2014-10-20

Masih Tentang Ari: Seharusnya…


Kenapa perasaan itu masih tertinggal? Rasanya masih sulit bernapas. Saat membuka matanya ia masih belum mampu terbangun. Ingin rasanya ia kembali tidur sampai ia terbangun dari mimpi itu. Tapi semua sia-sia. Itu bukan mimpi. Itu adalah kenyataan yang masih sulit diterima. Peristiwa beberapa hari lalu adalah kejadian nyata yang perih.
“Dik, mas Ari meninggal.”
Di matanya masih membekas 4 kata itu. Belum mampu tersingkirkan. Pesan singkat dari Firman itu sudah membantainya.. tiap waktu sampai detik ini.
 “Ini mimpi. Ini tak mungkin. Pasti ini juga mimpi!” Kata-kata itu terus digumamkannya.
***
Kini memorinya berputar pada masa lalu. Pada suatu hari di tahun 2010. Ketika itu ia berdiri di dekat pagar halaman sebuah gedung pasca sarjana yang kini telah beralih menjadi gedung kedokteran hewan. Matanya fokus pada ponsel yang ada di tangannya, ia bahkan sempat mengabaikan teman yang berdiri di sampingnya. Cukup lama mereka berdua disana, sampai dua orang satpam di pos jaga melempar tatapan aneh pada mereka berdua. Hingga kemudian muncullah seorang mahasiswa putra dengan jaket abu-abu terangnya, berjalan ke arah dua orang gadis itu.
Saat itu Tya memakai rok selutut yang terbuat dari sifon hitam dengan kaos rajutan warna merah jambu. Gadis itu dengan semangat menghampiri pemuda itu, membuat rok dan kuncir ekor kudanya menari. Made, temannya pun mengejarnya.
“Sorry ya, kalau ternyata malah kamu yang nunggu, Sukun macet tadi.”kata laki-laki yang bernama Ari itu.
Dua pasang mata satpam masih bergerak mengikutinya.
“Ini adikku, Pak!”seru Ari menyadarinya, rupanya kedua satpam itu sudah dikenalnya dengan baik. Para satpam itu hanya ber-oh-oh.
Kemudian mata Ari tertuju pada gadis berambut panjang di samping Tya.
“Ini temen SMAku, Mas! Namanya Made.”seru Tya menyadari maksud tatapan mata Ari. Keduanya pun berkenalan. Lantas mata Ari kembali pada Tya. Pemuda itu tersenyum menahan tawa.
“Ya, udah, ayo jalan.” Ajak Ari meraih pundak Tya dan mereka bertiga pun berjalan melintasi teras gedung dekanat lama fakultas teknik. Sekarang gedung itu sudah hilang tak berbekas.
Selama perjalanan menuju gedung kuliah arsitektur, Ari masih terlihat senyum-senyum sendiri dengan sesekali melihat ke arah Tya.
“Kenapa, Mas?”tegur Tya.
Akhirnya Ari pun tertawa seraya mengacak-acak poni gadis itu.
“Dasar anak SMP!”ledeknya
“Aish, aku calon maba disini, bukan anak SMP!”protes Tya. Made hanya senyum-senyum melihat temannya dikerjai.
Hash, ngaku-ngaku. Kalau Made mah pantes jadi anak lulusan SMA, lek kamu nggak blas.”
“Alah, kayak mas udah pantes aja jadi mahasiswa..”
“Ck, kalau aku mah beda, aku emang awet muda,, tampangku aja masih tampang SMA, kan..”
“Ya, berarti sama aja, SMA bukan kuliahan, berarti kudunya mas Ari juga nggak pantes jadi anak kuliahan!”
“Beda ya, kalau mirip anak SMA itu awet muda, kalau mirip anak SMP tuh artinya awet kecil :-P”
“Ah, whatever-lah!”sahut Tya menyerah. Ari hanya tertawa.
Dilintasinya selasar depan gedung arsitektur. Di sisi kirinya dibatasi pagar seng pembatas proyek gedung dekanat baru. Sampai pada akhirnya mereka bertiga tiba di lobby utama gedung tersebut. Bangunan yang bisa dibilang country-modern itu tampak ramai dengan para remaja yang berlalu lalang.
Tya dan Made langsung sibuk melihat ke sekelilingnya, mengabaikan Ari di sampingnya yang sedang sibuk disapa kawan-kawannya. Sampai tak lama kemudian Ari mengajak kedua gadis yang datang bersamanya itu menuju lantai kedua dan berakhir duduk di sebuah bangku panjang di lantai tiga. Tepatnya di depan ruang tugas akhir. Di area itu sangat sepi dan hanya ada mereka bertiga di level itu.
“Udah, orang gini doang, mau lihat apanya? Semua tipikal, sama aja ruangan-ruangannya.”kata Ari kemudian mengakhiri penjelasannya sebagai Gedung Baru Arsitektur tour guide .
“Wah, gambarnya keren!” kata Tya keluar konteks pembicaraan. Ia sibuk mengamati gambar-gambar cat air yang terpajang di dinding. “Ini siapa yang bikin, Mas? Susah nggak ya bikinnya..”
“Alah, paling ntar kamu kuliah disini bentar langsung bisa bikin yang lebih bagus dari itu..”
Sedangkan Made masih sibuk memotret koridor dan ruang yang ada.
“Buat apa difoto? Gitu doang juga.”tegur Ari.
“Tya yang minta..”sahut Made dengan ekspresi datar.
“Buat kenang-kenangan mas, kalau itu foto dari saat pertama kali aku ke GBA hehe..”sahut Tya sambil turut duduk di samping Ari.
“(-___-)?“
***
Setelah cukup lama berbagi cerita, mereka kembali turun ke lantai satu lalu menikung ke kanan melewati koridor ruang dosen. Di ujung sana ada sebuah pintu keluar dengan sebuah kantin kecil. Di sana mereka bertiga bertemu dengan Firman. Firman pun dikenalkan pada Tya dan Made oleh Ari. Saat itu Firman berada di semester 4, dan sebenarnya itu bukan pertemuan pertama kali antara Firman dan Tya. Hanya saja biasanya mereka belum tahu nama masing-masing.
Ari, Firman, dan Tya sering bertemu dalam acara Bangulma/Evenhuis Scholarship Foundation Family Gathering. Serangkaian acara bagi para penerima beasiswa yang diadakan setiap tahun. Sejak SD ketiganya mendapatkan bantuan biaya pendidikan dari sebuah lembaga di negeri Kincir Angin. Tatkala adik-adiknya tengah ngobrol, sesaat Ari menuju kantin dan membeli empat botol minuman. Mereka berempat pun duduk di bangku yang ada dan melanjutkan obrolan. Membicarakan ospek dan beberapa kisah ‘ajaib’ tentang kehidupan mahasiswa arsitektur.
Hingga kemudian Ari pergi sebentar untuk menemui dosen pembimbing skripsinya. Sekembalinya Ari kedua gadis yang bersama mereka pun penasaran melihat isi laporan skripsi yang dibawa pemuda itu. Sedangkan Firman yang berganti pamit pergi karena suatu keperluan.
“Ini stadion?”tanya Tya melihat isi laporan tebal itu. Beberapa gambar struktur dengan garis yang rumit, ditambah keterangan dimensi dan notasi lain benar-benar tampak memusingkan.
“Iya.”sahut Ari.
“Ah..gila lihatnya!” desah Made
Haish, aku nggak mudeng blas! Tahu gini aku nggak daftar masuk arsi dah..”
“Kan, aku udah bilang berkali-kali, masuk arsi itu berat! Kamu sih, anak kecil tapi suka ngeyel. Sok-sok-an masuk arsi. Gue yang cowok aja menderita apalagi elu..”komentar Ari. “Tadi juga udah denger kan dari Firman, bisa sekarat masuk arsi..”
“Yah, terus kadung daftar ulang gimana dong..kalau batalin gitu aja, apa kata BSF coba??”
“Yaa, karena udah terlanjur ya nggak papa deh, terima nasib aja hehe.. Ntar pasti mudeng sendiri, Setelah empat tahun di arsi, ya, kira-kira kayak di posisiku sekarang, detik-detik ujian skripsi, coba deh kamu ke perpus  lihat laporanku itu lagi, ntar kamu pasti nggak bakal ngrasa itu ruwet. Kerjaanku standar, nggak yang level high kayak punya anak-anak lain..”
***
Satu tahun setelah GBA tour. Malam itu Tya mengirim sebuah pesan ke Ari.


Mas gimana kabarnya di Jkt?”
Maaf, ini siapa ya?” balas Ari
“Tya mas. Nomerku dihapus??Perasaan baru kemarin juga ngobrol.. :@”
“Tya siapa ya?”
“Charistya, Mas!!”
“Charistya??”
“BSF/ESF! Awas aja kalo masih nggak inget!”
“Apa itu BSF, ESF??”
“Seriuslah!!”
“Oh iya, hahaha.. inget-inget, Tya anak SMP itu kan ya?”
“Please deh mas.. (-_-)!”
“Hehe.. maap2. Alhamdulillah, aku sibuk terus, kamu sndiri gimana? Masih pakai mata panda?”
“Haha.. Iya nih,, masih. Tapi udah nggak sesering dulu pas awal. Mas Ari kapan pulang?Atau emang mau netep di Jkt?”
“Pulang kok, tapi kapan yaa?? Kapan-kapan deh.. :-P”
“Nggak lihat TAA, Mas?”
“TAA? Tanggal berapa emangnya?”
“11 Juni. Datenglah!”
“Wah, nggak ngerti nih, kayaknya nggak bisa, pas sibuk-sibuknya nih. Sekarang udah jadi vampire sejati aku..”
“Lembur terus ya?”
“Iya, as you know. As always.”
“Hm..sayang banget, padahal aku pingin pamer, aku nari buat TAA hehe..”
“Emang bisa nari?”
“Emang kenapa nggak?? :P”
“Nari apa emangnya?”
“Modern dance gitu..”
“Ah, males ah, aku kan sukanya bellydance hahaha..”
“Iya, udah, buat yang suka bellydance, terserah..”
“wkwk. Maaf ya, soalnya pas banget disini pas aku repot.. Tapi ya doain aja, ntar bisa kelar cepet, bisa pulang ke Malang..”
“Iy, gpp mas, aku ngerti mas udah jadi orang sibuk sekarang. Jaga kesehatan aja dsna. Ntar kena typus lagi.”
“Anak kecil sok-sokan, kamu itu yang kudu jaga kesehatan, rawan typus di arsi. Jangan telat makan, jangan kecapekan! Lek capek ya tidur, lek DA nggak selesai ya paling cuma dapet C atau D lah,, nggak usah dipikir. Ntar malah saingan typus ma aku, lagi nggak pingin diajak saingan minum ekstrak cacing aku.. wkwk,”
“Hngg.. Inggih pak..”



Hari H pelaksanaan acara Temu Akrab Arsitektur pun tiba. Penampilan persembahan mahasiswa angkatan 2010 pun telah usai. Tya bersama-kawan-kawannya kini bergabung di area penonton bersama teman-teman lainnya. Kebetulan di depannya adalah senior dan alumni. Jadi ia tak terlalu banyak bertingkah. Hingga tak lama kemudian ia merasa terngganggu dengan orang yang duduk di depannya. Ia tak bisa mengenali dengan jelas, ruang lesehan itu cukup gelap.
Laki-laki yang memunggunginya beberapa kali melempar remah makanan atau gulungan kertas kecil ke belakang, yang otomatis mengenainya. Sampai kemudian ia sadar itu adalah sosok Ari. Pemuda itu duduk santai dengan kedua tangannya yang ke belakang menjadi tumpuan. Tya pun membalasnya dengan memukuli jari Ari dengan pena. Pemuda itu menoleh.
“Maaf, siapa ya?” godanya.
“Sampahnya nih, Mas!”balas Tya seraya melempar balik apa yang telah dibuang Ari ke arahnya tadi.
“Katanya nari, kok cuma duduk doang?”
“Nggak lihat yang barusan?!”
“Barusan? Bukannya barusan yang nari anak-anak TK??”
“Hm.. apa pun lihatnya terserah Mas Ari, deh, tapi makasih udah datang! J
***
                Setelah acara TAA, mereka hanya bertemu 2 kali.  Ketika Ari mengadakan survey di Malang, dan juga saat acara Lustrum. Sampai pada tahun 2014 tiba. Selama ini mereka hanya berkomunikasi melalui ponsel dan media sosial. Pada hari itu melalui jendela obrolan facebook mereka bercakap-cakap selayaknya biasanya. Membicarakan rencana kepulangan Ari dari Jakarta.
                “Nomormu ganti lagi? Kok nggak bisa dihubungi?”
“Nggak, kemarin-kemarin hp rusak.”
“Oalah, gimana skripsinya, udah?”
“Belum, bingung mas, ajarinlah..bantu kerjain hehe..”
“Minta ajarin dosenlah, udah bayar maha-mahal juga, wkwk”
“Kan aku mau bantuan ekstra..”
“Emang kurang ekstra ya pelajaran yg takkasih”
“Hehe..kan masnya sekarang udah jarang kasih pelajaran ekstra..”
“Hmm.. orang udah hampir lulus juga, katanya bukan anak SMP lagi, kudu pinter belajar sendirilah.. masa’ tergantung ke aku terus..klo keseringan q ajari ntar kmu bs2 terpesona ke q.. :P”
“Aish, terpesona.. Hm..tp oke dah mas..manut ae aku..”
“Hahaha..Oh ya, anak BSF gimana kabarnya ya, apa nggak ada kumpul2 lagi ya?”
“Nggak ngerti, ayo bikin acara kumpul-kumpul sendiri aja, Mas Ari jadi EOnya. Mas juga udh jarang ke Mlg gitu..”
“Karena itu pinginnya pulang, kumpul2 kayak dulu, makan-makan bareng.”
Hore, ayo-ayo! Aku semangat kalo diajak makan-makan. Udah mas buruan woro-woro ke grup, ajak kumpul, terus mas Ari yang traktir ya!hehe..”
“Kamu lah yang traktir, yang habis nambah umur.. “
“Hm..kan mas sendiri tahu anak BSF nggak punya over money. Jadi mas Ari yang udah kerja dong yang traktir. Ntar kalo aku udah lulus, udah kerja, punya duwit sendiri, gantian mas Ari taktraktir, oke?!”
“Hm.. bole2, bisalah diatur ntar..”
“Emang kapan rencna pulang?”
“Belum pasti, tapi mungkin sekitar akhir bulan. Bisa lebih cepet bisa juga lebih lama.”
“Oh, ok, deh, kabar-kabari ya ntar klo mau kumpul ato gmn..”
“Pokok km nggak ganti nomer lagi aja..”
“InsyaAllah nggak ganti lagi kok mas..”
***
Keesokan harinya, saat Tya mampir ke perpustakaan, ia pun mendadak teringat skripsi Ari, seniornya itu. Ia pun melihat-lihat lagi isi pembahasan laporan itu. benar rupanya, kali ini ia bisa memahaminya dengan mudah. Hm..kenapa  aku jadi merindukan orang  satu itu..?
Satu minggu pun berlalu. Pagi itu Tya terbangun dari tidurnya lalu menghampiri ibunya yang sedang berjongkok di teras rumah menunggui beberapa tanaman yang ada disana.
“Aku barusan ngimpi ketemu Louis hehe..”
“Louis 1D?? Terus?” sahut ibunya dengan wajah datar, lalu sibuk sendiri memotong ranting kering dan dedaunan yang sudah layu.
“Terus makan-makan bareng, ada Liam sama Harry juga..” serunya sambil ikut jongkok di dekat ibunya.
“Hmm.. terus?”
“Terus?? Ya udah, makan-makan tok.”
”Lha yang lain, si siapa itu? yang ada Malik nya?”
“Oh, Zayn? Zayn sama Niall nggak ada.”
“Emang dalam rangka apa makan bareng 1D?”
“Nggak tau dalam rangka apa, pokoknya rame, terus ada 1D. Yang penting ada Louie di sampingku hehe..”
                “Seneng??”
“Hehe..iya lah..”sahut Tya cengengesan. “Oh, ya, sebelumnya se juga ada mimpinya, tapi lupa apa.. makan-makan juga intinya, ah, kayaknya ada temen lama juga, tapi lupa siapa, ya tadi, Agh, nggak tahu deh.”lanjutnya lalu beranjak bangun masuk lagi ke dalam rumah.
Siangnya gadis itu menemui laptopnya. Membuka Facebook. Dilihatnya seseorang dengan nama yang tak dikenalnya menulis sesuatu ke seseorang dengan nama Ari Piano.  Ah, iya, inget, yang tadi itu kan mas Ari! Haha, jadi kebawa mimpi deh, rencana makan-makannya. Tapi abis gitu kok diinterupsi 1D sih.. ah, don’t care dah! Penting ketemu Louie~ :3
Gadis itu ingat bagaimana mimpinya, yang menggambarkan keadaan riuhnya beberapa orang seperti teman seangkatannya, senior, termasuk mas Firman, dan lainnya bersama-sama dengannya mengecat sebuah rumah, yang akan menjadi studio untuk mereka, markas besar mereka. Beberapa orang yang banyak itu pun beralih istirahat dan makan-makan bersama. Saat itu Tya bersama beberapa gadis masih diluar, hingga muncul Ari yang menghampiri dan mengajak masuk duduk di sampingnya. Mereka memulai acara makan bersama, dan di mimpi itu Ari membantu gadis itu mengambil makanan. Tak lama setelah itu, ntah bagaimana prosesnya, mimpi itu mengubah sosok Ari menjelma seorang Louis Tomlinson personil One Direction.
Tya tersenyum sendiri saat teringat akan mimpi itu. Namun sejenak kemudian ia kembali ke monitor. Ia pun membaca isi pesan yang tertulis, yang ditujukan pada nama Ari tersebut.  Senyumnya perlahan memudar. Seketika ia merasa kehilangan semua energinya.

Rio Desantika – Ari Piano
Assalamualikum, teman-teman saat ini teman kita Ari Piono (Piyon) ArsUB 05 sedang dirawat di RSPP Jakarta Selatan. Dia divonis gagal ginjal stadium kronis terminal. Fungsi ginjalnya hanya 1,8%. Kondisi saat ini: Kemarin sudah menjalani cuci darah dan kondisiny justru memburuk karena ada cairan & pendarahan di paru-paru sehingga harus dilakukan operasi lg utk pemasangan selang utk mengeluarkan cairan tersebut…
…Untuk yang ingin menjenguk piyon dirawat di RSPP Jakarta lantai 7 no 766 kamar attalea, tapi mulai dini hari td sdh dipindah ke ICU utk perawatan yg lbh intensif. Silakan hub Bayu Desta di 0856-4880-2213 untuk konfirmasi jika ingin menjenguk. Terimakasih, semoga kita semua diberi kesehatan oleh Allah SWT. Amiin.”

 “Ah, ini bercanda, kan!” pikirnya mencoba menghibur diri, saat melihat berita bahwa Ari tengah sakit.
Berulangkali ia membaca berita itu, berkali-kali juga berharap itu adalah kebohongan, hanya gurauan sahabat Ari. Sampai akhirnya ia pun segera menghubungi nomor Ari. Tak ada respon. Beberapa kali juga mencoba mengirim pesan, dengan harapan Ari akan menjawab dan berkata ia baik-baik saja. Akan tetapi hasilnya nihil.
Beralih pada Firman dengan cemas. Firman lebih dekat dengan Ari dibanding dirinya, itu pikirnya. Namun lama sekali ia tak menjawab jawaban juga. Namun seseorang lainnya di media social itu telah memastikan itu berita yang benar. Seketika napasnya terasa semakin sesak. Benar memang, mereka jarang bertemu. Bisa dibilang hanya sekali dalam satu tahun. Namun bukan berarti pertemuan singkat itu tak membawa sesuatu berarti. Baginya, semua BSF Family adalah keluarganya yang memiliki nasib dan tujuan hidup yang sama. Mereka adalah orang-orang terdekatnya, khususnya Ari yang telah membantunya setiap saat di awal masa perkuliahan.
Hingga senja menjelang berganti malam. Firman membalas pertanyaan yang Tya kirim dengan berita duka itu. Serasa tak mungkin itu benar. Ini terlalu menyakitkan. Cukup lama gadis itu tertegun. Tak sanggup menerima kabar itu. Bahkan saat gadis itu tak ingin lagi menangisi sesuatu, ia tetap saja berakhir dengan menghujani pipinya dengan air mata.
Setelah pembicaraan dan janji itu, setelah mimpi itu, semua terlalu kejam. Terutama saat teringat sorot mata Ari yang begitu teduh tiap kali memandangnya itu membuat Tya semakin sulit lagi untuk mempercayainya. Seandainya pembicaraan terakhir bukanlah sebuah janji, seandainya ia tak bermimpi tentang Ari, mungkin ia takkan merasa kehilangan hingga sedemikiannya.
Jika, begini cara mas Ari pulang kembali ke kota ini, seharusnya mas Ari tak usah berjanji untuk pulang, seharusnya kau tetap disana asal kau sehat, seharusnya.. Lalu beginikah caramu menepati janjimu makan bersama? Membangun studio bersama? Jika pada akhirnya saat terakhir untuk kita hanya ada di dalam mimpi, harusnya kita tak pernah merencanakannya, tak merencanakan apa pun, hingga kau tak perlu masuk ke dalam mimpi orang, lalu pergi begitu saja, seharusnya kau ucapkan sesuatu, seharusnya tak hanya tersenyum seperti itu, itu sangat tak sopan.. apalagi telah membuatku tak bisa konsentrasi menyelesaikan laporan skripsiku, seharusnya mas Ari masih mengawasi muridmu ini sampai wisuda, dan bantu aku agar cepat lulus dari dunia yang kau kenalkan padaku, harusnya mas Ari tahu jika aku membutuhkanmu. Atau jika memang kau sudah tak ingin berurusan denganku, katakan dengan benar, tak perlu tetap berpura-pura menjadi kakak yang baik, seharusnya kau pahami itu!


No comments:

Post a Comment