Angin
bertiup kencang sore itu. Langit tampak mendung dan suram menyelimuti
keheningan rumah tua tersebut. Sebuah bangunan dengan luas lebih dari 1000m2 di atas tanah
berkisar 1800 m2. .Dengan
atap tumpuk dan jendela-jendela jalusinya saja sudah terlihat jelas jika itu
adalah bangunan bekas colonial. Ditambah lagi dengan plafon tinggi dan
banyaknya selasar menjadikan kekhasannya semakin kuat.
Ketukan
sepatu wanita tua itu sedikit menggema saat menyusuri koridor bercabang tiga
dalam rumah. Hingga perlahan lenyap oleh sahutan suara beberapa gadis remaja
diruang tengah. TV yang menyala disudut ruang tampaknya sedikit terabaikan oleh
gurauan mereka. Hingga sesaat mereka pun terdiam melihat sosok wanita tua
tersebut. Suara TV kini menjadi pemenang.
“Selamat
sore bu Wina!”sapa salah seorang pada ibu kosnya memecah kebisuan. Sedang tiga
gadis lainnya menatap asing padaku, yang berjalan mengikuti bu Wina. Aku pun
sedikit melempar senyum pada mereka. Mereka membalas senyum sekilas dengan
tatapan curiga. Itu hanya beberapa detik saja berlalu.
Aku
berlanjut melewati pintu di kiri ruangan, dan selasar lagi yang kutemukan.
Lantas menikung ke kiri dengan jalan lebih lebar dari sebelumnya. Yang ini
mungkin sekitar 3m, 1m lebih lebar dari selasar sebelumnya. Kini aku pun
menemukan sebuah tangga diujung selasar. Sempat kukira aku akan menaikinya,
tapi aku hanya melaluinya dan kembali belok ke sayap kiri jalan. Di samping
tangga kayu itulah aku berhenti.
“Ini
kamarmu” kata bu Wina seraya membuka pintu kamar yang berukuran 3 m x 3 m itu.
Kumasuki
ruang tersebut. Sebuah ruang dengan dua buah jendela mati berplafon setinggi
4m. Lengkap di dalamnya sebuah tempat tidur single dan lemari dengan dimensi
(60x50x150) cm3 disampingnya. Disudut ruang juga sudah
disediakan meja kecil dan rak diatasnya.
“Kamar
mandinya ada disana” tambah bu Wina memberitahuku seraya menunjuk kearah
koridor sayap kanan.
“Baik bu,
terimakasih.” Sahutku sambil meletakkan ranselku diatas tempat tidur.
“Ini
kuncinya. Yang ini untuk lemari,ini untuk kamar, dan ini untuk pintu pagar.”
Ujar ibu kosku tersebut seraya menyodorkan 3 buah kunci padaku.
“Lalu
untuk pintu rumah?”
“Untuk
pintu rumah kuncinya rusak jadi untuk sementara tak dikunci. Tapi walau
demikian bisa dipastikan kau aman disini. Tapi ingat, jangan tinggalkan kunci
yang masih tergantung diluar. Untuk kamar ini pintu hanya bisa dikunci dari
luar. Jika kau ingin mengunci dari dalam
kau bisa menguncinya dengan lockcase yang ada di atas.”
“Ah..baik.”
“Ya sudah
kalau begitu ibu pergi dulu. Jika kau butuh sesuatu kau bisa hubungi nomorku.”
“Baik bu.
Terimakasih sekali lagi”
@@@
Aku
beranjak merapikan pakaian dan barang-barangku. Setelah selesai menata
buku-buku dan pakaian, kurebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Kupejamkan
mataku melepas lelah. Tempat ini serasa cukup nyaman untukku. Begitu
tenang. Namun sejenak kemudian aku
bangun berniat untuk mandi.
Aku pun
berjalan ke arah kamar mandi dengan sebuah baju handuk dan kotak alat mandiku.
Terlihat sekilas olehku lantai atas sedang sepi juga rupanya. Namun samar-samar
keramaian ruang tengah masih terdengar olehku. Aku mulai menekan saklar lampu kamar mandi. Dan lampu menyala seketika.
Kulihat kamar itu sangat bersih, jauh beda dari bayanganku yang mengira ini
akan nampak usang dan seram seperti tampak depan rumah ini. Kuamati sekilas,
keramiknya pun masih baru sama dengan pipa kran-nya. Ini kamar mandi yang sudah
modern rupanya.
Aku pun
langsung menggantung baju handukku di kapstok balik pintu dan meletakkan kotak
alat mandi di meja wastafel. Namun aku menjadi terdiam sesaat tanpa alasan.
Hingga aku sadar apa yang membuatku terdiam. Kini aku hanya mampu diam terpaku.
Jantungku berdegup kencang detik itu. Yaitu saat aku melihat ke arah cermin.
Ada sosok makhluk lain dibelakangku. Berwarna gelap di sudut ruang. Begitu
mengerikan.
"Agh!"
teriakku. "Don't disturb me!" seruku seraya mengguyur binatang kecil
itu dari dinding. Aku benar-benar membenci cacing.
@@@
Ini sudah
hari ketiga aku tinggal di rumah kosku. Semua berjalan sangat mudah. Kamar
mandi sangat dekat dengan kamarku walau aku harus bergantian dengan penghuni
rumah kos lainnya. Tak perlu naik turun tangga seperti anak2 di lantai dua yang ingin ke kamar
mandi. Jika aku ingin mencuci dan menjemur pakaian aku hanya tinggal beerjalan
lurus ke depan kamar. Untuk dapur pun tak terlalu jasangat dekat, hanya di
samping ruang cuci saja. Aku menikmatinya. Kamar terakhir yang tersisa dirumah
ini. Dan aku memilihnya walau lainnya tidak. Kamar pojok bukanlah masalah
bagiku.
Siang ini
aku sedang serius dengan laptopku di kamar. Menghabiskan waktuku dengan
kata-kata dari benakku. Menuang semua ide dan fantasiku tentang dunia. Menjadi
jajaran paragraf yang terkadang pun membuat mataku lelah. Tapi itulah hobiku.
Sebuah kegemaran yang bukan jadi bagian pekerjaan.
"Ren,
Rendra.."panggil kak Nonnie padaku.
"Ya?"
sahutku seraya membuka pintu kamar.
"Apa
kau mau ikut ke mall?"
"Mm..
sebentar lagi aku ada kuliah kak.. maaf.."
"Oh,
ya sudah kalau begitu. Mau titip sesuatu?"
"Mm..
Terimakasih. Tapi aku sedang tak ingin beli apa2."
"Baiklah
jika begitu aku pergi dulu ya,, sampai jumpa!"
"Sampai
jumpa kak.."
Seperempat
jam kemudian segera kubereskan isi tasku dan beranjak pergi untuk ke
kampus. Aku tak perlu kendaraan untuk ke
gedung kuliahku. Hanya cukup berjalan sejauh 100m untuk keluar dari gang menuju
jalan besar. Lalu menyeberang jalan dan tibalah aku di gerbang kampusku.
Kulanjutkan
langkahku. Tapi aku mampir ke sebuah tempat fotokopi lebih dulu sebelum ke
gedung kuliah. Setelah selesai mengambil fotokopian buku aku langsung berjalan
kembali. Namun aku terhenti mendadak.
"Hei,
nak! barangmu ketinggalan!" seru pemilik toko FC padaku seraya berlari ke
arahku kemudian mengembalikan tabung gambarku.
"Ah,
terimakasih. Maaf sudah merepotkan."
"Tak
apa. Tapi lain kali jangan lupa lagi."
"Ah,
iya. Baik. Terimakasih sekali lagi" sahutku.
@@@
Jam
kuliah telah usai. Semuanya pun berhambur keluar kelas. Ada yang masih
nongkrong di kantin, langsung kerumah teman ataupun jalan2. Aku dan temanku
Cansa sudah tak lagi terlalu dekat. Dengan lainnya pun aku juga belum terlalu
dekat. Padahal aku sudah di semester 3. Jadi aku langsung pulang kembali ke kos
sore itu.
Aku
melangkahkan kaki dengan pikiran galau. Begitu banyak beban dalam otakku.
Sekumpulan tugas, hubungan keluarga yang buruk, masalah sosial, semua ada di
hari2 ku. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir. Bahkan aku tak punya
teman curhat selain e-diary(electronic diary) ku. Sungguh menyedihkan sekali
aku ini.
@@@
Sesampai
kos aku langsung mengambil alat mandiku dan mencoba menyegarkan pikiranku
dengan air. Dan itu cukup membantuku seperti biasa. Lantas aku keluar dan
berjalan ke kamarku.
"Astaga!ceroboh
sekali aku.." gerutuku sendiri mendapati kunciku yang masih terpasang
diluar kamar. Aku langsung saja mencabutnya dan meletakkannya di mejaku.
Entah
mengapa aku merasa ada yang berbeda dengan suasana kamarku. Ini bukan
menyangkut tatanan barang tapi aura - Untuk barang di kamarku tatanannya tak pernah tetap. Sulit untukku
mengaturnya seusai mengerjakan tugas gambarku, apalagi setelah membuat tugas
maket.
Rasanya
ada seseorang di dalam kamarku. Tapi aku tahu itu tak mungkin sebab tak ada
siapa2 di dalam. Aku harap aku tak mulai gila dengan kesendirianku ini. Karena
sejujurnya aku memang kesepian akhir2 ini. Adikku memiliki autis dan
diasramakan oleh orangtuaku. Ibuku sudah tiada. Ayahku pergi entah kemana
setelah berkenalan dengan seorang wanita yang merupakan karyawan barunya di kantor.
Aku hidup dengan uang beasiswa. Kadang2 juga ayahku mengirim uang ke rekeningku
tanpa pesan apa pun. Aku tahu ini seperti cerita yang dibuat-buat, tapi cerita
ataupun dongeng tidaklah lepas dari kenyataan.
Urusan
cintaku juga tak pernah berjalan baik. Aku pernah dekat dengan 3 orang laki2
tapi semuanya berujung tak jelas. Yang pertama saat SMP kami sangat dekat, tapi
akhirnya ia menjadi kekasih sahabatku di SMP. Pemuda kedua saat SMA, kami
menjadi dekat sejak menjadi tokoh utama dalam beberapa acara opera di sekolah,
tapi akhirnya ia bersama teman terdekatku di SMA juga. Dan saat semester awal
kuliah aku pun sempat memiliki seorang kekasih, namun ujungnya... karena teman
dekat juga. Jadi aku tak tahu lagi, apa itu teman, cinta, dan kebahagiaan.
Bagiku sekarang semuanya hanya omong kosong.
@@@
Aku
terlelap dalam tidur malamku. Begitu tenang dan damai. Semua penat dan
kelelahan serasa melayang pergi. Hingga perlahan kurasakan semilir angin dari
ventilasi merasuk ke sela-sela tempat tidurku. Semakin sejuk dan mendingin.
Mengusik kehangatan selimutku. Gemericik air pun tiba2 terdengar samar olehku.
Seolah suara turunnya hujan yang tengah mengguyur bumi.
Aku
benar2 merasa kedinginan sekarang. Selimutku tak lagi mengatasi rasa menyesak
ini. Dingin ini benar2 menusuk tulangku dan serasa mematikan saraf. Hingga
seseorang pun kini tiba2 memelukku dari belakang. Begitu hangat. Mengembalikan
semua kenyamanan tidurku.
“Ibu??”
tanyaku terkejut tak terungkapkan.
@@@
“Ah, aku
mimpi indah semalam” kataku
pada Aegys, temanku.
“Mimpi
indah apa?”
“Aku
bermimpi bertemu ibuku. Aku mimpi sedang kedinginan saat tidur dan ia memelukku
sehingga aku tidak kedinginan..” ungkapku senang.
“Hmm...sepertinya
itu memang indah..” sahut Aegys. “Tapi bukan berarti kau harus bengong seperti
itu terus.”
“Aku
hanya ingin itu jadi nyata..”
"Ya, aku tahu perasaanmu. Tapi yang ada untukmu saat ini dan
sedang menunggumu adalah ibu dosen kita yang butuh bantuan jadi lekaslah."
"Yah..baiklah..ternyata menjadi asisten dosen melelahkan juga
ya.."
"Semangatlah..!Jangan mengeluh lagi."
"Baiklah.." sahutku berat.
@@@
Dua bulan
kemudian. Aku merasa aku benar2 cukup beruntung. Aku sudah tiga kali lupa
mengunci pintu kamar saat tidur dan di salah satunya adalah tepat dimana ada
pencuri masuk kerumah. Untunglah aku
terselamatkan, tak ada barangku yang hilang satupun kecuali saat aku membuangnya. Dan di salah satunya ada
pria yang tak jelas niatnya hampir saja masuk ke kamarku.
Di
kejadian inilah yang membuatku merasa aneh. Aku sangat yakin jika aku tak menguncinya
dari luar ataupun dari dalam. Bahkan aku masih terjaga malam itu di dalam
kamarku. Namun yang mengherankan pria itu tak berhasil masuk ke kamarku karena
tak bisa membuka pintu.
Aku pun
merasa cukup hebat akhir2 ini. Aku jadi lebih cepat dalam mengerjakan tugas.
Entah karena lebih rajin atau bagaimana, tapi aku bisa menyelesaikan tugasku
dalam waktu 3 jam disaat teman-temanku menyelesaikan tugasnya dalam waktu 3
hari.
Saat aku
ketiduran pun selalu saja aku bermimpi ibuku membangunkanku untuk menyelesaikan
tugasku yang tertunda. Atau membangunkanku saat aku hampir terlambat bangun
sebelum ke kampus.
@@@
Malam itu
tak tahu kenapa tiba2 listrik padam. Mungkin karena hujan yang cukup lebat.
Akhir pekan itu hanya ada beberapa yang masih tinggal di kos, sedang lainnya
pulang ke kampung halaman masing2. Karena tak ada yang harus kulakukan akhirnya
ku putuskan untuk tidur. Baru sesaat aku pejamkan mata, tiba2 saja pintu
kamarku sedikit berdecit terbuka. Seseorang muncul samar2 dan tiba-tiba
terduduk di ambang pintu. Sedetik kemudian lampu menyala.
"Siapa
kau?"tanyaku penuh curiga melihat orang tsb yang ternyata adalah seorang
laki2. Ia pun bangun dari duduknya dan pindah ke kursi belajarku.
"Aku
baru saja keluar rumah dan tiba2 hujan, jadi kuputuskan masuk kemari."
"Apa??
Lalu kenapa harus masuk ke kamarku? Dan bagaimana kau bisa masuk? aku kan sudah
menguncinya!" protesku.
"Karena
kamarmu ini yang terdekat dari pintu dapurmu. Dan ini kuncimu?"
"Tapi..bukankah
pintu dapur sudah tidak bisa dibuka? Dan darimana
kau dapatkan kunciku? Lalu
bagaimana caramu melewati pagar rumah?"
"Kau
menjatuhkannya di depan gedung kuliahmu.."
"Apa??"seruku
kaget tak percaya. "Itu tak mungkin! Lalu jika itu jatuh bagaimana aku bisa
masuk?"
"Kau
itu orang yang banyak pikiran, kau bahkan lupa jika tak mengunci pintu kamarmu
saat berangkat karena tergesa-gesa, saat pulang kau datang bersama Nonnie dan
teman2mu, lalu menggunakan kunci Nonnie untuk membuka pagar. Karena asyik
bercerita kau tak sadar jika kau membuka kamarmu tanpa menggunakan kunci.
Berterimakasihlah padaku karena aku mengembalikannya padamu."
"Ya
Tuhan.. kau benar. Tapi bagaimana kau tahu? Siapa kau
sebenarnya?" sahutku
sangat tersentak. "Agh!!" seruku tiba2 karena lampu kembali padam.
Dan dua detik kemudian kembali menyala. Namun pemuda misterius itu telah
hilang.
"Tok..tok..tok..!"
suara ketukan pintu mendadak muncul. "Rendra, apa kau di dalam?" seru
kan Nonnie. Kubuka pintuku dengan segera.
"Kak,
apa kau tahu siapa laki2 itu?"
"Ha?
Laki2? siapa? Ah,, kau bangun tidur rupanya? Maaf ya sudah
membangunkanmu.."
"Apa?!" seruku dalam hati kaget. Ya
Tuhan ternyata aku baru saja bermimpi.
"Aku
hanya mendapat titipan pesan dari bu Wina, nanti malam ia akan kemari untuk
mengambil setoran uang kos."
"Nanti malam? Ah..bahkan ini masih siang.
Bodohnya aku. Tapi, mana kunciku?"
Itu semua
tadi hanya mimpi, tapi soal kunciku yang hilang adalah sungguhan. Seketika aku
panik dan membuat kak Nonnie dan lainnya ikut bingung. Hingga kuputuskan
mencari ke kampus dengan bantuan kak Nonnie. Finally I found it. Di depan gedung kuliahku!
@@@
"Halo Rendra..bagaimana kabarmu?"
"Untuk
apa menelpon? Apa ayah baru ingat jika masih punya anak setelah meninggalkannya
selama 1tahun tanpa kabar?"
"Kenapa kau bicara seperti itu? Ayah tidak
bermaksud seperti itu."
"Apa
maksudnya tidak bermaksud seperti itu? Bahkan aku berulang kali ke asrama
Andrea, mereka selalu bilang ayah tak pernah menelpon sekali pun. Apa ayah
pikir dengan mengirim uang tiap dua bulan itu sudah cukup?"
"Rendra,dengarkan dulu penjelasan
ayah.."
"Sudahlah,
aku tak butuh itu. Jika ayah memang ingin bersama wanita itu pergilah. Aku bisa
hidup sendiri tanpa ayah. Bahkan aku belum menyentuh uang ayah sepeser
pun." potongku kesal dan langsung memutus koneksi telepon.
@@@
"Hai
Ren,, apa bisa kita bicara?" sapa Cansa
"Ya,
tentu. Soal apa?" sahutku.
"Aku
ingin minta bantuan padamu. Aku tahu aku salah, tapi aku merasa hanya kau yang
bisa membantuku.. Ini soal Vilia." ungkapnya. Aku pun menghela napasku
dengan berat.
"That's
ok. Santailah saja denganku. Tak perlu seperti itu. Aku sudah tak ada rasa
padanya. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?"
"Mm..Kau
kan sudah lama mengenalnya dan sudah tahu apa saja yang bisa membuatnya
berhenti marah dan apa yang bisa membuatnya senang. Aku ingin minta maaf
padanya sekaligus memberinya kejutan di ulang tahunnya bulan depan. Tapi aku
tak tahu apa yang harus kulakukan.." terang Cansa.
"Memangnya
dia marah kenapa? Dan separah apakah ia marah sehingga kau setakut itu. Kenapa
tidak minta maaf saja langsung padanya. Bukankah dia pemaaf."
"Aku
sudah melakukannya tapi ia tetap marah. dan itu karena aku masih salah paham
dengan hubungan antara dia dan teman sepupunya."
"Bella
maksudmu?'
"Jadi
kau mengenal Bella?"
"Tidak,
hanya tahu saja. Aku hanya sekali melihatnya."
"Oh..
Mm.. aku tak menyangka jika akhirnya ia semarah itu."
"Bella
adalah mantan kekasihnya, jadi wajar jika Vilia marah saat kau seperti itu.
Apalagi mereka putus karena kesalahpahaman selama long distance. Hanya kebijakan
Vilia saja ia mencoba membuat Bella benar2 menerima perpisahan itu."
"Apa
Vilia memang masih menyukainya?"
"Jika
ia masih menyukainya tak mungkin ia bersamamu sekarang, apalagi setelah
bersamaku!" kataku tiba2 sedikit emosi tanpa kusadari.
"Mm..
maaf ya.. sepertinya aku.."
"Well,
aku akan membantumu. Akan kujelaskan apasaja yang perlu kau lakukan. Aku akan
menelponmu nanti. Maaf sekarang aku harus pergi, aku sedang ada janji. Kau
tenang saja, semua akan baik2 saja. Sementara ini, kau terus terang saja
padanya, aku yakin ia akan segera mengerti. Saat ia sadar kau benar2 menyesal
ia pasti akan segera memaafkanmu." terangku lantas bersiap pergi.
"Terimakasih
ya Rendra,. maaf sudah mengganggumu.."
"No
problem. Berhentilah bersedih ok! Sampai jumpa."
"Sampai
jumpa."
@@@
Aku
bosan sendiri, aku lelah bersedih dan aku benci menangis. Tapi kenapa semua itu
tak bisa pergi dariku. Aku sudah berusaha tegar sejauh ini. Berusaha menganggap
ini sebagai masalah. Seperti banyak orang yang sudah menganggapnya sebagai hal
sepele. Bahkan sepertinya aku melakukan kesalahan memilih rumah kos. Tak
seharusnya aku tinggal dirumah yang dihuni terlalu banyak orang yang membuatku
semakin tak mungkin mengenal satu persatu. Seharusnya mereka tak sesibuk aku
sehingga ada waktu yang sangat ramai dirumah. Rumah itu terlalu besar dan sunyi
untukku.
Kuayunkan
kaki menuju rumah kosku. Rencanaku siang ini adalah tidur. Itulah janji yang
kumaksud saat bicara pada Cansa. Aku sedang tak ingin mendengar nama Vilia kali
ini. Butuh persiapan khusus untuk menghadapinya. Sejujurnya aku lelah melihat
tawa temanku bersama orang yang pernah kusayangi. Ingin kubuang kesialan yang
sudah bertahun-tahun hinggap dalam diriku.
Aku
telah sampai di depan rumah. Aku baru sadar jika rumah kosku terlihat seperti
rumah hantu dalam film horor. Yah, walaupun ada innercourt yard yang cukup
indah di dalamnya. Meski demikian rumah simetri dengan denah berbentuk silang
empat penjuru ini adalah tempat yang nyaman untukku.
Menyusuri
lorong sangat seru untukku. Apalagi saat aku bertemu sekilas dengan wanita
dalam tanda kutip itu, atau saat melihat "pria berkumis" dari lantai
dua. Tapi aku tak mau bertemu dengan penyamar seperti yang ada di kamar kak
Nonnie. Aku tak ingin sesosok pun meniru wajahku. Aku juga sebenarnya kadang2
merasa tak nyaman dengan "wanita" yang selalu di kamar mandi. Aku
baru sadar jika aku telah mengenal beberapa penghuni rumah ini yang tak mungkin
dikenal oleh gadis2 yang tinggal disini.
"Klik"
bunyi kunciku dalam lockcasenya. Dan aku pun sudah sampai di privacy roomku.
"Agh!"
seruku hampir histeris. Beberapa saat kupastikan diriku jika aku tidak sedang
bermimpi. Kukedipkan mataku berulangkali untuk meyakinkan jika penglihatanku
masih benar. Dan ia benar2 membuatku terpaku di ambang pintu.
"Siapa
kau?" tanyaku pada seorang pemuda yang tengah duduk di tempat tidurku.
"Sudahlah
cepat masuk saja. Sebelum orang lain mengira kau menyimpan laki2 dalam
kamarmu."
"Cepat
katakan padaku siapa kau!Apa yang kau lakukan di kamarku."
"Tenanglah
dulu, masuklah dulu, dan kita bicara baik2. Kau tak perlu takut padaku. Aku
takkan menyakitimu."
"Aku
takkan masuk sebelum kau katakan siapa dirimu dan apa maksudmu.."
"Sudah
cepat masuk!" potongnya seraya menarik tanganku untuk duduk disampingnya. Pintu kamarku pun
tertutup.
"Apa
kau lupa siapa aku?" tanya
pemuda itu seraya mendekatkan wajahnya kewajahku. Air yang menetes dari
rambutnya itupun menimpa tanganku. Dan kini aku pun ingat siapa dia. Aku ingat
dengan rambutnya yang basah itu, aku ingat bagaimana harum tubuhnya, aku ingat
suaranya dan . .
"Ini
tak mungkin!! Kau hanya mimpi. Dan ini pasti juga mimpi."tegasku padanya.
"Kalau
ini nyata?"
"Kalau
ini nyata sebaiknya kau pergi sekarang.."
"Hei,
kau tak bisa bicara seperti itu padaku, karena akulah yang berhak menyuruh
seperti itu!" protesnya seraya bangun dari duduknya.
Aku pun menyerah. Kuhela napasku untuk
mengalirkan ketenangan ke jantungku ini. Menyadari semua ini memang ada.
"Apa
makasudmu kau yang berhak? Ini kamarku.."
"Tapi
ini rumahku. Dan ini awalnya adalah kamarku." tambahnya dengan senyum
peringatan.
"Apa? Bagaimana bisa ini rumahmu?Apa kau anaknya
ibu kos? Lalu kenapa kau kemari? Apa kau
akan menyuruhku pergi dari sini? Apakah aku membuat kesalahan? Apa aku
mengganggumu? "
"Kau
bisa tinggal disini sesukamu. Tapi aku ingin kau tidak menangis lagi disini.
Itu sangat menggangguku. Jika kau ingin menangis, lakukan di tempat lain.
Jangan dirumah ini." ujarnya serius. Dan saat benar2 melihatnya yang
seperti itu kurasa ia baik. Mungkin ia memang baik. Tak mungkin jika ia tak
baik mau membantuku dalam banyak hal tanpa kuketahui. Ini memang aneh tapi ini
juga bukan mimpiku.
"Mm..Maafkan
aku..tapi darimana kau tahu jika aku.."sahutku heran.
"Aku
sudah bilang, kan, ini rumahku, ini kamarku. Aku yang menjaga kamar ini."
"Membersihkan
hati dan pikiranmu itu akan membutku lega. Mungkin ibumu juga sama sepertiku.
Ia takkan suka melihatmu menangis tiap malam." sahutnya membuatku
terbungkam. "Pikirkan itu baik2. Sampai jumpa." Dan ia hanya keluar
begitu saja.
"Mm..tunggu!
Apa maksudmu kau adalah penunggu kamar ini?"seruku sedikit tersadar.
"Haruskah
aku mengatakannya dengan jelas?"
"Ah,
gurauan macam apa ini..kau berbohong, kan? Mm..kakimu bahakan menapak pada
tanah."
"Apakah
ada yang mengatakan hantu penunggu rumah tidak memiliki kaki yang menapak pada
tanah?"
"Tapi
ini tak mungkin..kau bahkan terlihat jelas sebagai manusia.. Kau sedang membual, kan? Ah, aku tahu pasti sebenarnya kau
penyusup, kan? Lalu agar tak tertangkap kau bicara seperti itu.." cercaku
padanya yang hanya acuh berjalan keluar dari kamar.
"Hei, mau kemana kau? aku belum selesai
bicara!" seruku hendak mengejarnya.
Namun ia telah menghilang. "Ah, cepat sekali perginya? Apa dia
lari? Atau benarkah dia hantu, lalu sebagai formalitas ia keluar lewat
pintu." pikirku. "Namun bagaimana pun, ntah siapa dia sebenarnya,
semua kata-katanya benar. Ibu pasti tak suka melihatku menangis. Hmm.. baiklah,
aku akan mencobanya.. dan..jika kau memang hantu, terimakasih kau muncul dengan
cara baik2." ujarku sendiri.
@@@
Apa
aku sedang bermimpi lagi? Ataukah jiwaku telah mulai terganggu? Ini begitu
khayal. Tapi aku sedang tak merasa berhalusinasi. Aku bicara pada sosok yang
tak pernah ditemui anak-anak kos disini. Aku bicara padanya selayaknya bersama
manusia normal. Dunia ini benar-benar berubah sejak aku menapakkan kaki disini.
@@@
Semua
yang terlihat hanya dinding dan pintu2 rapat, lorong ini seolah tak
berujung. Jeritan tanpa wujud memekakkan
telingaku. Aku hanya sendiri dan terus berlari dalam gelap. Hingga kutemukan
dunia luar yang gelap. Langkahku terhenti. Dibawah atap portico ini kulihat seorang gadis kecil
berusia 10 th yang lumpuh yang berusaha keras untuk bergerak pergi. Menyeret
tubuhnya sendiri menyapu lantai. Tangannya terus bergerak menahan berat tubuh
yang harus dipindahnya. Tak mampu berdiri dan tak mampu menggerakkan kakinya
sendiri. Dress putihnya semakin usang oleh tanah.
"Andrea..!" teriakku tak tahan
melihatnya dan berlari menghampirinya."Ayo
cepat kita pergi!" isakku seraya berjuang menopang berat tubuh gadis
itu, membuatnya berdiri dan pergi
bnersamaku.
Kami
berdua terjatuh ditengah jalan. Tersungkur ke tanah dalam hujan lebat. Adikku
tak lagi sadarkan diri.
"Aagghhhh..!!" Sebuah truk meluncur
cepat menerjang kami.
Tiba-tiba
saja aku sudah berada di sebuah rumah. Aku baik-baik saja dan masih bernafas.
Tapi aku tengah mengalirkan air mataku.
Seseorang memelukku tiba-tiba dari belakang. Menenangkanku. Aku pun berbalik
dan memeluknya dengan lebih erat. "Kaza..!" isakku,
dan pemuda itu pun menciumku. "Semua
akan baik-baik saja." bisiknya.
"Brakk !!"
pintu tergebrak dan terbuka mendadak. Aku melepas dan berpaling dari pemuda
itu melihat ke arah luar.
Terpampang
di depan mataku ayahku dengan dua gadis kecil di sampingnya terpaku menatap
seorang wanita yang perlahan menghilang dalam gerbang pilou di ujung jalan.
"Brakk!!!"Pintu tertutup semua
kembali gelap gulita
"Aaahh!!"
@@@
Aku
terperanjat bangun dari tidurku. Nafasku benar-benar kacau dan keringat dingin
mengalir deras di keningku. Kuusap wajahku dengan kedua tanganku dan ku
kendalikan lagi pernapasanku. Aku pun segera menyalakan lampu dan mengambil
segelas air untuk menjernihkan kembali jiwa dan pikiranku. Dan memastikan bahwa
that's all just a nightmare.
@@@
"Selamat
pagi nona Rendra?"
"Selamat
pagi suster Maori. Mm..aku ingin bertemu
Andrea, dia baik-baik saja kan?"
"Ya,
tentu saja. Apalagi kemarin telah bertemu dengan ayahnya pasti sangat
melegakannya."sahut perawat asrama yang mengantarku ke ruangan adikku. Kami
pun menyusuri koridor asrama yayasan asuh anak cacat dan yatim piatu.
"Ayah?"
"Ya,
Tn. Pradan kemarin datang dan menjenguk Andrea. Apa ayahmu tak cerita
padamu?"
"Mm..hubunganku
sedang sedikit tak baik dengan ayah. Apakah dia lama disini?"
"Ya..sekitar
3jam. Ayahmu juga membawa banyak oleh-oleh untuk Andrea dan anak-anak lain yang
serumah induk dengan Andrea."
Aku hanya diam mendengarnya,semua terasa aneh
bagiku. "Ayahmu juga kemarin menemui kepala asrama." tambah wanita
tengah baya itu.
"Untuk
apa?"tanyaku penasaran.
"Aku
juga tak terlalu tahu, tapi yang aku dengar Andrea akan diajak pulang dan
tinggal bersama ayahmu."
"Tapi
bukankah terapi Andrea belum selesai?"
"Maaf,
aku disini hanya perawat dan tak tahu banyak tentang hal itu. Mungkin kau bisa
tanya pada ayahmu langsung atau tanyakan pada kepala asrama."
"Ah,ya..kau
benar. Maaf sudah banyak tanya."
"Tak
apa. Selama aku bisa, aku akan membantumu."
"Terimakasih
ya. Suster sudah terlalu sering kami repotkan."
"Kau
tenang saja. Kau dan adikmu sudah aku anggap seperti anakku sendiri. Apalagi
aku juga sudah merawatmu sejak kecil."
"Terimakasih
sekali lagi."
@@@
"Halo Rendra! Sebuah kejutan kau menelpon
ayah. Ayah kira kau masih marah,jadi senang sekali kau menelpon seperti ini."
jawab ayahku terdengar sangat semangat.
"Aku
dengar Ayah akan membawa Rea keluar asrama. Apa maksud ayah seperti itu,
bukankah terapi Rea belum selesai." tanyaku.
"Ayah tahu, terapi adikmu belum selesai. ayah
hanya akan membawanya keluar asrama, bukan berhenti terapi. Ayah akan
membawanya ke Malang bersama ayah, jadi kau tak perlu repot mengurusnya. Disini
ada yayasan cabang yang bisa mengurus adikmu. Ayah akan mengajaknya tinggal
bersama dirumah, jadi Rea
tidak akan di asrama tapi pulang ke rumah seperti anak sekolah biasa."
"Dan
ayah akan meninggalnya dirumah sendiri sedang ayah sendiri ke kantor setelah
itu?"
"Dia takkan sendiri. Akan ada yang
merawatnya. Naira juga akan menjaganya."
"Apa??
jadi wanita itu tinggal dirumah yang sama dengan ayah?"
"Itu hanya sementara. Ayah akan
menjelaskannya setelah ini. Apa kau punya waktu? Bagaimana jika kita bertemu
dan makan siang bersama?"
"Maaf,
aku sedang sibuk. Dan aku tak butuh penjelasan."jawabku kesal dan langsung
menutup telpon.Aku pun berjalan keluar dari toilet gedung kuliahku tepat pada
pukul 15.00 saat aku melihat jam.
"Apa
kau baik-baik saja?"tegur seseorang tiba-tiba.
"Ah,
ya.. I'm okay."sahutku datar lalu meninggalkan pemuda tsb.
"Jika
kau ada masalah kau masih bisa bagikan itu padaku.."katanya lagi membuatku
terhenti. "Bagaimana pun aku mengenalmu. Kau tak bisa sembunyikan itu
dariku."
"Sudahlah
Vilia,aku sudah bilang aku baik-baik saja. Apa pun yang terjadi
denganku.."sahutku terputus
"Kalau
begitu temani aku ke toko DVD ya.."potong Vilia.
"Tapi.."
"Aku
sedang tak ingin ada penolakan.."
"Kenapa
kau tak mengajak Cansa?"
"Aku
ingin bersamamu." sahut Vilia lalu menyeretku. Aku pun menghempasnya.
"Kau
tak bisa seenaknya seperti itu!" tegasku. Vilia pun terhenti dan kami pun
saling terdiam setelah itu. Sejenak kemudian ia menghela napas.
"Maaf.."
"Kau..pergilah
temui Cansa. Berhentilah marah. Kau..kau telah membuatnya sedih. Meski aku tak
lagi mengawasimu, tetaplah belajar menjadi cerdas, yang bisa menahan
emosimu.."
"Aku
tahu..aku sadar aku mungkin takkan bisa sepertimu. Yang bisa menahan semuanya..
Tapi.. kau..janganlah terlalu menahannya seperti ini. Melihatmu kacau
akhir-akhir ini membuatku.."
"Ah,
aku harus pergi sekarang.."potongku cepat dan beranjak meninggalkannya.
Namun Vilia menahan lenganku dengan tiba-tiba.
"Akan
kutemani kau berjalan pulang..untuk kali ini saja!"
@@@
"Setelah
cukup lama kau meninggalkanku..ntahlah sepertinya ada banyak hal serasa berbeda
dan keadaan kurang baik mulai datang padaku."
"Meninggalkanmu?
Itu adalah pilihanmu, bukan keputusanku."
"Ya,
aku tahu..akulah yang salah. Tapi apakah itu tak bisa diperbaiki?"
"Jangan
menyakiti Cansa,.. itulah satu-satunya perbaikan yang bisa kau lakukan
sekarang.."
"Rendra.."
"Mm..Kita
sudah sampai. Kau bisa pulang sekarang. Terimakasih sudah mengantarku
pulang.." potongku lagi saat tiba tepat di depan rumah kosku.
"Ya,.kalau
begitu jaga dirimu baik-baik."
"Pasti."sahutku
singkat.
"Baiklah,
aku pergi dulu. Sampai jumpa."
"Sampai
jumpa. Hati-hati di jalan."
"Ok."
@@@
Aku
tak tahu ada apa denganku. Tiba-tiba rasanya hatiku sedikit pedih. Saat ini aku
barusaja selesai mandi, tapi kenapa itu tak mampu menyegarkan pikiranku.
Masalah Andrea benar-benar memenuhi otakku. Hal ini benar-benar membuat galau.
Haruskah aku melepasnya bersama ayah dan membiarkannya serumah dengan Naira,
kekasih baru ayah. Aku merasa gila dibuatnya. Dan tanpa sadar aku terdiam lama
dalam tangisku.
"Tok..tok..tok"
pintu kamar mandi pun terketuk seseorang. Aku bahkan lupa jika kamar mandi ini
tak hanya untukku, tapi untuk bersama anak-anak kos lainnya. Segera kuusap air
mataku dan membuka pintu.
"Apa
saja yang kau lakukan di dalam hah? Cepat keluar!"
"Ka..kau?!"
sahutku kaget.
"Aku
melarangmu menangis dalam kamar, bukan berarti kau pindah ke kamar mandi.
Wanita di belakangmu lapor padaku ia terganggu olehmu."
Aku hanya dapat terbungkam karenanya. Saat
aku menoleh pun aku tak melihat siapa-siapa. Pemuda itu pun menyeretku dengan
tangan dinginnya.
Kami
berdua pun masuk ke kamarku. Setelah itu aku hanya bisa duduk di atas tempat
tidurku. Aku tak pernah membayangkan jika aku akan melihatnya lagi. Ini
benar-benar tak logis. Sedang ia hanya diam menatapku tajam. Ia benar-benar
membuatku takut.
"Well,sampai
kapan kau akan tinggal disini?" tanyanya memecah keheningan.
"Mm..apa
kau akan mengusirku?"
"Jadi
kau tak paham pertanyaanku?"
"Aku
akan disini sampai, . . aku belum tahu.."jawabku.
"Lalu,
sampai kapan akan hidup seperti ini?"
"..Aku..
aku juga tak tahu.."
"Tapi
kau tahu kan apa peraturanku untuk tinggal disini?"
"Ya.."
"Ugh..allright..aku
akan membantumu, tapi berjanjilah kau berhenti bersedih."
"Apa??"
"Jadi
kau tak mendengarkanku?"
"Bukan..bukan
seperti itu. Aku mendengarmu, tapi apakah kau bisa?Kau bahkan tak tahu apa
masalahku..dan bahkan kita tak saling kenal!"
"Apakah
aku berkata akan membantumu menyelesaikan masalah?"
"Ah..tidak..Lalu
kalau begitu membantu apa?"
"Aku
tak akan mengatakannya. Karena tak banyak yang bisa kulakukan. Tapi aku akan
mencoba melakukan apa yang bisa kukerjakan untukmu..?"
"Sebenarnya,.siapa
kau? Kenapa kau seperti ini padaku?"
"Jadi
kau sungguh ingin tahu siapa aku?"
"Ya.."
"Well,
aku adalah orang yang kau ganggu.."
"????"
Aku hanya mengrenyitkan dahi tak mengerti dengan jawabannya yang sama sekali
tak menjelaskan.
"Sudahlah,
tak penting siapa aku. Tapi percayalah jika aku takkan
mencelakaimu."ujarnya pada akhirnya. Dan aku masih belum dapat
berkata-kata.
"Baiklah,
bagaimana jika kita mulai dari awal. Seperti cara manusia aku akan
memperkenalkan diriku. Hai Rendra, kenalkan, aku
Kaza!" ujarnya dan mengulurkan tangannya. Aku hanya memandangnya dengan
aneh dan tak percaya hingga selama ini aku dapat melihat makhluk dari dunia
lain.
"Ah, sepertinya kau sama saja seperti
gadis lain yang sok jual mahal." kata Kaza kemudian dan hendak menarik
lagi tangannya, akan tetapi aku langsung meraihnya dengan cepat membalas uluran
tangannya.
"Rendra
Oriotta Pradan!"
Dan ia pun tersenyum manis padaku.
"Senang
berkenalan denganmu." ucapnya dan kini kami benar-benar berjabat tangan.
Dan kejadian ini membuatku tertegun untuk terus menatap tangannya. Bagaimana ia
bisa membuat tangannya menjadi sehangat ini.
@@@
Nampaknya
ia berhasil membuatku lupa akan segala hal. Ia tak terlihat berbuat hal yang
berarti. Namun sepertinya ia berhasil membuatku terhipnotis. Aku tak bisa
melupakannya. Bahkan tak ada hal lain yang kuingat selain dirinya, tatapan
matanya, suaranya, senyumannya, juga sentuhan tangannya.
Aku
benar-benar lupa tentang masalahku dengan ayahku, Vilia ataupun masalah
sosialku lainnya. Semalaman aku tak mampu berhenti memikirkannya. Apa yang akan
ia lakukan setelah ini? Sampai kapan ia akan muncul di hadapanku? Apa yang akan
terjadi dalam kehidupanku setelah ini? Dan apa saja yang akan terjadi antara
diriku dengan Kaza? Haruskah aku ke psikiater atas terjadinya hal ini? Ataukah
ke paranormal?
@@@
"Selamat
pagi nona Oriotta?" sapa Kaza mengejutkan aku yang barusaja bangun dari
tidurku.
"Aku
sudah siapkan tas dan barang2 yang perlu kau bawa ke kampus,jadi kau tak perlu
repot."
"Apa
inikah caramu membantuku? Jika kau hanya akan menjadi seperti pelayan rumah
tangga sebaiknya kau hemat saja tenagamu."
"Ah,
kau ini. Bangun tidur malah mengomel, bukannya berterimakasih."
"Ah,
maafkan aku..bukan maksudku untuk tidak berterimakasih.."
"That's
ok. Kau tenang saja dengan apa yang akan kulakukan. Hm..sudahlah lebih baik
sekarang kau mandi dan bersiaplah ke kampus. Ini sudah siang untuk jam bangun
tidur seorang gadis."
"Baik..
Oh ya, terimakasih sudah membantuku membereskan rak bukuku."
"Ah
itu, kukira kau tak memperhatikannya."
"Tentu
saja aku memperhatikannya. Ah, ya sudah aku ke kamar mandi dulu. Jangan mengintip
ya!" ujarku seraya membuka pintu kamar.
"Haha..kau
jangan khawatir Oriotta, aku pasti akan dihajar lebih dulu oleh Jane sebelum
melakukannya."
"Jane??"tanyaku
tak mengerti.
"Dia
yang selalu menemanimu di kamar mandi."
"Menemaniku?"sahutku
tak konsen dan mulai bengong,
"Hei,
apa yang kau lakukan disitu?" tegur seorang wanita yang tiba-tiba datang.
Lalu wanita itu beralih bertanya padaku, "Ah..kau pasti penghuni baru
mahasiswa arsitektur itu kan?"
"Ah,
iya. Apa aku mengenalmu?"
"Ah,
kita baru bertemu kali ini. Aku Riana, kamarku di blok sebelah sana. Aku
sekamar dengan Hana. Ni barusaja aku akan ke dapur ambil air."
"Oh..senang
bertemu denganmu.. Mm..ngomong-ngomong,jadi kau
melihat pria di sampingku ini?"
"Tentu
saja, dia putra bungsu ibu kos disini, dia juga
temanku. Apa dia mengganggumu?"jawab Riana membuatku tertawa, menertawakan
Kaza.
"Lelucon
apa yang telah kau buat, ha? Berpura-pura menjadi hantu
penunggu kamar.. Sekarang cepat berikan duplikat kunci kamarku! Kau pikir aku
tak tahu jika kau telah menduplikatkan kunci kamar ini ketika aku lupa tidak
melepasnya dan terpasang diluar?"omelku.
"Untuk
apa aku mempersulit diriku seperti itu, aku juga pemilik rumah ini dan aku
tentunya memiliki semua kunci yang digunakan di rumah ini."sahut Kaza
masih tetap dengan sikap tenangnya.
"Sudahlah
Kaza, sebaiknya kau segera pergi kali ini." suruh Riana.
@@@
"Kaza,."
"Ya?"
"Aku
ingin bertanya padamu. Apa kau juga yang mendatangkan mimpi buruk padaku? Kau
bilang dirimu hantu, kan"
"Mimpi
apa?"
"Mimpi
saat aku bersama adikku dalam kegelapan,yang kemudian sebuah truk menabrak.
Kemudian ada seorang pria bernama Kaza menciumku, dan dia adalah kau ."
"??Aku
tak mengerti maksudmu. Aku tak tahu apa2 soal itu. Aku hanya pernah datang
dalam mimpimu sekali saat kuncimu hilang."
"Benarkah?
Lalu bagaimana hal itu terjadi, mungkinkah kau
paranormal yang bisa masuk ke dalam mimpi seseorang.."gumamku
"Tunggu,.!
Jadi kau sudah tahu namaku lebih dulu sebelum aku mengenalkan diriku padamu?"
"Tapi
kau serius tak tahu soal mimpi itu?"
"Untuk
apa aku berbohong! Tentu saja aku tak tahu. Itu adalah mimpimu."
"Ah
ya, kau benar. Kau kan hanya hantu bohongan.."gumamku lagi.
"Ah
aku tahu! Jadi kau menyukaiku?! Bagaimana bisa kau bermimpi semacam iu?"
"Hah?
Hei, jangan asal bicara! Aku juga tak tahu bagaimana aku bisa bermimpi seperti
itu. Dan bagaimana aku bisa suka padamu. Bahkan aku saja baru sadar jika yang
ada dalam mimpi itu mirip dirimu dan memiliki nama yang sama denganmu.."
"Baguslah
kalau begitu. Karena jika sampai perasaan seperti itu muncul semua pasti akan
kacau. Dan kejadian dalam mimpimu haruslah tak boleh terjadi."
"Ya,
kau benar.. Ah, baiklah, aku berangkat sekarang. Sampai jumpa nanti!"
sahutku kemudian.
"Ok.
Jaga dirimu baik-baik!"balasnya.
@@@
Aneh
rasanya dan sering terkejut. Itulah yang aku rasakan. Kaza selalu saja datang
dengan tiba-tiba membuka pintu kamarku di waktu yang tak terduga. Tapi
sepertinya ia menyenangkan. Rupanya aku terjebak dalam sebuah skenario novel
misterius. Terlalu asing bagiku memiliki pengalaman seperti ini, seperti
menyimpan seorang 'pria' dalam kamar kos putri.
Well,
waktunya melupakan kaza sekarang dan saatnya pusatkan konsentrasi pada kuliah.
@@@
Gedung
itu tak terlalu besar atau pun tinggi. Hanya berupa bangunan bertingkat empat.
Fasadnya sederhana, dengan cat krem berfinishing keramik bergaya bata ekspose
bagian bawahnya. Dengan sesekali tersisipi tonjolan espose kolom praktis pada
dinding yang membuatnya tampak bergelombang saat diterpa sinar matahari karena
bayangan yang dimunculkannya..
Dengan
bidang dasar segi empat plus setengah lingkaran ditengahnya, gedung ini
memiliki empat buah pintu masuk dilantai dasar dan dua buah pintu alternatif di
tiap tingkat. Tangga utama yang ada dalam gedung berupa tangga U, begitu pula
dengan tangga darurat pada tiap pintu.
Koridor
utama yang berada disamping memiliki portico berkolom rapat dan menghubungkan
gedung kuliahku ini dengan gedung pusat dekanat fakultas. Di koridor pada sisi
lainnya terdapat pula selasar berpergola yang menghubungkan ke bagian taman.
Saat
memasuki lobby suasananya begitu nyaman dan sangat dingin meski tanpa AC. Pada
plafon ada bagian yang dibuat tinggi dan berlubang ventilasi. Interior disini cenderung ditata dengan nuansa alami kayu
dan karya seni bambu. Lantainya berlapis keramik polished batu alam yang
karakternya tak jauh dari sifat marmer yang sifatnya dingin. I love to be
here.
@@@
Aku
begitu menyukai kampus. Namun aku masih lebih suka tidur di kamarku. Sepertinya
pekerjaan yang banyak ini membuat lembur ditiap malam di gazebo kampus. Itulah
sulitnya bekerja dalam team tanpa basecamp.
@@@
Malam
masih terasa dingin meski tiga lapis pakaian telah terpakai. Rintik-rintik
gerimis tak pernah berhenti sepanjang hari. Angin bertiup kencang di atas
jalanan yang di penuhi genangan air. Menyapu wajah, melawan raga.
Aku
berjalan sendiri. Menyusuri kesunyian koridor kampus. Remang-remang lampu
menciptakan bayangan-bayangan di sepanjang dinding. Aku terus berjalan, hingga melewati hampanya
area parkir. Hanya tarian malam pepohonan yang nampak di tengah kelengangan
tersebut.
Waktu
telah menunjukkan pukul 23.45 tengah malam. Dengan berusaha mengabaikan lelah
aku tetap melangkah pulang menapakkan kaki di jalur gang. Masih sepi dan hening.
Dan akhirnya sampailah aku di depan gerbang rumah kosku.
Aku
tembus batas rumah itu. Lantas melayangkan pandangan ke serambi rumah. Tampak
olehku seseorang tengah duduk di kursi teras. Kemudian dia pun berdiri
menghampiriku.
“Sedang
apa kau disini?”sapaku
“Aku
mulai khawatir karena kau belum pulang.” Jawabnya.
“Kaza,.bukankah
aku sudah bilang kalau aku akan terlambat pulang hari ini.”
“Aku
tahu. Akan tetapi tetap saja aku tak bisa tenang jika kau belum pulang. Dan aku
tak mengira kau akan jadi Cinderella malam ini. Tapi ya sudahlah, cepat masuk
dan istirahatlah. Udara disini sudah tak baik untukmu.” Sahut Kaza. Aku hanya
mengangguk.
@@@
“Ini
minumlah!”suruh Kaza dan menyodorkan secangkir susu hangat. Dan hal ini
membuatku tertegun.
“Kenapa
hanya kau lihat saja? Ini ambillah!”tegur Kaza.
“Ah,terimakasih..”sahutku
dan menerima pemberiannya itu, namun aku masih belum bisa meminumnya dan tanpa
sadar hanya memandang heran pada cangkir yang kini di tanganku.
“Apa kau
tak suka? Jika kau tak suka baiklah, aku yang akan meminumnya.”
“Ah,bukan
seperti itu. Aku akan meminumnya..sekali lagi terimakasih sudah membuat ini
untukku.” sahutku
"Lalu
kenapa sampai detik ini kau hanya memandanginya?"
"Mm..aku
hanya berpikir.. apa tak ada yang melihatmu melakukan ini? Kau
seorang laki-laki, bisa-bisanya dirimu keluar masuk seenaknya di kos putri.
Ya..aku tahu kau anak bungsu ibu kos, tetapi tetap saja kau kan laki-laki, tak
seharusnya main-main disini apalagi berada di kamarku seperti ini."
"Apa
ini membuatmu tak nyaman?"
"Sejujurnya
aku senang kau ada disini. Seperti yang sudah kuceritakan padamu, selama ini
aku selalu sendiri. Jadi dengan adanya keberadaanmu aku benar-benar sangat
terhibur. Namun tetap saja aku merasa aneh. Tak enak juga jika ada
anak-anak lain yang melihat. Lalu bagaimana kau bisa ada disini,
bagaimana bisa kau mengenalku dan kenapa kau selalu menemaniku.. aku masih
belum bisa memahami itu."
"Sudahlah..jangan
banyak berpikir. Aku kan sudah bilang padamu, aku adalah hantu, dan aku
bertanggung jawab menjaga semua yang ada di dalam kamar ini. Sudah, cepat minum
itu sebelum menjadi dingin."
@@@
Keesokan
harinya aku pergi kuliah seperti biasanya. Menjalani keseharian kehidupan
kampus yang penuh akan tugas.
Hingga tiga hari setelah itu pun aku masih
sibuk dengan tugasku. Semuanya melelahkan. Bahkan akhir-akhir ini pun Kaza tak
datang mengunjungiku. Hatiku kembali lelah. Semua
keadaan kembali membuat lelah hari ini. Begitu sakit, meruntuhkan asaku. Tugas
kuliah, keinginanku, masalah ayahku, pengabaian janji oleh temanku, kekalahan
dan semuanya sangat melelahkan hati.
Mengingat
semua tugasku ternyata aku memang butuh seseorang. Aku butuh seseorang yang
bisa menyumbang tenaganya untukku. Aku ingin dapat dekat dengan orang lain yang
mampu membantu, menyemangati dan menghiburku.
Rasanya
ini begitu menyiksa. Aku kembali meneteskan air mata. Aku ingin melupakan
masalah tentang ayah dan Vilia yang selalu berusaha menghubungiku lagi tanpa
menyadari dan mengingat apa yang telah mereka lakukan terhadapku.
@@@
Hari
itu temanku Vicky hendak membeli peralatan maket untuk tugas aku berniat ikut
untuk membeli keperluanku. Masalahnya ia akan pergi ketika aku ada jam kuliah.
Namun akhirnya ia menyuruhku tinggal dan aku bisa meniitip saja padanya.
Akhirnya aku setuju dan kemudian aku menunggunya untuk mendapatkan pesananku.
Seperti
orang bodoh, dan aku tak tahu bagaimana bisa ia lakukan itu padaku. Vicky tak
menbalas short messageku, tak
menjawab panggilan teleponku. Ia tak datang lagi setelah aku menunggunya selama
2 jam di gazebo kampus seperti perjanjian. Yang aku sesalkan kenapa ia berkata
seperti itu, kenapa tidak ia katakan saja ia tak mau membelikan keperluan itu
untukku. Dengan begitu aku tak perlu menunggunya selama itu. Sehingga aku bisa
langsung pergi membeli keperluanku sendiri. Aku benar-benar merasa bodoh dengan
mempercayainya. Aku benar-benar tak paham dengan makna pertemanan di zaman
sekarang ini.
Akhirnya
aku berjalan sendiri menuju halte trans kota. Setelah 10 menit menunggu
akhirnya trans kota yang menuju pasar besar tiba. Dan kemudian aku berhasil
membawa segulung gasket, segulung karton, kingstrit, lem kayu, lem foam,
UHU,dan mika. Meskipun sedikit sulit berjalan dengan gasket dan karton aku
tetap berusaha membawa mereka pulang.
Ketika
sampai, hari sudah mulai gelap. Dan aku kembali sial. Ketika berjalan memasuki
gang menuju rumah kos, sebuah batu di tengah jalan berhasil menjegalku dan
membuatku terjatuh dan menjatuhkan barangku.
"Aish..Ahh.."rintihku
akan goresan luka di tanganku.
Sejenak aku terdiam memandang sekelilingku
yang sepi. Aku benar-benar sendiri. Ya, aku sendirian sekarang. But it's okey. Aku
bergegas membereskan semuanya dan berjalan kembali.
@@@
Semua
barangku kujatuhkan ke tempat tidur dengan lemah. Aku pun turut menjatuhkan diri
dan terduduk di tepi tempat tidurku. Aku menangis, melepas sakit di dadaku dan
tanganku.
Sejenak
kemudian tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarku. Aku dengan segera mengusap
air mataku.
"Hai.."sapaku
pada Kaza yang kini duduk di sampingku.
"Apa
kau sedang berusaha menegarkan diri?"
"Apa?
Kenapa harus seperti itu? Aku baik-baik saja." sahutku tak jujur.
Kaza
pun bangun dari duduknya setelah itu dan ia keluar dari kamar tanpa satu kata
pun. Mengingat air muka Kaza aku menjadi cemas, apa ia sedang marah padaku
ataukah ia mulai mengacuhkanku. Ekspresinya membuatku tak tenang dan kembali
meneteskan air mata.
"Apa
yang sedang kau lakukan?" tegur Kaza tiba-tiba muncul menyentak pikiranku.
aku kembali menghapus air mataku dengan cepat. Aku tak mau Kaza marah karena
aku menangis.
Pemuda
itu rupanya kembali dengan mangkok kecil berisi air. Lantas ia mengambil kapas
milikku yang ada di meja rias. Kaza kembali duduk disampingku.
"Berikan
tanganmu!" suruhnya dan aku menurutinya begitu saja. Ia pun membersihkan
luka di tanganku dan mengobatinya. Aku benar-benar merasa dadaku semakin sesak
akan sikapnya. Begitu lega melihatnya lagi disampingku.
"Jika kau ingin menangis,
menangislah.." ucap Kaza penuh hati-hati.
"Apa?
Kenapa aku harus menangis? Luka itu tak terlalu sakit.."sahutku menutupi
perasaanku yang sebenarnya.
"Aku
takkan memberimu kesempatan lagi di hari lain." tegasnya membuatku tak bisa lagi menahan
semuanya.
"Untuk
selanjutnya aku takkan mengizinkanmu menangis lagi..aku takkan membiarkanmu menangis
sendiri tanpaku.. "
"Kaza??"
"Maafkan
aku telah meninggalkanmu akhir-akhir ini.. aku pergi untuk menetapkan hatiku..
aku harus menata ulang pikiranku yang selama ini begitu kacau.. namun kini aku
telah memilih,. aku akan mendengarkan semuanya.. akan kudengarkan semua
ceritamu, kegembiraanmu, juga kesedihanmu.. "
Aku
tertegun untuk beberapa saat, tak percaya dengan apa yang kudengar.. dan aku
tertawa dalam tangisku..
"Apa
ini nyata? ah.. ini pasti mimpi kan..
jika ini bukan mimpi, pastilah kau sedang bercanda, kan,.. bagaimana
mungkin ada seseorang yang mendengarkanku.. itu takkan mungkin.. Apa kau tahu?
Kau satu-satunya orang yang berkata akan mendengarkanku.. Selama ini tak
seorang pun mendengarku..bahkan ayahku pun ia tak pernah mendengarku.. ia tak
peduli apa pun tentangku..ia adalah orang tua satu-satunya yang aku
miliki..tapi semua terjadi seolah kami orang asing.. Ia hanya peduli akan
dirinya sendiri.. ia tak pernah ada di sisiku, bahkan ketika aku menangis pun
ia tak pernah ada untukku.. Tak pernah ada di sisiku.. Ayahku saja tak mau
berada di sisiku..bagaimana mungkin orang lain bisa melakukannya.. bagaimana
mungkin ada orang lain di sisiku.. semua itu hanya anganku saja.."
"Oriotta..bagaimana
dengan di sisiku?"
"??"
Aku merasa aku tengah bermimpi mendengarnya. Ini serasa bukan nyata. Aku hanya
mampu terbungkam menatap sorot mata Kaza. Merasakan adanya angin hangat merasuk
ke dalam raga. Seolah menumbuhkan kupu-kupu yang menari di dalam dadaku.
"Bagaimana
untuk selalu di sisiku? Untuk menangis di sisiku? Dan tertawa bersamaku?"
Aku
mendengarnya lagi. Aku bisa mendengar lagi pertanyaan itu. Pertanyaan yang
mengalirkan sengatan listrik ke dalam otakku. Yang secara perlahan sengatan itu
semakin kuat ketika ia mengusap air mataku. Membuatku terbenam dalam dunianya.
Seolah terhipnotis akan kelembutannya.
@@@
Hari
ini adalah hari Sabtu. Hari yang sudah kunantikan.
"Kau
ingin kemana?"tanya Kaza padaku saat kami tengah menunggu trans kota
datang.
"Terserah
kau saja. Aku akan ikut kemana saja kau pergi, sama seperti yang telah kau
lakukan untukku."
"Kalau
begitu, bagaimana jika kita ke Bukit Awan?"
"Sepertinya
itu akan sangat menarik. Apa kau sering pergi kesana?"
"Bisa
dikatakan seperti itu, tapi itu dulu. Sejak setahun yang lalu aku tak pernah
pergi kemana-mana jika tak penting. Sejak kejadian itu aku tak suka
keramaian."
"Sejak
kejadian apa? Apa sesuatu yang buruk pernah terjadi padamu?" sahutku jadi
penasaran.
"Ah,
lupakan saja! Itu busnya sudah datang, ayo kita pergi."
Kami berdua pun segera naik dan duduk di
bangku paling belakang.
"Sepertinya
hari ini busnya sangat sepi."komentarku melihat penumpang trans yang hanya
ada 3 orang termasuk aku dan Kaza.
"Inilah
yang kuharapkan."
"Memangnya
kenapa? Soal yang tadi, bolehkah aku menanyakannya lagi? Aku hanya penasaran
dengan masa lalumu. Kau mengetahui banyak hal
tentangku, tapi aku sedikit sekali mengetahui kehidupanmu."
"Semakin
sedikit kau tahu itu akan lebih baik."
"Bagaimana
bisa itu lebih baik? Apa ada hal yang kau sembunyikan dariku? Atau tebakanku
selama ini benar, kau adalah
pencuri?"
"Hei,
jangan asal bicara! Apa aku terlihat sebagai penjahat?"protes Kaza
membuatku tertawa. "Berhentilah tertawa sebelum orang lain mengira kau
gila.."
"Bagaimana
bisa? Aku kan tidak tertawa sendirian, ada dirimu di sampingku.."
"Apa
kau lupa siapa aku?"
"Ah,
baiklah.. sepertinya kau mulai lagi
berperan sebagai hantu rumah kos.."
"Bagaimana
jika itu benar? Apa kau menyesal bertemu denganku?"
"Mm..bagaimana
ya.. sejujurnya meski aku akan menyesal tapi kau telah banyak membantuku. Kau
buatkan maket, kau rapikan kamarku, kau sediakan minuman hangat di malam hari,
kau pun telah banyak menghiburku." sahutku penuh semangat. Namun aku baru
sadar jika wajah Kaza begitu sedih detik itu. Ia bahkan cenderung sangat diam
selama perjalanan. Ia tak terlihat seperti biasanya. Wajahnya kini begitu
serius memikirkan sesuatu.
"Kaza,
apa kau baik-baik saja? Apa kau sakit?"
"Ah,
tidak. Aku baik-baik saja. Mungkin ini karena aku yang sudah tak sabar ingin
segera sampai ke lokasi dan bersenang-senang denganmu. Kau tak perlu cemaskan
aku."
"Ohh..baguslah
kalau kau baik-baik saja.."
"Ah,
sepertinya kita sudah hampir sampai.." sahut Kaza kembali cerah. Entah itu sungguhan atau hanya pura-pura agar
aku tak cemas.
@@@
"Wah,
tempat ini indah sekali..!"seruku kagum ketika aku berdiri memandang
sekeliling yang penuh bunga.
"Apa
kau suka?"
"Ya,
aku sangat suka tempat ini."
"Mau
berkeliling?"
"Tentu.."sahutku
cepat dan semangat. Kaza pun tertawa melihatku.
"Ketika
aku sedang lelah atau pun sedih tempat ini selalu menjadi tujuan utamaku..
Udara di sini benar-benar menyegarkan otak dan pikiranku.."
"Ya..
kau benar. Aku juga merasakannya.. Terimakasih sudah mengajakku kemari."
"Terimakasih
juga telah menemaniku ke sini." balas Kaza
"Ah..
untuk apa kau berterimakasih, sudah seharusnya aku menemanimu."
"Mm..Oriotta.."
"Ya?"
"Ah,.lupakan!
Mm..ayo kita naik, disana ada air terjun yang menarik." ujar Kaza
mengalihkan tujuannya.
"
Apa ada yang ingin kau sampaikan tadi?"
"Ah,
tak ada. Bukan hal yang penting.."jawab Kaza nampak tak jujur,
"Sudahlah, Ayo! Jangan banyak berpikir, ayo kita bersenang-senang hari
ini." ajak Kaza kemudian seraya menarik tanganku. Dan ia terus menggenggam
tanganku selama berjalan.
"Ayo
kita duduk disini sejenak!" ajak Kaza lagi, untuk duduk di atas sebuah
batu besar di tepi tebing. Dari sini aku dapat melihat hamparan luas sawah,
hutan dan pegunungan. Semua nampak hijau berkilau oleh sinar mentari. Seperti
di atas awan, aku dapat melihat semuanya dengan leluasa.
"Tunggulah
disini. Aku akan segera kembali, jadi jangan pergi kemana-mana."
"Ok."
Sejenak
kemudian Kaza telah kembali dan duduk di sampingku.
"Darimana
kau dapatkan itu?"tanyaku heran melihat gitar di tangan Kaza.
"Dari
sana."kata Kaza seraya menunjuk ke sebuah rumah kecil dari kayu yang
berada di ujung jalan setapak.
"Tempat
apa itu?"
"Itu
hanya sebuah kedai kecil yang menyewakan barang. Ada gitar, teropong, layang2,
sepeda dan barang lain yang mungkin akan dibutuhkan pengunjung."
"Oh.."
"Ok,
kau mau lagu apa? Aku akan menyanyi untukmu.." tanya Kaza padaku.
"Sebut saja salah satu judul lagu, jangan hanya tertawa!" ujarnya
kemudian.
"Mm..apa
ya..terserah kau saja. Asalkan kau yang menyanyi aku pasti suka semua
lagu."
"Hmm..begitukah?
Baiklah Bagaimana dengan lagu Change The World dari V-6?"
"Hmm..Inuyasha
soundtrack, that's ok." sahutku setuju dan Kaza pun langsung memainkan
gitarnya..
"I want to change the world
Kaze wo kakenukete nanimo osorezu ni
Ima yuuki to egao no kakera daite
Change my mind
Jounetsu tayasazu ni
takaru mirai e
te wo nobaseba
kagayakeru hazu sa
It's wonderland
Hai iro no sora no kanata
nanika oite kita
Kimi wa mayoi nagara
sagashi tsudzukeru
Kimi no kokoro furuete' ta asu no mienai yo
nanimo shinjirarezu mimi wo fusagu
kimi ni deaeta toki hontou no ibasho mitsuketa
nanigenai yasashisa
ga koko ni atte
bokura mezameru
I want to change the world
Nido to mayowanai
kimi to iru mirai
katachi doreba doko
made mo toberu sa
Change my mind
Jounetsu tayasazu ni +/
shiranai ashita e tsubasa hiroge
hanabatakeru hazu sa
It's wonderland
I want to change the world
Kaze wo kakenukete nanimo osorezu ni
Ima yuuki to egao no kakera daite
Change my mind
Jounetsu tayasazu ni
takaru mirai e
te wo nobaseba
kagayakeru hazu sa
It's wonderland
(I want to change the world
Piercing through the gales, unafraid of anything
Now I hold my courage and pieces of my smile
Change my mind
If we reach out to the soaring future
without losing our able to shine,
It's wonderland
You've left
something in the far reaches of the grey sky,
and you keep on searching as you wander
In the night when your heart shook,
and I can't see tomorrow
I can't believe anything and close my ears
When I met you,
I found my true place in life
An innocent kindess is right here
And so we awaken
I want to change the world
I won't hesitate again
If I can shape a future with you,
then I can fly anywhere
Change my mind
I can spread my wings and fly
towards the unknown future
without losing my passion
It's wonderland
I want to change the world
Piercing through the gales, unafraid of anything
Now I hold my courage and pieces of my smile
Change my mind
If we reach out to the soaring future
without losing our able to shine,
It's wonderland)"
Waktu
kami biarkan begitu. Dalam senyuman. Merasakan sebuah mimpi yang menyata.
Menyaksikan luasnya semesta, kekuasaan Tuhan. Hingga waktu dirasa cukup kami
kembali berjalan. Aku mengikutinya berjalan melewati setapak itu. Memasuki
rumah penyewaan itu, yang perabotnya tertata rapi. Sepangkon kursi bambu untuk
tamu. Meja kecil dengan sebuah buku daftar peminjaman. Dan rak-rak serta lemari
yang menyimpan beberapa peralatan yang disewakan.
Pria tua
yang awalnya sedang sibuk mengamati data dalam bukunya itu pun menyambut kami.
Aku pun duduk di kursi bambu yang tersedia, menunggu Kaza yang sedang mengurus
pengembalian gitar. Sejenak kami kembali keluar.
"Kau
lihat tempat itu?"
"Ehem.."sahutku
turut memandang ke sebuah gua bawah tanah buatan.
"Ayo
kita lihat!"ajak Kaza seraya menarik pergelangan tanganku.
Langkah
demi langkah kujalani. Dan tiap langkah itu aku terus berpikir. Siapa
sebenarnya Kaza? Apa pula hubunganku dengannya? Kenapa ia begitu baik? Kenapa ia perlakukan aku seperti ini? Haruskah senyumnya semanis ini? Apa ia perlakukan semua orang sebaik ini? Kenapa ia mendatangiku? Kenapa harus aku? Apa ini takdir?
"Are
you okay?" tegur Kaza yang menyadari pandanganku kosong.
"Ah
ya.." sahutku
"Ya
sudah kalau begitu. Mm.. di dalam mungkin akan sedikit gelap jadi
berhati-hatilah, dan jangan melamun!"
"Ya
aku mengerti."
Aku pun
memasuki gua itu dengan Kaza menjagaku di belakang. Aku melihat beberapa relief
buatan yang cukup unik di dalamnya dihiaskan lampu-lampu berwana yang mampu
memberi kesan lebih dramatis. Udara didalam gua ini cukup lembab nampaknya.
Begitu pula tanahnya yang berundak yang kurasa sedikit licin.
Ruangan
ini sangat cantik. Kulihat pula beberapa orang yang ada pun menyaksikannya
dengan kekaguman. Apa lagi saat melihat langit-langitnya juga menawan.
"Ahh!!" seruku tiba-tiba. Aku tergelincir di tangga
yang tak kulihat. Namun dengan cepat kaza menangkap lengan dan pinggangku yang
mencegahku yang akan terjatuh.
"Kau
baik-baik saja?" tanyanya
cemas. Aku pun mengangguk. Ia pun melepasku dengan perlahan.
"Terimakasih."
ucapku kemudian. Ia pun mengangguk.
Kami sudah
berada di luar. Dan tengah duduk di sebuah gazebo kecil berukuran (2x2)m2. Kaza pun berkata hari
ini ia merasa begitu gembira. Dan benar, aku telah melupakan semua masalahku
dengan datang kemari. Namun masalah baru muncul. Lagi. Aku merasaku dadaku
menjadi menyesak aneh. Dan mendadak aku merasa canggung di dekatnya. Ia yang
menyadari sikap anehku pun juga terlihat menjadi canggung pula. Yang membuat
kami hanya berdiam. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk berkata,
"Mm..
karena selama ini kau baik padaku, bagaimana kalau kutraktir kau minum?"
"Wah..
itu ide bagus!"sahutnya senang.
"Baiklah
kalau begitu tunggu disini. Aku akan kesana. kau mau minum apa?" ujarku
menunjuk ke sebuah kedai minuman kecil 20m di seberang gazebo.
"Original
Ice Tea."
"Ok.
Don't go anywhere!"
"OK.
I won't leave you." sahutnya dengan senyum terbaiknya.
Aku pun
berjalan menghampiri kedai kecil itu, yang cukup ramai dipadati oleh banyak
pembeli. Yang terpaksa aku harus mengantri lebih dulu. Sesekali dalam antrian
aku menoleh kearah Kaza. Ia pun
tersenyum dari kejauhan, meski tak terlalu jelas dan terkadang tertutupi
orang-orang yang lalu-lalang tapi aku tahu ia tersenyum untukku.
Dari
antrian ke 10 aku sudah di antrian ke 5 kini. Aku kembali melihat ke arah Kaza.
Dan aku tersentak sendiri mendapati gazebo itu kosong. Ku pandangi sekeliling
ia tak terlihat. Hingga di antrian ke tiga akhirnya melihatnya sudah duduk lagi
di tempat semula, yang tak kulihat kapan datangnya karena banyak orang di
sekitar tempat itu.
Aku sudah
di depan sendiri kini. Dan tengah menunggu pesananku dibuat. Ia menghilang
lagi. Aku kembali was-was. Apa dia meninggalkanku? pikirku. Setelah membayar
aku pun bergegas mulai menghampiri gazebo dengan dua gelas plastik berisi
original ice tea. Pandanganku
kemana-mana mencari sosok Kaza. Dan kini aku sudah di dekat gazebo dan melihat
Kaza masih duduk di tempatnya. Langkahku terhenti. Karena lega, heran dan.. ah
intinya perasaanku tengah kacau.
"Kau
kenapa berhenti disitu??" seru pemuda itu. Lalu aku kembali berjalan dan
duduk disebelahnya.
"
Kemana saja kau?"tanyaku seraya menyodorkan minumannya.
"Aku
di sini dari tadi."jawabnya.
"Hei,
apa kau pikir aku rabun? Meski dari jauh aku bisa melihat kau tersenyum, jadi
tentu saja aku bisa melihatmu ada atau tidak di bangku ini. Dan kenyataannya
kau menghilang dan muncul menghilang
lagi dan muncul lagi dengan tiba-tiba." protesku. Ia pun nampak sedikit
terkejut. Dan ia jadi terdiam.
"Ah..benar
kan kau pergi-pergi tadi?"
"Hanya
jalan-jalan sedikit, dan memotret beberapa obyek."katanya kemudian sedikit
ragu-ragu.
"Oh..jadi
begitu..ngomong-ngomong, apa yang kau potret? Apa aku boleh melihatnya?"
"Bukan
hal yang terlalu penting. Lagi pula apa aku berkata aku memotretnya dengan
kamera??"
"Ah..aku
tak mengerti maksudmu. Ok, jadi critanya kau tak mau menunjukkannya padaku?Atau
jangan-jangan kau memotret seorang gadis seksi?"
"Hei..
untuk apa aku melalukannya!"
"Ya
mungkin saja, bukan tak mungkin kau pergi diam-diam untuk mengikuti dan
mengambil foto gadis cantik yang seksi atau hal semacamnya."
"Lalu,
jika aku melakukannya apa kau cemburu??"tanya Kaza menyentakku
"Ah..apa?
cemburu? untuk apa aku cemburu?"elakku jadi sedikit gugup tanpa alasan
jelas.
"Sudahlah
jujur saja!"desaknya menggodaku.
"Hei..jangan
terlalu percaya diri!"tukasku. Ia pun hanya tersenyum. Kini akulah yang
menjadi terdiam.
Aku tak
tahu. Hatiku menjadi pedih secara mendadak. Air mata pun perlahan keluar dari
persembunyiannya. Aku merasa kehilangan. Kehilangan suatu hal yang tak pasti.
Yang tak pernah kuketahui keberadaanya yang sebenarnya. Bahkan mungkin aku
belum pernah memilikinya. Bahkan aku tak tahu apa itu. Tiba-tiba aku merasa
takut. Aku takut jika aku akan sendirian. Aku menjadi takut untuk terjatuh. Aku
takut melangkah. Aku takut tersesat. Aku merasa aku kehilangan banyak hal.
Seolah kehilangan semua teman yang kumiliki.
Aku masih
ingin memiliki tempat bersandar. Aku masih ingin ada seseorang yang menuntunku.
Ada tempatku tuk bergantung. Yang memelukku saat kudingin. Yang menggenggam
erat tanganku kala ku kehilangan keseimbangan. Yang menghapus air mata
kesedihanku. Yang memandangku dengan sinar mata cintanya. Yang selalu
memperhatikanku, menanyakan keadaanku. Menjagaku di keramaian.
Aku masih
bisa melihatnya. Ia masih di dekatku. Tapi kengapa aku merasa ia telah pergi.
Aku hanya sejenak berpisah dengannya. Hanya sebentar tak melihatnya. Tapi
kenapa aku merasa setakut ini. Mungkinkah ini adalah sebuah efek. Saat
seseorang mulai menyukai orang lain. Haruskah justru menyakitkan seperti ini.
Bukankah seharusnya rasanya berbeda, lebih menggembirakan mungkin. Saat ini aku
benar-benar berharap semuanya akan baik-baik saja.
"Oriotta?Apa
ada masalah?" tegur Kaza membuyarkan lamunanku.
"Ah,
aku baik-baik saja."sahutku sedikit gugup.
"Kau
yakin?"
"Ya..hanya
sedikit lelah saja. Kau tak perlu khawatirkan aku."
@@@
Setelah
setengah jam kemudian kami pun kembali menempuh perjalanan untuk pulang. Namun
kami pun akhirnya berhenti di tengah perjalanan dimana kami rasa sangat menarik
untuk berhenti. Untuk berjalan di pasar buah, makan siang, Dan sedikit berjalan
mengelilingi kompleks candi dan kuil di suatu kawasan bersejarah. Lalu makan
malam dan akhirnya sampailah kami di halaman rumah kosku yang tengah sepi, sepi seperti di tiap harinya.
"Sepertinya
aku langsung pulang saja. Dengan begitu kau bisa langsung beristirahat."
ujar Kaza.
"Begitukah?"
"Heem..Aku
akan kembali besok."
"Ah..baiklah
kalau begitu. Jaga dirimu baik-baik." sahutku.
"Kau
juga. Semoga nanti kau mimpi indah."
"Mm..sepertinya
akan begitu, hari ini aku sangat senang dan mungkin akan terbawa ke dalam
mimpi. Terimakasih sudah mengajakku jalan-jalan."
"Terimakasih
juga untuk hari ini."balas Kaza lalu terdiam dan hanya menatap wajahku.
"Ada
apa?"tanyaku. Namun ia tak menjawab. Ia hanya bergerak mendekat lalu
merunduk dan mengecup keningku.
"Sampai
jumpa."bisiknya kemudian disaat jantungku berdegup kencang. Sejenak
kemudian ia pun berlalu.
@@@
Aku tak
bisa tidur. Bukan karena terlalu senang. Juga bukan karena ciuman itu. Tapi
karena sikap pemuda itu. Aku benar-benar takut kehilangan dirinya sekarang. Tak
biasanya ia berkata akan pulang. Bagiku itu suatu keanehan, ntahlah apa ini
sebenarnya hanya efek ‘perasaan’ itu.
Hanya saja, teringat akan kata-katanya biasanya, ia selalu berkata ini rumahnya.
Mungkinkah ia mulai menunjukkan keseriusannya. Aku benar-benar kacau sendiri
sekarang.
Keesokan paginya aku terbangun dari tidurku, bukan karna
telah cukup tidur namun karena mimpi buruk yang kebali muncul. Baru dua jam
terlelap namun begitu cepatnya dunia itu menghampiri tidurku. Waktu masih
menunjukan pukul 5 pagi, saat yang masih sangat awal untuk bangun di hari
minggu untuk orang-orang di rumah kos ini. Kupandang sekelilingku, aku
termenung.
Ia sungguh akan datang, kan? Ntah kenapa keberadaan Kaza
akhir-akhir ini yang selalu ada di tiap aku terbangun dari mimpi burukku
membuatku merasa aneh saat kali ini ia tak disampingku. Ketakutan masih
merayap. Dan aku masih tak bisa kembali terlelap meski mata ini masih lelah.
@@@
"Kaza, apa kau sibuk hari ini?" tanyaku pada Kaza melalui pesan singkat seluler. Namun
beberapa saat kutunggu tak ada respon. Aku kembali paranoid dengan banyak
pikiran negatif, karena hal ini tak biasanya terjadi. Ia tak membalas SMSku hingga 1 jam.
"Apa kau masih tidur? Hari ini aku mau ke
perpustakaan, apa kau mau ikut?"
Dan hingga ketika aku sudah menghabiskan waktu 3 jam di
perpustakaan ia pun belum ada kabar. Kini jam digital ponselku menampilkan
angka 12:23, Aku pun beranjak membereskan buku-buku dan membawa laptopku dan
mulai meninggalkan ruang baca menuju kafe.
Kupesan segelas yogurt strawberry lantas mengeluarkan
ponsel flip whiteku. Kucoba
menghubungi lagi nomor Kaza. Aku benar-benar khawatir sekarang.
"Nomor yang anda
tuju sedang tidak aktif atau di luar jangkauan area, cobalah beberapa saat
lagi.."
@@@
No comments:
Post a Comment