Kenapa perasaan itu masih tertinggal?
Rasanya masih sulit bernapas. Saat membuka matanya ia masih belum mampu
terbangun. Ingin rasanya ia kembali tidur sampai ia terbangun dari mimpi itu. Tapi
semua sia-sia. Itu bukan mimpi. Itu adalah kenyataan yang masih sulit diterima.
Peristiwa beberapa hari lalu adalah kejadian nyata yang perih.
“Dik,
mas Ari meninggal.”
Di matanya masih membekas 4 kata itu. Belum
mampu tersingkirkan. Pesan singkat dari Firman itu sudah membantainya.. tiap
waktu sampai detik ini.
“Ini
mimpi. Ini tak mungkin. Pasti ini juga mimpi!” Kata-kata itu terus
digumamkannya.
Kini memorinya berputar pada masa lalu. Pada
suatu hari di tahun 2010. Ketika itu ia berdiri di dekat pagar halaman sebuah
gedung pasca sarjana yang kini telah beralih menjadi gedung kedokteran hewan.
Matanya fokus pada ponsel yang ada di tangannya, ia bahkan sempat mengabaikan
teman yang berdiri di sampingnya. Cukup lama mereka berdua disana, sampai dua
orang satpam di pos jaga melempar tatapan aneh pada mereka berdua. Hingga kemudian
muncullah seorang mahasiswa putra dengan jaket abu-abu terangnya, berjalan ke
arah dua orang gadis itu.
Saat itu Tya memakai rok selutut yang
terbuat dari sifon hitam dengan kaos rajutan warna merah jambu. Gadis itu
dengan semangat menghampiri pemuda itu, membuat rok dan kuncir ekor kudanya menari.
Made, temannya pun mengejarnya.
“Sorry
ya, kalau ternyata malah kamu yang nunggu, Sukun macet tadi.”kata laki-laki
yang bernama Ari itu.
Dua pasang mata satpam masih bergerak mengikutinya.
“Ini adikku, Pak!”seru Ari menyadarinya,
rupanya kedua satpam itu sudah dikenalnya dengan baik. Para satpam itu hanya
ber-oh-oh.
Kemudian mata Ari tertuju pada gadis
berambut panjang di samping Tya.
“Ini temen SMAku, Mas! Namanya
Made.”seru Tya menyadari maksud tatapan mata Ari. Keduanya pun berkenalan.
Lantas mata Ari kembali pada Tya. Pemuda itu tersenyum menahan tawa.
“Ya, udah,
ayo jalan.” Ajak Ari meraih pundak Tya dan mereka bertiga pun berjalan
melintasi teras gedung dekanat lama fakultas teknik. Sekarang gedung itu sudah
hilang tak berbekas.
Selama perjalanan menuju gedung kuliah
arsitektur, Ari masih terlihat senyum-senyum sendiri dengan sesekali melihat ke
arah Tya.
“Kenapa, Mas?”tegur Tya.
Akhirnya
Ari pun tertawa seraya mengacak-acak poni gadis itu.
“Dasar anak SMP!”ledeknya
“Aish, aku calon maba disini, bukan anak
SMP!”protes Tya. Made hanya senyum-senyum melihat temannya dikerjai.
“Hash,
ngaku-ngaku. Kalau Made mah pantes
jadi anak lulusan SMA, lek kamu nggak blas.”
“Alah, kayak mas udah pantes aja jadi
mahasiswa..”
“Ck, kalau aku mah beda, aku emang awet
muda,, tampangku aja masih tampang SMA, kan..”
“Ya, berarti sama aja, SMA bukan
kuliahan, berarti kudunya mas Ari juga nggak pantes jadi anak kuliahan!”
“Beda ya, kalau mirip anak SMA itu awet
muda, kalau mirip anak SMP tuh artinya awet kecil :-P”
“Ah, whatever-lah!”sahut Tya menyerah. Ari hanya tertawa.
Dilintasinya selasar depan gedung
arsitektur. Di sisi kirinya dibatasi pagar seng pembatas proyek gedung dekanat
baru. Sampai pada akhirnya mereka bertiga tiba di lobby utama gedung tersebut.
Bangunan yang bisa dibilang country-modern
itu tampak ramai dengan para remaja yang berlalu lalang.
Tya dan Made langsung sibuk melihat ke
sekelilingnya, mengabaikan Ari di sampingnya yang sedang sibuk disapa
kawan-kawannya. Sampai tak lama kemudian Ari mengajak kedua gadis yang datang
bersamanya itu menuju lantai kedua dan berakhir duduk di sebuah bangku panjang
di lantai tiga. Tepatnya di depan ruang tugas akhir. Di area itu sangat sepi
dan hanya ada mereka bertiga di level itu.
“Udah, orang gini doang, mau lihat
apanya? Semua tipikal, sama aja ruangan-ruangannya.”kata Ari kemudian
mengakhiri penjelasannya sebagai Gedung Baru Arsitektur tour guide .
“Wah, gambarnya keren!” kata Tya keluar
konteks pembicaraan. Ia sibuk mengamati gambar-gambar cat air yang terpajang di
dinding. “Ini siapa yang bikin, Mas? Susah nggak ya bikinnya..”
“Alah, paling ntar kamu kuliah disini
bentar langsung bisa bikin yang lebih bagus dari itu..”
Sedangkan
Made masih sibuk memotret koridor dan ruang yang ada.
“Buat apa difoto? Gitu doang juga.”tegur
Ari.
“Tya yang minta..”sahut Made dengan
ekspresi datar.
“Buat kenang-kenangan mas, kalau itu
foto dari saat pertama kali aku ke GBA hehe..”sahut Tya sambil turut duduk di
samping Ari.
“(-___-)?“
***
Setelah cukup lama berbagi cerita,
mereka kembali turun ke lantai satu lalu menikung ke kanan melewati koridor
ruang dosen. Di ujung sana ada sebuah pintu keluar dengan sebuah kantin kecil.
Di sana mereka bertiga bertemu dengan Firman. Firman pun dikenalkan pada Tya
dan Made oleh Ari. Saat itu Firman berada di semester 4, dan sebenarnya itu
bukan pertemuan pertama kali antara Firman dan Tya. Hanya saja biasanya mereka
belum tahu nama masing-masing.
Ari, Firman, dan Tya sering bertemu dalam
acara Bangulma/Evenhuis Scholarship Foundation
Family Gathering. Serangkaian acara bagi para penerima beasiswa yang
diadakan setiap tahun. Sejak SD ketiganya mendapatkan bantuan biaya pendidikan
dari sebuah lembaga di negeri Kincir Angin. Tatkala adik-adiknya tengah
ngobrol, sesaat Ari menuju kantin dan membeli empat botol minuman. Mereka
berempat pun duduk di bangku yang ada dan melanjutkan obrolan. Membicarakan
ospek dan beberapa kisah ‘ajaib’ tentang kehidupan mahasiswa arsitektur.
Hingga kemudian Ari pergi sebentar untuk
menemui dosen pembimbing skripsinya. Sekembalinya Ari kedua gadis yang bersama
mereka pun penasaran melihat isi laporan skripsi yang dibawa pemuda itu. Sedangkan
Firman yang berganti pamit pergi karena suatu keperluan.
“Ini stadion?”tanya Tya melihat isi
laporan tebal itu. Beberapa gambar struktur dengan garis yang rumit, ditambah
keterangan dimensi dan notasi lain benar-benar tampak memusingkan.
“Iya.”sahut Ari.
“Ah..gila lihatnya!” desah Made
“Haish,
aku nggak mudeng blas! Tahu gini aku nggak daftar masuk arsi dah..”
“Kan,
aku udah bilang berkali-kali, masuk
arsi itu berat! Kamu sih, anak kecil tapi suka ngeyel. Sok-sok-an masuk arsi.
Gue yang cowok aja menderita apalagi elu..”komentar Ari. “Tadi juga udah denger
kan dari Firman, bisa sekarat masuk arsi..”
“Yah, terus kadung daftar ulang gimana
dong..kalau batalin gitu aja, apa kata BSF coba??”
“Yaa, karena udah terlanjur ya nggak
papa deh, terima nasib aja hehe.. Ntar pasti mudeng sendiri, Setelah empat
tahun di arsi, ya, kira-kira kayak di posisiku sekarang, detik-detik ujian
skripsi, coba deh kamu ke perpus lihat
laporanku itu lagi, ntar kamu pasti nggak bakal ngrasa itu ruwet. Kerjaanku
standar, nggak yang level high kayak punya anak-anak lain..”
***
Satu tahun setelah GBA tour. Malam itu
Tya mengirim sebuah pesan ke Ari.
“Mas
gimana kabarnya di Jkt?”
“Maaf,
ini siapa ya?” balas Ari
“Tya
mas. Nomerku dihapus??Perasaan baru kemarin juga ngobrol.. :@”
“Tya
siapa ya?”
“Charistya,
Mas!!”
“Charistya??”
“BSF/ESF!
Awas aja kalo masih nggak inget!”
“Apa
itu BSF, ESF??”
“Seriuslah!!”
“Oh
iya, hahaha.. inget-inget, Tya anak SMP itu kan ya?”
“Please deh mas.. (-_-)!”
“Hehe..
maap2. Alhamdulillah, aku sibuk terus, kamu sndiri gimana? Masih pakai mata
panda?”
“Haha..
Iya nih,, masih. Tapi udah nggak sesering dulu pas awal. Mas Ari kapan pulang?Atau
emang mau netep di Jkt?”
“Pulang
kok, tapi kapan yaa?? Kapan-kapan deh.. :-P”
“Nggak
lihat TAA, Mas?”
“TAA?
Tanggal berapa emangnya?”
“11
Juni. Datenglah!”
“Wah,
nggak ngerti nih, kayaknya nggak bisa, pas sibuk-sibuknya nih. Sekarang udah
jadi vampire sejati aku..”
“Lembur
terus ya?”
“Iya,
as you know. As always.”
“Hm..sayang
banget, padahal aku pingin pamer, aku nari buat TAA hehe..”
“Emang
bisa nari?”
“Emang
kenapa nggak?? :P”
“Nari
apa emangnya?”
“Modern
dance gitu..”
“Ah,
males ah, aku kan sukanya bellydance hahaha..”
“Iya,
udah, buat yang suka bellydance, terserah..”
“wkwk.
Maaf ya, soalnya pas banget disini pas aku repot.. Tapi ya doain aja, ntar bisa
kelar cepet, bisa pulang ke Malang..”
“Iy,
gpp mas, aku ngerti mas udah jadi orang sibuk sekarang. Jaga kesehatan aja
dsna. Ntar kena typus lagi.”
“Anak
kecil sok-sokan, kamu itu yang kudu jaga kesehatan, rawan typus di arsi. Jangan
telat makan, jangan kecapekan! Lek capek ya tidur, lek DA nggak selesai ya
paling cuma dapet C atau D lah,, nggak usah dipikir. Ntar malah saingan typus
ma aku, lagi nggak pingin diajak saingan minum ekstrak cacing aku.. wkwk,”
“Hngg..
Inggih pak..”
Hari H pelaksanaan acara Temu Akrab Arsitektur
pun tiba. Penampilan persembahan mahasiswa angkatan 2010 pun telah usai. Tya
bersama-kawan-kawannya kini bergabung di area penonton bersama teman-teman
lainnya. Kebetulan di depannya adalah senior dan alumni. Jadi ia tak terlalu
banyak bertingkah. Hingga tak lama kemudian ia merasa terngganggu dengan orang
yang duduk di depannya. Ia tak bisa mengenali dengan jelas, ruang lesehan itu
cukup gelap.
Laki-laki yang memunggunginya beberapa
kali melempar remah makanan atau gulungan kertas kecil ke belakang, yang
otomatis mengenainya. Sampai kemudian ia sadar itu adalah sosok Ari. Pemuda itu
duduk santai dengan kedua tangannya yang ke belakang menjadi tumpuan. Tya pun
membalasnya dengan memukuli jari Ari dengan pena. Pemuda itu menoleh.
“Maaf, siapa ya?” godanya.
“Sampahnya nih, Mas!”balas Tya seraya
melempar balik apa yang telah dibuang Ari ke arahnya tadi.
“Katanya nari, kok cuma duduk doang?”
“Nggak lihat yang barusan?!”
“Barusan? Bukannya barusan yang nari
anak-anak TK??”
“Hm.. apa pun lihatnya terserah Mas Ari,
deh, tapi makasih udah datang! J”
***
Setelah acara TAA, mereka hanya
bertemu 2 kali. Ketika Ari mengadakan
survey di Malang, dan juga saat acara Lustrum. Sampai pada tahun 2014 tiba.
Selama ini mereka hanya berkomunikasi melalui ponsel dan media sosial. Pada
hari itu melalui jendela obrolan facebook
mereka bercakap-cakap selayaknya biasanya. Membicarakan rencana kepulangan Ari
dari Jakarta.
“Nomormu ganti lagi? Kok nggak bisa dihubungi?”
“Nggak,
kemarin-kemarin hp rusak.”
“Oalah,
gimana skripsinya, udah?”
“Belum,
bingung mas, ajarinlah..bantu kerjain hehe..”
“Minta
ajarin dosenlah, udah bayar maha-mahal juga, wkwk”
“Kan
aku mau bantuan ekstra..”
“Emang
kurang ekstra ya pelajaran yg takkasih”
“Hehe..kan
masnya sekarang udah jarang kasih pelajaran ekstra..”
“Hmm..
orang udah hampir lulus juga, katanya bukan anak SMP lagi, kudu pinter belajar
sendirilah.. masa’ tergantung ke aku terus..klo keseringan q ajari ntar kmu bs2
terpesona ke q.. :P”
“Aish,
terpesona.. Hm..tp oke dah mas..manut ae aku..”
“Hahaha..Oh
ya, anak BSF gimana kabarnya ya, apa nggak ada kumpul2 lagi ya?”
“Nggak
ngerti, ayo bikin acara kumpul-kumpul sendiri aja, Mas Ari jadi EOnya. Mas juga
udh jarang ke Mlg gitu..”
“Karena
itu pinginnya pulang, kumpul2 kayak dulu, makan-makan bareng.”
“Hore,
ayo-ayo! Aku semangat kalo diajak makan-makan. Udah mas buruan woro-woro ke
grup, ajak kumpul, terus mas Ari yang traktir ya!hehe..”
“Kamu
lah yang traktir, yang habis nambah umur.. “
“Hm..kan
mas sendiri tahu anak BSF nggak punya over money. Jadi mas Ari yang udah kerja
dong yang traktir. Ntar kalo aku udah lulus, udah kerja, punya duwit sendiri, gantian
mas Ari taktraktir, oke?!”
“Hm..
bole2, bisalah diatur ntar..”
“Emang
kapan rencna pulang?”
“Belum
pasti, tapi mungkin sekitar akhir bulan. Bisa lebih cepet bisa juga lebih lama.”
“Oh,
ok, deh, kabar-kabari ya ntar klo mau kumpul ato gmn..”
“Pokok
km nggak ganti nomer lagi aja..”
“InsyaAllah
nggak ganti lagi kok mas..”
***
Keesokan harinya, saat Tya mampir ke
perpustakaan, ia pun mendadak teringat skripsi Ari, seniornya itu. Ia pun
melihat-lihat lagi isi pembahasan laporan itu. benar rupanya, kali ini ia bisa
memahaminya dengan mudah. Hm..kenapa aku jadi merindukan orang satu itu..?
Satu minggu pun berlalu. Pagi itu Tya
terbangun dari tidurnya lalu menghampiri ibunya yang sedang berjongkok di teras
rumah menunggui beberapa tanaman yang ada disana.
“Aku barusan ngimpi ketemu Louis hehe..”
“Louis 1D?? Terus?” sahut ibunya dengan
wajah datar, lalu sibuk sendiri memotong ranting kering dan dedaunan yang sudah
layu.
“Terus makan-makan bareng, ada Liam sama
Harry juga..” serunya sambil ikut jongkok di dekat ibunya.
“Hmm.. terus?”
“Terus?? Ya udah, makan-makan tok.”
”Lha yang lain, si siapa itu? yang ada
Malik nya?”
“Oh, Zayn? Zayn sama Niall nggak ada.”
“Emang dalam rangka apa makan bareng
1D?”
“Nggak tau dalam rangka apa, pokoknya
rame, terus ada 1D. Yang penting ada Louie di sampingku hehe..”
“Seneng??”
“Hehe..iya lah..”sahut Tya cengengesan.
“Oh, ya, sebelumnya se juga ada mimpinya, tapi lupa apa.. makan-makan juga intinya,
ah, kayaknya ada temen lama juga, tapi lupa siapa, ya tadi, Agh, nggak tahu
deh.”lanjutnya lalu beranjak bangun masuk lagi ke dalam rumah.
Siangnya gadis itu menemui laptopnya.
Membuka Facebook. Dilihatnya
seseorang dengan nama yang tak dikenalnya menulis sesuatu ke seseorang dengan
nama Ari Piano. Ah, iya, inget, yang tadi itu kan mas Ari!
Haha, jadi kebawa mimpi deh, rencana makan-makannya. Tapi abis gitu kok diinterupsi
1D sih.. ah, don’t care dah! Penting ketemu Louie~ :3
Gadis itu ingat bagaimana mimpinya, yang
menggambarkan keadaan riuhnya beberapa orang seperti teman seangkatannya,
senior, termasuk mas Firman, dan lainnya bersama-sama dengannya mengecat sebuah
rumah, yang akan menjadi studio untuk mereka, markas besar mereka. Beberapa
orang yang banyak itu pun beralih istirahat dan makan-makan bersama. Saat itu
Tya bersama beberapa gadis masih diluar, hingga muncul Ari yang menghampiri dan
mengajak masuk duduk di sampingnya. Mereka memulai acara makan bersama, dan di mimpi
itu Ari membantu gadis itu mengambil makanan. Tak lama setelah itu, ntah
bagaimana prosesnya, mimpi itu mengubah sosok Ari menjelma seorang Louis
Tomlinson personil One Direction.
Tya tersenyum sendiri saat teringat akan
mimpi itu. Namun sejenak kemudian ia kembali ke monitor. Ia pun membaca isi
pesan yang tertulis, yang ditujukan pada nama Ari tersebut. Senyumnya perlahan memudar. Seketika ia
merasa kehilangan semua energinya.
“Rio Desantika – Ari Piano
Assalamualikum,
teman-teman saat ini teman kita Ari Piono (Piyon) ArsUB 05 sedang dirawat di
RSPP Jakarta Selatan. Dia divonis gagal ginjal stadium kronis terminal. Fungsi
ginjalnya hanya 1,8%. Kondisi saat ini: Kemarin sudah menjalani cuci darah dan
kondisiny justru memburuk karena ada cairan & pendarahan di paru-paru
sehingga harus dilakukan operasi lg utk pemasangan selang utk mengeluarkan
cairan tersebut…
…Untuk
yang ingin menjenguk piyon dirawat di RSPP Jakarta lantai 7 no 766 kamar
attalea, tapi mulai dini hari td sdh dipindah ke ICU utk perawatan yg lbh
intensif. Silakan hub Bayu Desta di 0856-4880-2213 untuk konfirmasi jika ingin
menjenguk. Terimakasih, semoga kita semua diberi kesehatan oleh Allah SWT.
Amiin.”
“Ah,
ini bercanda, kan!” pikirnya mencoba menghibur diri, saat melihat berita bahwa
Ari tengah sakit.
Berulangkali ia membaca berita itu, berkali-kali
juga berharap itu adalah kebohongan, hanya gurauan sahabat Ari. Sampai akhirnya
ia pun segera menghubungi nomor Ari. Tak ada respon. Beberapa kali juga mencoba
mengirim pesan, dengan harapan Ari akan menjawab dan berkata ia baik-baik saja.
Akan tetapi hasilnya nihil.
Beralih pada Firman dengan cemas. Firman
lebih dekat dengan Ari dibanding dirinya, itu pikirnya. Namun lama sekali ia
tak menjawab jawaban juga. Namun seseorang lainnya di media social itu telah
memastikan itu berita yang benar. Seketika napasnya terasa semakin sesak. Benar
memang, mereka jarang bertemu. Bisa dibilang hanya sekali dalam satu tahun.
Namun bukan berarti pertemuan singkat itu tak membawa sesuatu berarti. Baginya,
semua BSF Family adalah keluarganya yang memiliki nasib dan tujuan hidup yang
sama. Mereka adalah orang-orang terdekatnya, khususnya Ari yang telah
membantunya setiap saat di awal masa perkuliahan.
Hingga senja menjelang berganti malam.
Firman membalas pertanyaan yang Tya kirim dengan berita duka itu. Serasa tak
mungkin itu benar. Ini terlalu menyakitkan. Cukup lama gadis itu tertegun. Tak
sanggup menerima kabar itu. Bahkan saat gadis itu tak ingin lagi menangisi
sesuatu, ia tetap saja berakhir dengan menghujani pipinya dengan air mata.
Setelah pembicaraan dan janji itu, setelah
mimpi itu, semua terlalu kejam. Terutama saat teringat sorot mata Ari yang
begitu teduh tiap kali memandangnya itu membuat Tya semakin sulit lagi untuk
mempercayainya. Seandainya pembicaraan terakhir bukanlah sebuah janji,
seandainya ia tak bermimpi tentang Ari, mungkin ia takkan merasa kehilangan
hingga sedemikiannya.
Jika,
begini cara mas Ari pulang kembali ke kota ini, seharusnya mas Ari tak usah
berjanji untuk pulang, seharusnya kau tetap disana asal kau sehat, seharusnya..
Lalu beginikah caramu menepati janjimu makan bersama? Membangun studio bersama?
Jika pada akhirnya saat terakhir untuk kita hanya ada di dalam mimpi, harusnya
kita tak pernah merencanakannya, tak merencanakan apa pun, hingga kau tak perlu
masuk ke dalam mimpi orang, lalu pergi begitu saja, seharusnya kau ucapkan
sesuatu, seharusnya tak hanya tersenyum seperti itu, itu sangat tak sopan.. apalagi
telah membuatku tak bisa konsentrasi menyelesaikan laporan skripsiku, seharusnya
mas Ari masih mengawasi muridmu ini sampai wisuda, dan bantu aku agar cepat
lulus dari dunia yang kau kenalkan padaku, harusnya mas Ari tahu jika aku
membutuhkanmu. Atau jika memang kau sudah tak ingin berurusan denganku, katakan
dengan benar, tak perlu tetap berpura-pura menjadi kakak yang baik, seharusnya
kau pahami itu!
No comments:
Post a Comment