Sore itu aku baru saja tiba di
rumah. Perasaan lega kini aku telah bersembunyi dari terik surya pukul 3. Begitu
aku datang kakak perempuanku langsung memelototi kardus besar di tanganku. Bola
matanya megikuti segala perpindahan kardus itu. Sampai kemudian isi kardus itu
keluar, kakakku yang autis itu pun
akhirnya menyaksikan isinya yang bukan merupakan barang istimewa. Hanya sesuatu
yang berwarna putih dengan empat botol warna di sisi kirinya. Peliharaan
baruku. Teman baruku.
Kuletakkan peliharaan baruku itu di
atas meja. Ia duduk di samping monitor PC tua milikku. Kakakku berjalan
mendekat ke kamar dan berdiri di samping meja komputer saat aku sedang sibuk
menyiapkan segala sesuatu untuk peliharaan baruku. Masih menatap sesuatu yang
asing baginya. Tak lama kemudian kuberi benda itu makanan berupa kertas
berukuran A4. Temanku yang sangat putih itu pun memuntahkan lagi makanannya dengan
darah berwarna-warni melumuri permukaan kertas yang kuberikan.
Aku menyodorkan kertas yang sudah
bergambar itu ke kakakku. Gadis berusia 27 tahun itu meraihnya lalu mengamati
apa yang terbentuk di sana. Lantas ia pun tersenyum.
"Mbak
Saras.."ujarnya senang
"Iya,
itu fotonya mbak Saras." Kataku. Kakakku berbalik berjalan dengan kaki X
nya dengan semangat menghampiri ibuku yang sedang menjahit di dekat jendela.
"Ibu..ibu..!"serunya
lembut memanggil ibuku sembari mengayun-ayunkan foto di tangannya. "Mbak
Saras..!"serunya lagi memamerkan fotonya ke ibuku.
"Lho
iya, ini fotonya mbak Saras!"respon ibuku penuh antusias membuat kakakku
terkekeh.
Jarum panjang jam dinding telah
berputar 360 derajat sebanyak 4 kali. Saat makan malam kulihat kakakku pergi
meninggalkan kami lebih dulu. Ia berjalan memasuki kamarku seperti biasa. Untuk
melanjutkan film K-drama yang sedang ditontonnya pikirku. Tak lama kemudian aku
menyusul. Aku pun melihat bagaimana laptop yang memutar drama itu kini tengah
menonton kakakku yang tengah mengintip mulut teman baruku itu. Ia mengelus
kepala teman baruku itu sambil tersenyum senang.
"Mbak Saras?"ujarnya
dengan nada bertanya.
"Kenapa mbak?" kataku
balik bertanya.
"Mbak Saras.."serunya
sambil menyodorkan kertas kosong padaku.
"Buat apa?"
"Mbak Saras.."katanya lagi
sambil menunjukkan fotonya.
"Oh, mau ngeprint fotonya mbak
Saras lagi?"sahutku mulai paham. Ia tersenyum lebar dan mengangguk
kegirangan. Mau tak mau aku jadi tertawa.
Lantas kucetak kembali beberapa foto untuknya.
"Oh, mbak Saras.."serunya
sambil melambaikan tangan kanannya dengan semangat ke arahku sambil kemudian
berlanjut menyanyikan lagu Pok Ame-Ame. Ia menyanyi dengan matanya tampak fokus
ke mulut printer menyaksikan kertas yang keluar secara perlahan.
"Nih, Mbak!"seruku seraya
menyerahkan empat buah foto yang baru selesai kucetak. Ia pun tersenyum senang.
Matahari yang sempat tertidur kini
telah bangun. Aku pun menyapa peliharaan baruku untuk makan. Beberapa lembar
laporan skripsi hendak kucetak saat itu. Tepat di tengah-tengah aku mengeprint
laporan, kakakku datang, sambil mendendangkan lagu Pok Ame-Ame kegemarannya. Tiba-tiba
saja lagunya terhenti dan kini ia bengong menyaksikan laporan-laporan skripsiku
yang keluar di muntahkan peliharaanku itu.
"Oh, mbak saras..?"ujarnya
dengan nada khasnya, nada tanya dengan sedikit dilagukan.
"Bukan, ini skripsinya adek,
Mbak. Bukan foto."
"Oh, mbak saras.. oh mbak
saras.."dendangnya lalu berjalan keluar.
Setiap kali aku bermain dengan
peliharaan baruku itu ia akan menyebut kata "Mbak Saras''. Atau bahkan
ketika aku tak memakainya pun ia akan membelai lembut atau menepuk-nepuk pelan kepala
peliharaanku tersebut dengan menyebut namanya sendiri. Kini pun tiap kali ia
temukan kertas kosong, ia pun akan menyodorkannya padaku sambil berkata ''Mbak
Saras''. Well, rupanya ia menamai teman
baruku tersebut dengan nama 'Mbak Saras' sebab di awal ia mengenal, yang
tercetak disana adalah fotonya. Jadi kami pun memberi nama peliharaan baruku
itu dengan nama "Mesin Mbak Saras".
No comments:
Post a Comment