2014-10-17

Allah, Tolong Sampaikan Padanya..




17 Oktober 2014, 04:45 PM, itulah yang tertera pada sudut notebook-ku saat aku mulai menuliskan ini.


Hari ini kubuka pintu dunia maya, lantas kulihat sibuknya pengantar pesan dan penyebar berita pikiran, juga mungkin perasaan. Kalau dibahasa Indonesiakan, namanya jadi Buku Wajah. Sesaat kembang api warna-warni menyala-nyala, membentuk satu siluet senyum, selayaknya anak kecil mendapat sekantong coklat. Dalam arti semua baik-baik saja.
Sampai tak lama, aku juga lelah mengatakannya, ingin tetap melihat kembang api yang cantik itu. Namun yang ada justu ledakan besar dengan virus pelumpuh.  Seseorang telah memasang bom kata-kata yang dapat melumpuhkan semua yang melintas diareanya. Ia tak kukenal, tapi  aku tahu rumah siapa yang di pasangi bom olehnya, hingga jelaga kata itu membekas di Dinding rumah orang itu, membuat semua orang yang melintas di halaman rumah itu bersedih.. Ini tak mungkin, ini tak mungkin pikirku..
Akan tetapi kebenaran memang demikian,  kini pemilik dinding itu tengah tak sadar sepenuhnya. Ia terbaring lemah diruang rawat intensif di RSPP Jakarta Selatan. Karena bom? Tentu saja bukan. Bagiku jauh lebih menyeramkan daripada bom. Membaca tulisan di dinding rumahnya membuatku menangis. Mengapa? Apakah aku sedemikian dekat padanya hingga menangis? Aku telah lelah menangis, pun orang lain pasti telah jengah melihatku meratap. Tapi aku masih saja bersedih?
Hanya beberapa kali mata ini bertemu dengan sepasang mata yang dimilikinya. Bahkan bisa dikatakan hanya dua atau tiga kali. Dalam waktu yang begitu singkat. Seseorang yang kukenal ini suka menggunakan nama Piano, katanya lebih keren dari Piono.. tapi aku hanya tahu nama awalnya, Ari, mas Ari, hanya begitu aku selalu memanggilnya.  Kami pun selama ini hanya bertukar kalimat atau  paragraf yang kami tulis secara bergantian dalam buku wajah itu. Apa yang kulihat hanya kata-kata dan foto yang diganti berkala olehnya, begitu pula dengannya. Selebihnya, kami lalui percakapan lewat seluler.
Allah, aku tahu jika detik ini Kau berada dekat dengannya, jika Kau membaca tulisan ini, aku mohon, sampaikan padanya, bahwa aku ingin ia segera bangun dengan sehat. Katakan padanya, jika ia harus kuat, dan Allah, bantulah agar kembali normal seluruh oragan dalam tubuhnya, semua yang menyebabkan ia kesakitan, hanya Kau yang sanggup berikan kesembuhan padanya, Allah. Sebab ia terlalu muda untuk menderita. Keluarga kami sudah cukup lama menderita.
Walaupun kami tak ada hubungan darah, bagiku ia adalah sosok kakak untukku, Allah, bahkan kalau pun ia tak pernah menganggap seorang adik. Namun ia yang mengajarkanku  bagaimana cara bertahan di dunia yang kutempati sekarang. Ia yang membantuku belajar menjadi manusia malam, memahami arti kata matra, membimbingku menari di atas meja kaca, dan menuntunku mengayunkan pena, serta ialah yang mengenalkanku pertama kali pada liku-liku bangunan dunia pendidikan ini. Kami telah berjuang bersama untuk sampai pada titik ini. Namun kini aku sadar, jika aku tak pantas menjadi seorang adik baginya, aku bahkan tak tahu jika ia telah menahan penderitaannya sendiri selama ini di perantauannya.
Tapi Allah, bisakah aku tetap meminta pertolongan pada-Mu? Bantu aku ingatkan padanya, Allah, jika ia masih punya janji padaku, dan juga pada adik-adiknya yang lain untuk kembali ke kota ini. Katakan jika kami punya janji makan bersama lagi.. dan juga tolong sampaikan pula kalimat ini,
“Mas Ari, ini Tya, kali ini aku telah menyebut namaku, jadi kau tak bisa lagi berpura-pura untuk melupakan namaku hanya untuk membuatku kesal.. Kali ini aku tak lagi mengganti nomorku, jadi jangan lupa beri aku kabar, bahwa kau baik-baik saja. Disini, kita, bersama saudara lainnya, masih harus membangun studio konsultan impian kita sendiri. Disini, kami, terutama aku, menunggumu..”

No comments:

Post a Comment