di hadapanku? Apa yang akan terjadi dalam kehidupanku setelah ini? Dan apa saja yang akan terjadi antara diriku dengan Kaza? Haruskah aku ke psikiater atas terjadinya hal ini? Ataukah ke paranormal?
@@@

            "Selamat pagi nona Oriotta?" sapa Kaza mengejutkan aku yang barusaja bangun dari tidurku.
            "Aku sudah siapkan tas dan barang2 yang perlu kau bawa ke kampus,jadi kau tak perlu repot."
            "Apa inikah caramu membantuku? Jika kau hanya akan menjadi seperti pelayan rumah tangga sebaiknya kau hemat saja tenagamu."
            "Ah, kau ini. Bangun tidur malah mengomel, bukannya berterimakasih."
            "Ah, maafkan aku..bukan maksudku untuk tidak berterimakasih.."
            "That's ok. Kau tenang saja dengan apa yang akan kulakukan. Hm..sudahlah lebih baik sekarang kau mandi dan bersiaplah ke kampus. Ini sudah siang untuk jam bangun tidur seorang gadis."
            "Baik.. Oh ya, terimakasih sudah membantuku membereskan rak bukuku."
            "Ah itu, kukira kau tak memperhatikannya."
            "Tentu saja aku memperhatikannya. Ah, ya sudah aku ke kamar mandi dulu. Jangan mengintip ya!" ujarku seraya membuka pintu kamar.
            "Haha..kau jangan khawatir Oriotta, aku pasti akan dihajar lebih dulu oleh Jane sebelum melakukannya."
            "Jane??"tanyaku tak mengerti.
            "Dia yang selalu menemanimu di kamar mandi."
            "Menemaniku?"sahutku tak konsen dan mulai bengong,
            "Hei, apa yang kau lakukan disitu?" tegur seorang wanita yang tiba-tiba datang. Lalu wanita itu beralih bertanya padaku, "Ah..kau pasti penghuni baru mahasiswa arsitektur itu kan?"
            "Ah, iya. Apa aku mengenalmu?"
            "Ah, kita baru bertemu kali ini. Aku Riana, kamarku di blok sebelah sana. Aku sekamar dengan Hana. Ni barusaja aku akan ke dapur ambil air."
            "Oh..senang bertemu denganmu.. Mm..ngomong-ngomong,jadi kau melihat pria di sampingku ini?"
            "Tentu saja, dia putra bungsu ibu kos disini, dia juga temanku. Apa dia mengganggumu?"jawab Riana membuatku tertawa, menertawakan Kaza.
            "Lelucon apa yang telah kau buat, ha? Berpura-pura menjadi hantu penunggu kamar.. Sekarang cepat berikan duplikat kunci kamarku! Kau pikir aku tak tahu jika kau telah menduplikatkan kunci kamar ini ketika aku lupa tidak melepasnya dan terpasang diluar?"omelku.
            "Untuk apa aku mempersulit diriku seperti itu, aku juga pemilik rumah ini dan aku tentunya memiliki semua kunci yang digunakan di rumah ini."sahut Kaza masih tetap dengan sikap tenangnya.
            "Sudahlah Kaza, sebaiknya kau segera pergi kali ini." suruh Riana.

@@@

            "Kaza,."
            "Ya?"
            "Aku ingin bertanya padamu. Apa kau juga yang mendatangkan mimpi buruk padaku? Kau bilang dirimu hantu, kan"
            "Mimpi apa?"
            "Mimpi saat aku bersama adikku dalam kegelapan,yang kemudian sebuah truk menabrak. Kemudian ada seorang pria bernama Kaza menciumku, dan dia adalah kau ."
            "??Aku tak mengerti maksudmu. Aku tak tahu apa2 soal itu. Aku hanya pernah datang dalam mimpimu sekali saat kuncimu hilang."
            "Benarkah? Lalu bagaimana hal itu terjadi, mungkinkah kau paranormal yang bisa masuk ke dalam mimpi seseorang.."gumamku
            "Tunggu,.! Jadi kau sudah tahu namaku lebih dulu sebelum aku mengenalkan diriku padamu?"
            "Tapi kau serius tak tahu soal mimpi itu?"
            "Untuk apa aku berbohong! Tentu saja aku tak tahu. Itu adalah mimpimu."
            "Ah ya, kau benar. Kau kan hanya hantu bohongan.."gumamku lagi.
            "Ah aku tahu! Jadi kau menyukaiku?! Bagaimana bisa kau bermimpi semacam iu?"
            "Hah? Hei, jangan asal bicara! Aku juga tak tahu bagaimana aku bisa bermimpi seperti itu. Dan bagaimana aku bisa suka padamu. Bahkan aku saja baru sadar jika yang ada dalam mimpi itu mirip dirimu dan memiliki nama yang sama denganmu.."
            "Baguslah kalau begitu. Karena jika sampai perasaan seperti itu muncul semua pasti akan kacau. Dan kejadian dalam mimpimu haruslah tak boleh terjadi."
            "Ya, kau benar.. Ah, baiklah, aku berangkat sekarang. Sampai jumpa nanti!" sahutku kemudian.
            "Ok. Jaga dirimu baik-baik!"balasnya.
@@@

            Aneh rasanya dan sering terkejut. Itulah yang aku rasakan. Kaza selalu saja datang dengan tiba-tiba membuka pintu kamarku di waktu yang tak terduga. Tapi sepertinya ia menyenangkan. Rupanya aku terjebak dalam sebuah skenario novel misterius. Terlalu asing bagiku memiliki pengalaman seperti ini, seperti menyimpan seorang 'pria' dalam kamar kos putri.
            Well, waktunya melupakan kaza sekarang dan saatnya pusatkan konsentrasi pada kuliah.
@@@

            Gedung itu tak terlalu besar atau pun tinggi. Hanya berupa bangunan bertingkat empat. Fasadnya sederhana, dengan cat krem berfinishing keramik bergaya bata ekspose bagian bawahnya. Dengan sesekali tersisipi tonjolan espose kolom praktis pada dinding yang membuatnya tampak bergelombang saat diterpa sinar matahari karena bayangan yang dimunculkannya..
            Dengan bidang dasar segi empat plus setengah lingkaran ditengahnya, gedung ini memiliki empat buah pintu masuk dilantai dasar dan dua buah pintu alternatif di tiap tingkat. Tangga utama yang ada dalam gedung berupa tangga U, begitu pula dengan tangga darurat pada tiap pintu.
            Koridor utama yang berada disamping memiliki portico berkolom rapat dan menghubungkan gedung kuliahku ini dengan gedung pusat dekanat fakultas. Di koridor pada sisi lainnya terdapat pula selasar berpergola yang menghubungkan ke bagian taman.
            Saat memasuki lobby suasananya begitu nyaman dan sangat dingin meski tanpa AC. Pada plafon ada bagian yang dibuat tinggi dan berlubang ventilasi. Interior  disini cenderung ditata dengan nuansa alami kayu dan karya seni bambu. Lantainya berlapis keramik polished batu alam yang karakternya tak jauh dari sifat marmer yang sifatnya dingin. I love to be here. 
@@@

Aku begitu menyukai kampus. Namun aku masih lebih suka tidur di kamarku. Sepertinya pekerjaan yang banyak ini membuat lembur ditiap malam di gazebo kampus. Itulah sulitnya bekerja dalam team tanpa basecamp. 
@@@



Malam masih terasa dingin meski tiga lapis pakaian telah terpakai. Rintik-rintik gerimis tak pernah berhenti sepanjang hari. Angin bertiup kencang di atas jalanan yang di penuhi genangan air. Menyapu wajah, melawan raga.
Aku berjalan sendiri. Menyusuri kesunyian koridor kampus. Remang-remang lampu menciptakan bayangan-bayangan di sepanjang dinding. Aku terus berjalan, hingga melewati hampanya area parkir. Hanya tarian malam pepohonan yang nampak di tengah kelengangan tersebut.
Waktu telah menunjukkan pukul 23.45 tengah malam. Dengan berusaha mengabaikan lelah aku tetap melangkah pulang menapakkan kaki di jalur gang. Masih sepi dan hening. Dan akhirnya sampailah aku di depan gerbang rumah kosku.
Aku tembus batas rumah itu. Lantas melayangkan pandangan ke serambi rumah. Tampak olehku seseorang tengah duduk di kursi teras. Kemudian dia pun berdiri menghampiriku.
“Sedang apa kau disini?”sapaku
“Aku mulai khawatir karena kau belum pulang.” Jawabnya.
“Kaza,.bukankah aku sudah bilang kalau aku akan terlambat pulang hari ini.”
“Aku tahu. Akan tetapi tetap saja aku tak bisa tenang jika kau belum pulang. Dan aku tak mengira kau akan jadi Cinderella malam ini. Tapi ya sudahlah, cepat masuk dan istirahatlah. Udara disini sudah tak baik untukmu.” Sahut Kaza. Aku hanya mengangguk.
@@@

“Ini minumlah!”suruh Kaza dan menyodorkan secangkir susu hangat. Dan hal ini membuatku tertegun.
“Kenapa hanya kau lihat saja? Ini ambillah!”tegur Kaza.
“Ah,terimakasih..”sahutku dan menerima pemberiannya itu, namun aku masih belum bisa meminumnya dan tanpa sadar hanya memandang heran pada cangkir yang kini di tanganku.
“Apa kau tak suka? Jika kau tak suka baiklah, aku yang akan meminumnya.”
“Ah,bukan seperti itu. Aku akan meminumnya..sekali lagi terimakasih sudah membuat ini untukku.” sahutku
"Lalu kenapa sampai detik ini kau hanya memandanginya?"
"Mm..aku hanya berpikir.. apa tak ada yang melihatmu melakukan ini? Kau seorang laki-laki, bisa-bisanya dirimu keluar masuk seenaknya di kos putri. Ya..aku tahu kau anak bungsu ibu kos, tetapi tetap saja kau kan laki-laki, tak seharusnya main-main disini apalagi berada di kamarku seperti ini."
"Apa ini membuatmu tak nyaman?"
"Sejujurnya aku senang kau ada disini. Seperti yang sudah kuceritakan padamu, selama ini aku selalu sendiri. Jadi dengan adanya keberadaanmu aku benar-benar sangat terhibur. Namun tetap saja aku merasa aneh. Tak enak juga jika ada anak-anak lain yang melihat. Lalu bagaimana kau bisa ada disini, bagaimana bisa kau mengenalku dan kenapa kau selalu menemaniku.. aku masih belum bisa memahami itu."
"Sudahlah..jangan banyak berpikir. Aku kan sudah bilang padamu, aku adalah hantu, dan aku bertanggung jawab menjaga semua yang ada di dalam kamar ini. Sudah, cepat minum itu sebelum menjadi dingin."
@@@

Keesokan harinya aku pergi kuliah seperti biasanya. Menjalani keseharian kehidupan kampus yang penuh akan tugas.
Hingga tiga hari setelah itu pun aku masih sibuk dengan tugasku. Semuanya melelahkan. Bahkan akhir-akhir ini pun Kaza tak datang mengunjungiku. Hatiku kembali lelah. Semua keadaan kembali membuat lelah hari ini. Begitu sakit, meruntuhkan asaku. Tugas kuliah, keinginanku, masalah ayahku, pengabaian janji oleh temanku, kekalahan dan semuanya sangat melelahkan hati.
            Mengingat semua tugasku ternyata aku memang butuh seseorang. Aku butuh seseorang yang bisa menyumbang tenaganya untukku. Aku ingin dapat dekat dengan orang lain yang mampu membantu, menyemangati dan menghiburku.
            Rasanya ini begitu menyiksa. Aku kembali meneteskan air mata. Aku ingin melupakan masalah tentang ayah dan Vilia yang selalu berusaha menghubungiku lagi tanpa menyadari dan mengingat apa yang telah mereka lakukan terhadapku.
@@@

            Hari itu temanku Vicky hendak membeli peralatan maket untuk tugas aku berniat ikut untuk membeli keperluanku. Masalahnya ia akan pergi ketika aku ada jam kuliah. Namun akhirnya ia menyuruhku tinggal dan aku bisa meniitip saja padanya. Akhirnya aku setuju dan kemudian aku menunggunya untuk mendapatkan pesananku.
            Seperti orang bodoh, dan aku tak tahu bagaimana bisa ia lakukan itu padaku. Vicky tak menbalas short messageku, tak menjawab panggilan teleponku. Ia tak datang lagi setelah aku menunggunya selama 2 jam di gazebo kampus seperti perjanjian. Yang aku sesalkan kenapa ia berkata seperti itu, kenapa tidak ia katakan saja ia tak mau membelikan keperluan itu untukku. Dengan begitu aku tak perlu menunggunya selama itu. Sehingga aku bisa langsung pergi membeli keperluanku sendiri. Aku benar-benar merasa bodoh dengan mempercayainya. Aku benar-benar tak paham dengan makna pertemanan di zaman sekarang ini.
            Akhirnya aku berjalan sendiri menuju halte trans kota. Setelah 10 menit menunggu akhirnya trans kota yang menuju pasar besar tiba. Dan kemudian aku berhasil membawa segulung gasket, segulung karton, kingstrit, lem kayu, lem foam, UHU,dan mika. Meskipun sedikit sulit berjalan dengan gasket dan karton aku tetap berusaha membawa mereka pulang.
            Ketika sampai, hari sudah mulai gelap. Dan aku kembali sial. Ketika berjalan memasuki gang menuju rumah kos, sebuah batu di tengah jalan berhasil menjegalku dan membuatku terjatuh dan menjatuhkan barangku.
            "Aish..Ahh.."rintihku akan goresan luka di tanganku.
Sejenak aku terdiam memandang sekelilingku yang sepi. Aku benar-benar sendiri. Ya, aku sendirian sekarang. But it's okey. Aku bergegas membereskan semuanya dan berjalan kembali.
@@@

            Semua barangku kujatuhkan ke tempat tidur dengan lemah. Aku pun turut menjatuhkan diri dan terduduk di tepi tempat tidurku. Aku menangis, melepas sakit di dadaku dan tanganku.
            Sejenak kemudian tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku. Aku dengan segera mengusap air mataku.
            "Hai.."sapaku pada Kaza yang kini duduk di sampingku.
            "Apa kau sedang berusaha menegarkan diri?"
            "Apa? Kenapa harus seperti itu? Aku baik-baik saja." sahutku tak jujur.
            Kaza pun bangun dari duduknya setelah itu dan ia keluar dari kamar tanpa satu kata pun. Mengingat air muka Kaza aku menjadi cemas, apa ia sedang marah padaku ataukah ia mulai mengacuhkanku. Ekspresinya membuatku tak tenang dan kembali meneteskan air mata.
            "Apa yang sedang kau lakukan?" tegur Kaza tiba-tiba muncul menyentak pikiranku. aku kembali menghapus air mataku dengan cepat. Aku tak mau Kaza marah karena aku menangis.
            Pemuda itu rupanya kembali dengan mangkok kecil berisi air. Lantas ia mengambil kapas milikku yang ada di meja rias. Kaza kembali duduk disampingku.
            "Berikan tanganmu!" suruhnya dan aku menurutinya begitu saja. Ia pun membersihkan luka di tanganku dan mengobatinya. Aku benar-benar merasa dadaku semakin sesak akan sikapnya. Begitu lega melihatnya lagi disampingku.
            "Jika kau ingin menangis, menangislah.." ucap Kaza penuh hati-hati.
            "Apa? Kenapa aku harus menangis? Luka itu tak terlalu sakit.."sahutku menutupi perasaanku yang sebenarnya.
            "Aku takkan memberimu kesempatan lagi di hari lain." tegasnya membuatku tak bisa lagi menahan semuanya.
            "Untuk selanjutnya aku takkan mengizinkanmu menangis lagi..aku takkan membiarkanmu menangis sendiri tanpaku.. "
            "Kaza??"
            "Maafkan aku telah meninggalkanmu akhir-akhir ini.. aku pergi untuk menetapkan hatiku.. aku harus menata ulang pikiranku yang selama ini begitu kacau.. namun kini aku telah memilih,. aku akan mendengarkan semuanya.. akan kudengarkan semua ceritamu, kegembiraanmu, juga kesedihanmu.. "
            Aku tertegun untuk beberapa saat, tak percaya dengan apa yang kudengar.. dan aku tertawa dalam tangisku..
            "Apa ini nyata? ah.. ini pasti mimpi kan..  jika ini bukan mimpi, pastilah kau sedang bercanda, kan,.. bagaimana mungkin ada seseorang yang mendengarkanku.. itu takkan mungkin.. Apa kau tahu? Kau satu-satunya orang yang berkata akan mendengarkanku.. Selama ini tak seorang pun mendengarku..bahkan ayahku pun ia tak pernah mendengarku.. ia tak peduli apa pun tentangku..ia adalah orang tua satu-satunya yang aku miliki..tapi semua terjadi seolah kami orang asing.. Ia hanya peduli akan dirinya sendiri.. ia tak pernah ada di sisiku, bahkan ketika aku menangis pun ia tak pernah ada untukku.. Tak pernah ada di sisiku.. Ayahku saja tak mau berada di sisiku..bagaimana mungkin orang lain bisa melakukannya.. bagaimana mungkin ada orang lain di sisiku.. semua itu hanya anganku saja.."
            "Oriotta..bagaimana dengan di sisiku?"
            "??" Aku merasa aku tengah bermimpi mendengarnya. Ini serasa bukan nyata. Aku hanya mampu terbungkam menatap sorot mata Kaza. Merasakan adanya angin hangat merasuk ke dalam raga. Seolah menumbuhkan kupu-kupu yang menari  di dalam dadaku.
            "Bagaimana untuk selalu di sisiku? Untuk menangis di sisiku? Dan tertawa bersamaku?"
            Aku mendengarnya lagi. Aku bisa mendengar lagi pertanyaan itu. Pertanyaan yang mengalirkan sengatan listrik ke dalam otakku. Yang secara perlahan sengatan itu semakin kuat ketika ia mengusap air mataku. Membuatku terbenam dalam dunianya. Seolah terhipnotis akan kelembutannya.
            @@@

            Hari ini adalah hari Sabtu. Hari yang sudah kunantikan.
            "Kau ingin kemana?"tanya Kaza padaku saat kami tengah menunggu trans kota datang.
            "Terserah kau saja. Aku akan ikut kemana saja kau pergi, sama seperti yang telah kau lakukan untukku."
            "Kalau begitu, bagaimana jika kita ke Bukit Awan?"
            "Sepertinya itu akan sangat menarik. Apa kau sering pergi kesana?"
            "Bisa dikatakan seperti itu, tapi itu dulu. Sejak setahun yang lalu aku tak pernah pergi kemana-mana jika tak penting. Sejak kejadian itu aku tak suka keramaian."
            "Sejak kejadian apa? Apa sesuatu yang buruk pernah terjadi padamu?" sahutku jadi penasaran.
            "Ah, lupakan saja! Itu busnya sudah datang, ayo kita pergi."
Kami berdua pun segera naik dan duduk di bangku paling belakang.
            "Sepertinya hari ini busnya sangat sepi."komentarku melihat penumpang trans yang hanya ada 3 orang termasuk aku dan Kaza.
            "Inilah yang kuharapkan."
            "Memangnya kenapa? Soal yang tadi, bolehkah aku menanyakannya lagi? Aku hanya penasaran dengan masa lalumu. Kau mengetahui banyak hal tentangku, tapi aku sedikit sekali mengetahui kehidupanmu."
            "Semakin sedikit kau tahu itu akan lebih baik."
            "Bagaimana bisa itu lebih baik? Apa ada hal yang kau sembunyikan dariku? Atau tebakanku selama ini benar, kau adalah  pencuri?"
            "Hei, jangan asal bicara! Apa aku terlihat sebagai penjahat?"protes Kaza membuatku tertawa. "Berhentilah tertawa sebelum orang lain mengira kau gila.."
            "Bagaimana bisa? Aku kan tidak tertawa sendirian, ada dirimu di sampingku.."
            "Apa kau lupa siapa aku?"
            "Ah, baiklah.. sepertinya kau mulai lagi  berperan sebagai hantu rumah kos.."
            "Bagaimana jika itu benar? Apa kau menyesal bertemu denganku?"
            "Mm..bagaimana ya.. sejujurnya meski aku akan menyesal tapi kau telah banyak membantuku. Kau buatkan maket, kau rapikan kamarku, kau sediakan minuman hangat di malam hari, kau pun telah banyak menghiburku." sahutku penuh semangat. Namun aku baru sadar jika wajah Kaza begitu sedih detik itu. Ia bahkan cenderung sangat diam selama perjalanan. Ia tak terlihat seperti biasanya. Wajahnya kini begitu serius memikirkan sesuatu.
            "Kaza, apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?"
            "Ah, tidak. Aku baik-baik saja. Mungkin ini karena aku yang sudah tak sabar ingin segera sampai ke lokasi dan bersenang-senang denganmu. Kau tak perlu cemaskan aku."
            "Ohh..baguslah kalau kau baik-baik saja.."
            "Ah, sepertinya kita sudah hampir sampai.." sahut Kaza kembali cerah.  Entah itu sungguhan atau hanya pura-pura agar aku tak cemas.   
@@@

            "Wah, tempat ini indah sekali..!"seruku kagum ketika aku berdiri memandang sekeliling yang penuh bunga.
            "Apa kau suka?"
            "Ya, aku sangat suka tempat ini."
            "Mau berkeliling?"
            "Tentu.."sahutku cepat dan semangat. Kaza pun tertawa melihatku.
            "Ketika aku sedang lelah atau pun sedih tempat ini selalu menjadi tujuan utamaku.. Udara di sini benar-benar menyegarkan otak dan pikiranku.."
            "Ya.. kau benar. Aku juga merasakannya.. Terimakasih sudah mengajakku kemari."

"Terimakasih juga telah menemaniku ke sini." balas Kaza
"Ah.. untuk apa kau berterimakasih, sudah seharusnya aku menemanimu."
"Mm..Oriotta.."
"Ya?"
"Ah,.lupakan! Mm..ayo kita naik, disana ada air terjun yang menarik." ujar Kaza mengalihkan tujuannya.
" Apa ada yang ingin kau sampaikan tadi?"
"Ah, tak ada. Bukan hal yang penting.."jawab Kaza nampak tak jujur, "Sudahlah, Ayo! Jangan banyak berpikir, ayo kita bersenang-senang hari ini." ajak Kaza kemudian seraya menarik tanganku. Dan ia terus menggenggam tanganku selama berjalan.
"Ayo kita duduk disini sejenak!" ajak Kaza lagi, untuk duduk di atas sebuah batu besar di tepi tebing. Dari sini aku dapat melihat hamparan luas sawah, hutan dan pegunungan. Semua nampak hijau berkilau oleh sinar mentari. Seperti di atas awan, aku dapat melihat semuanya dengan leluasa.
"Tunggulah disini. Aku akan segera kembali, jadi jangan pergi kemana-mana."
"Ok."
Sejenak kemudian Kaza telah kembali dan duduk di sampingku.
"Darimana kau dapatkan itu?"tanyaku heran melihat gitar di tangan Kaza.
"Dari sana."kata Kaza seraya menunjuk ke sebuah rumah kecil dari kayu yang berada di ujung jalan setapak.
"Tempat apa itu?"
"Itu hanya sebuah kedai kecil yang menyewakan barang. Ada gitar, teropong, layang2, sepeda dan barang lain yang mungkin akan dibutuhkan pengunjung."
"Oh.."
"Ok, kau mau lagu apa? Aku akan menyanyi untukmu.." tanya Kaza padaku. "Sebut saja salah satu judul lagu, jangan hanya tertawa!" ujarnya kemudian.
"Mm..apa ya..terserah kau saja. Asalkan kau yang menyanyi aku pasti suka semua lagu."
"Hmm..begitukah? Baiklah Bagaimana dengan lagu Change The World dari V-6?"
"Hmm..Inuyasha soundtrack, that's ok." sahutku setuju dan Kaza pun langsung memainkan gitarnya..

"I want to change the world
Kaze wo kakenukete nanimo osorezu ni
Ima yuuki to egao no kakera daite
Change my mind
Jounetsu tayasazu ni
takaru mirai e
te wo nobaseba
kagayakeru hazu sa
It's wonderland

Hai iro no sora no kanata
nanika oite kita
Kimi wa mayoi nagara
sagashi tsudzukeru
Kimi no kokoro furuete' ta asu no mienai yo
nanimo shinjirarezu mimi wo fusagu
kimi ni deaeta toki hontou no ibasho mitsuketa
nanigenai yasashisa
ga koko ni atte
bokura mezameru

I want to change the world
Nido to mayowanai
kimi to iru mirai
katachi doreba doko
made mo toberu sa
Change my mind
 Jounetsu tayasazu ni +/
shiranai ashita e tsubasa hiroge
hanabatakeru hazu sa
It's wonderland

I want to change the world
Kaze wo kakenukete nanimo osorezu ni
Ima yuuki to egao no kakera daite
Change my mind
Jounetsu tayasazu ni
takaru mirai e
te wo nobaseba
kagayakeru hazu sa
It's wonderland

(I want to change the world
Piercing through the gales, unafraid of anything
Now I hold my courage and pieces of my smile
Change my mind
If we reach out to the soaring future
without losing our able to shine,
It's wonderland

You've left
something in the far reaches of the grey sky,
and you keep on searching as you wander
In the night when your heart shook,
and I can't see tomorrow
I can't believe anything and close my ears
When I met you,
I found my true place in life
An innocent kindess is right here
And so we awaken

I want to change the world
I won't hesitate again
If I can shape a future with you,
then I can fly anywhere
Change my mind
I can spread my wings and fly
towards the unknown future
without losing my passion
It's wonderland

I want to change the world
Piercing through the gales, unafraid of anything
Now I hold my courage and pieces of my smile
Change my mind
If we reach out to the soaring future
without losing our able to shine,
It's wonderland)"

Waktu kami biarkan begitu. Dalam senyuman. Merasakan sebuah mimpi yang menyata. Menyaksikan luasnya semesta, kekuasaan Tuhan. Hingga waktu dirasa cukup kami kembali berjalan. Aku mengikutinya berjalan melewati setapak itu. Memasuki rumah penyewaan itu, yang perabotnya tertata rapi. Sepangkon kursi bambu untuk tamu. Meja kecil dengan sebuah buku daftar peminjaman. Dan rak-rak serta lemari yang menyimpan beberapa peralatan yang disewakan.
Pria tua yang awalnya sedang sibuk mengamati data dalam bukunya itu pun menyambut kami. Aku pun duduk di kursi bambu yang tersedia, menunggu Kaza yang sedang mengurus pengembalian gitar. Sejenak kami kembali keluar.
"Kau lihat tempat itu?"
"Ehem.."sahutku turut memandang ke sebuah gua bawah tanah buatan.
"Ayo kita lihat!"ajak Kaza seraya menarik pergelangan tanganku.
Langkah demi langkah kujalani. Dan tiap langkah itu aku terus berpikir. Siapa sebenarnya Kaza? Apa pula hubunganku dengannya? Kenapa ia begitu baik? Kenapa ia perlakukan aku seperti ini? Haruskah senyumnya semanis ini? Apa ia perlakukan semua orang sebaik ini? Kenapa ia mendatangiku? Kenapa harus aku? Apa ini takdir?
"Are you okay?" tegur Kaza yang menyadari pandanganku kosong.
"Ah ya.." sahutku
"Ya sudah kalau begitu. Mm.. di dalam mungkin akan sedikit gelap jadi berhati-hatilah, dan jangan melamun!"
"Ya aku mengerti."
Aku pun memasuki gua itu dengan Kaza menjagaku di belakang. Aku melihat beberapa relief buatan yang cukup unik di dalamnya dihiaskan lampu-lampu berwana yang mampu memberi kesan lebih dramatis. Udara didalam gua ini cukup lembab nampaknya. Begitu pula tanahnya yang berundak yang kurasa sedikit licin.
Ruangan ini sangat cantik. Kulihat pula beberapa orang yang ada pun menyaksikannya dengan kekaguman. Apa lagi saat melihat langit-langitnya juga menawan.
"Ahh!!"  seruku tiba-tiba. Aku tergelincir di tangga yang tak kulihat. Namun dengan cepat kaza menangkap lengan dan pinggangku yang mencegahku yang akan terjatuh.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya cemas. Aku pun mengangguk. Ia pun melepasku dengan perlahan.
"Terimakasih." ucapku kemudian. Ia pun mengangguk.
Kami sudah berada di luar. Dan tengah duduk di sebuah gazebo kecil berukuran   (2x2)m2. Kaza pun berkata hari ini ia merasa begitu gembira. Dan benar, aku telah melupakan semua masalahku dengan datang kemari. Namun masalah baru muncul. Lagi. Aku merasaku dadaku menjadi menyesak aneh. Dan mendadak aku merasa canggung di dekatnya. Ia yang menyadari sikap anehku pun juga terlihat menjadi canggung pula. Yang membuat kami hanya berdiam. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berkata,
"Mm.. karena selama ini kau baik padaku, bagaimana kalau kutraktir kau minum?"
"Wah.. itu ide bagus!"sahutnya senang.
"Baiklah kalau begitu tunggu disini. Aku akan kesana. kau mau minum apa?" ujarku menunjuk ke sebuah kedai minuman kecil 20m di seberang gazebo.
"Original Ice Tea."
"Ok. Don't go anywhere!"
"OK. I won't leave you." sahutnya dengan senyum terbaiknya.
Aku pun berjalan menghampiri kedai kecil itu, yang cukup ramai dipadati oleh banyak pembeli. Yang terpaksa aku harus mengantri lebih dulu. Sesekali dalam antrian aku  menoleh kearah Kaza. Ia pun tersenyum dari kejauhan, meski tak terlalu jelas dan terkadang tertutupi orang-orang yang lalu-lalang tapi aku tahu ia tersenyum untukku.
Dari antrian ke 10 aku sudah di antrian ke 5 kini. Aku kembali melihat ke arah Kaza. Dan aku tersentak sendiri mendapati gazebo itu kosong. Ku pandangi sekeliling ia tak terlihat. Hingga di antrian ke tiga akhirnya melihatnya sudah duduk lagi di tempat semula, yang tak kulihat kapan datangnya karena banyak orang di sekitar tempat itu.
Aku sudah di depan sendiri kini. Dan tengah menunggu pesananku dibuat. Ia menghilang lagi. Aku kembali was-was. Apa dia meninggalkanku? pikirku. Setelah membayar aku pun bergegas mulai menghampiri gazebo dengan dua gelas plastik berisi original ice tea.  Pandanganku kemana-mana mencari sosok Kaza. Dan kini aku sudah di dekat gazebo dan melihat Kaza masih duduk di tempatnya. Langkahku terhenti. Karena lega, heran dan.. ah intinya perasaanku tengah kacau.
"Kau kenapa berhenti disitu??" seru pemuda itu. Lalu aku kembali berjalan dan duduk disebelahnya.
" Kemana saja kau?"tanyaku seraya menyodorkan minumannya.
"Aku di sini dari tadi."jawabnya.
"Hei, apa kau pikir aku rabun? Meski dari jauh aku bisa melihat kau tersenyum, jadi tentu saja aku bisa melihatmu ada atau tidak di bangku ini. Dan kenyataannya kau  menghilang dan muncul menghilang lagi dan muncul lagi dengan tiba-tiba." protesku. Ia pun nampak sedikit terkejut. Dan ia jadi terdiam.
"Ah..benar kan kau pergi-pergi tadi?"
"Hanya jalan-jalan sedikit, dan memotret beberapa obyek."katanya kemudian sedikit ragu-ragu.
"Oh..jadi begitu..ngomong-ngomong, apa yang kau potret? Apa aku boleh melihatnya?"
"Bukan hal yang terlalu penting. Lagi pula apa aku berkata aku memotretnya dengan kamera??"
"Ah..aku tak mengerti maksudmu. Ok, jadi critanya kau tak mau menunjukkannya padaku?Atau jangan-jangan kau memotret seorang gadis seksi?"
"Hei.. untuk apa aku melalukannya!"
"Ya mungkin saja, bukan tak mungkin kau pergi diam-diam untuk mengikuti dan mengambil foto gadis cantik yang seksi atau hal semacamnya."
"Lalu, jika aku melakukannya apa kau cemburu??"tanya Kaza menyentakku
"Ah..apa? cemburu? untuk apa aku cemburu?"elakku jadi sedikit gugup tanpa alasan jelas.
"Sudahlah jujur saja!"desaknya menggodaku.
"Hei..jangan terlalu percaya diri!"tukasku. Ia pun hanya tersenyum. Kini akulah yang menjadi terdiam.
Aku tak tahu. Hatiku menjadi pedih secara mendadak. Air mata pun perlahan keluar dari persembunyiannya. Aku merasa kehilangan. Kehilangan suatu hal yang tak pasti. Yang tak pernah kuketahui keberadaanya yang sebenarnya. Bahkan mungkin aku belum pernah memilikinya. Bahkan aku tak tahu apa itu. Tiba-tiba aku merasa takut. Aku takut jika aku akan sendirian. Aku menjadi takut untuk terjatuh. Aku takut melangkah. Aku takut tersesat. Aku merasa aku kehilangan banyak hal. Seolah kehilangan semua teman yang kumiliki.
Aku masih ingin memiliki tempat bersandar. Aku masih ingin ada seseorang yang menuntunku. Ada tempatku tuk bergantung. Yang memelukku saat kudingin. Yang menggenggam erat tanganku kala ku kehilangan keseimbangan. Yang menghapus air mata kesedihanku. Yang memandangku dengan sinar mata cintanya. Yang selalu memperhatikanku, menanyakan keadaanku. Menjagaku di keramaian.
Aku masih bisa melihatnya. Ia masih di dekatku. Tapi kengapa aku merasa ia telah pergi. Aku hanya sejenak berpisah dengannya. Hanya sebentar tak melihatnya. Tapi kenapa aku merasa setakut ini. Mungkinkah ini adalah sebuah efek. Saat seseorang mulai menyukai orang lain. Haruskah justru menyakitkan seperti ini. Bukankah seharusnya rasanya berbeda, lebih menggembirakan mungkin. Saat ini aku benar-benar berharap semuanya akan baik-baik saja.
"Oriotta?Apa ada masalah?" tegur Kaza membuyarkan lamunanku.
"Ah, aku baik-baik saja."sahutku sedikit gugup.
"Kau yakin?"
"Ya..hanya sedikit lelah saja. Kau tak perlu khawatirkan aku."

@@@

Setelah setengah jam kemudian kami pun kembali menempuh perjalanan untuk pulang. Namun kami pun akhirnya berhenti di tengah perjalanan dimana kami rasa sangat menarik untuk berhenti. Untuk berjalan di pasar buah, makan siang, Dan sedikit berjalan mengelilingi kompleks candi dan kuil di suatu kawasan bersejarah. Lalu makan malam dan akhirnya sampailah kami di halaman rumah kosku yang tengah sepi, sepi seperti di tiap harinya.
"Sepertinya aku langsung pulang saja. Dengan begitu kau bisa langsung beristirahat." ujar Kaza.
"Begitukah?"
"Heem..Aku akan kembali besok."
"Ah..baiklah kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik." sahutku.
"Kau juga. Semoga nanti kau mimpi indah."
"Mm..sepertinya akan begitu, hari ini aku sangat senang dan mungkin akan terbawa ke dalam mimpi. Terimakasih sudah mengajakku jalan-jalan."
"Terimakasih juga untuk hari ini."balas Kaza lalu terdiam dan hanya menatap wajahku.
"Ada apa?"tanyaku. Namun ia tak menjawab. Ia hanya bergerak mendekat lalu merunduk dan mengecup keningku.
"Sampai jumpa."bisiknya kemudian disaat jantungku berdegup kencang. Sejenak kemudian ia pun berlalu.
@@@

Aku tak bisa tidur. Bukan karena terlalu senang. Juga bukan karena ciuman itu. Tapi karena sikap pemuda itu. Aku benar-benar takut kehilangan dirinya sekarang. Tak biasanya ia berkata akan pulang. Bagiku itu suatu keanehan, ntahlah apa ini sebenarnya hanya efek  ‘perasaan’ itu. Hanya saja, teringat akan kata-katanya biasanya, ia selalu berkata ini rumahnya. Mungkinkah ia mulai menunjukkan keseriusannya. Aku benar-benar kacau sendiri sekarang.
Keesokan paginya aku terbangun dari tidurku, bukan karna telah cukup tidur namun karena mimpi buruk yang kebali muncul. Baru dua jam terlelap namun begitu cepatnya dunia itu menghampiri tidurku. Waktu masih menunjukan pukul 5 pagi, saat yang masih sangat awal untuk bangun di hari minggu untuk orang-orang di rumah kos ini. Kupandang sekelilingku, aku termenung.
Ia sungguh akan datang, kan? Ntah kenapa keberadaan Kaza akhir-akhir ini yang selalu ada di tiap aku terbangun dari mimpi burukku membuatku merasa aneh saat kali ini ia tak disampingku. Ketakutan masih merayap. Dan aku masih tak bisa kembali terlelap meski mata ini masih lelah.
@@@
"Kaza, apa kau sibuk hari ini?" tanyaku pada Kaza melalui pesan singkat seluler. Namun beberapa saat kutunggu tak ada respon. Aku kembali paranoid dengan banyak pikiran negatif, karena hal ini tak biasanya terjadi. Ia tak membalas SMSku hingga 1 jam.
"Apa kau masih tidur? Hari ini aku mau ke perpustakaan, apa kau mau ikut?"
Dan hingga ketika aku sudah menghabiskan waktu 3 jam di perpustakaan ia pun belum ada kabar. Kini jam digital ponselku menampilkan angka 12:23, Aku pun beranjak membereskan buku-buku dan membawa laptopku dan mulai meninggalkan ruang baca menuju kafe.
Kupesan segelas yogurt strawberry lantas mengeluarkan ponsel flip whiteku. Kucoba menghubungi lagi nomor Kaza. Aku benar-benar khawatir sekarang.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau di luar jangkauan area, cobalah beberapa saat lagi.."
@@@

No comments:

Post a Comment