2015-11-04

Alice in Wonder Town: Pelangi



Di awal, Red Queen tampak seperti seekor singa, namun beberapa minggu berlalu, perlahan aku melihat bahwa ada kemungkinan ia adalah White Queen yang sedang menyamar.  Atau White Queen yang hilang ingatan lalu mengira ia adalah Red Queen. Perlahan pula aku merasa ada sesuatu yang bisa mengembalikannya sebagai White Queen. Hari itu tepat satu bulan. Semua yang ada adalah staf sejak  tahun dan empat tahun lalu. Ada pula bu Putu sebagai petugas kebersihan disana sudah satu tahun bekerja.
“Kamu termasuk lama sih disini, biasanya dua minggu gitu staf baru udah pada ilang lagi. Nggak ada yang betah kena marah si cantik.” Kata Bu Putu. Aku pun baru tahu jika orang-orang disitu memanggil bosku dengan istilah si cantik.
Dalam satu bulan ini aku pun mempelajari banyak hal. Mulai dari system kerja di kantor ini, pengenalan bahan bangunan yang selama ini tak pernah kudapat, pendalaman software (bagian ini aku ngospek temenku sih buat ngajarin) sampai mempelajari faktor lain yang membuat orang-orang di masa lalu nggak betah. Saat itu aku yakin semua itu tak mutlak kesalahan Red Queen.
Di waktu berikutnya ada dua staf baru yang benar hanya mampu bertahan dua minggu.  Sebenarnya aku menderita juga, meski jarang kena marah. Namun aku berusaha bertahan. Aku percaya akan ada perubahan yang lebih baik disini (mungkin aku agak kepedean kali ini). Why? Sebab aku beberapa kali bertemu White Queen di dalam diri Red Queen. White Queen yang selama ini tak terlihat orang lain. Bulan ketiga pas sekali dengan bulan Ramadhan. Lalu apa yang terjadi, our Queen mendadak hobi bikin ta’jil. Sepertinya hampir tiap hari aku buka puasa gratis. Tiap pulang kerja bawa kotak makan yang isinya bervariasi tiap harinya, asli masakan The Queen (mungkin aku betah karena hal ini, sekali pun mungkin ada jampi-jampi rahasianya don’t care lah :D).
Tak lama setelah itu pun datang dua orang staf baru. Ujung-ujungnya mereka sering curhat ke aku tentang kejutekan staf “pengospek” dan omelan-omelan our queen, plus tentang perbedaan life style yang ada. Aku tak tahu apakah studio kecil ini penting untukku atau tidak, seberapa besar studio ini berarti untukku, sama sekali aku belum tahu. Namun aku tahu kenapa aku bertahan, yaitu agar mereka bisa curhat padaku. Saat awal aku tak bisa curhat, atau pun minta bantuan pada siapa pun di kantor ini. Semua orang terlalu cuek dengan dunia masing-masing. Merasa sendiri itulah yang membuat pendatang baru akhirnya pergi.
Dalam teoriku, sekejam apa pun bos yang kita miliki, kita akan baik-baik saja selama kita memiliki teman yang bisa diajak berbagi perasaan. Setidaknya kini, dengan teoriku aku bisa mendapatkan dua teman baru yang dapat bertahan hingga mereka memasuki bulan keempatnya, bahkan berdasarkan Bu Putu Award, kali ini kami berhasil memecahkan record. Sebagai staf angkatan baru yang mampu bertahan lebih dari satu bulan ^-^
In the end, para senior sudah merasa mampu berdiri sendiri, satu persatu pergi. Apa-apaan ini? Tersisa empat orang yang baru lulus belum sampai setahun, dengan seniornya murni hanya Bu Wiwid, si principal. Panic attact. Para staf yang ada pada kurang pengalaman, tapi proyeknya terlanjur banyak.
“Siap perang, kan? Kalau bareng-bareng pasti bisa! Meski kita cewek semua (padahal satu cowok), tapi kita bisa jadi macan. Yang penting otak tetep fungsi kita aman kok.” Kata si cantik di suatu sore santai. "Kamu juga, Ris, cobalah belajar motor, abis ini ibu beliin motor kantor kalau kamu sekiranya belum bisa beli motor sendiri.. kalau udah bisa motoran kan gampang kalau ngecek proyek. Asal kamu nggak nyasar-nyasar sih!" - sepertinya si cantik ini lupa kalau proyekku kebanyakan jauh di kawasan Malaka, yang bener aja motoran.
Pak Putu Mahendra pernah bicara soal tumbuh bersama.  Bahkan ia yang sudah dipercaya orang akan mampu membuat kandang sendiri pun memilih untuk tumbuh bersama-sama di kandang orang lain. Meski mungkin kami berada di tingkat yang berbeda, tapi aku yakin inti dari pemahaman itu akan memiliki hasil yang juga baik untuk semua orang. Baik atau tidak suatu rumah tergantung penghuninya, dapat merawatnya atau tidak.
Hari ini tanpa sengaja kami bermain-main di studio. Selama ini kami cukup sering terganggu dengan sorot cahaya matahari yang menerpa meja kerja putih kami. Lalu kami pun tanpa sengaja menemukan keping DVD warna biru gelap yang dapat meredam pantulan cahaya yang menyilaukan itu, menguraikan cahaya itu menjadi pelangi-pelangi di langit-langit studio kami. Entah bagaimana bisa, tapi kenyataannya kami sangat heboh, sangat gembira, hanya karena hal sederhana itu. Sederhana tapi bisa menampilkan kecantikan yang mengagumkan, setidaknya bagi kami.  Hanya jika kita sedikit peduli pada hal yang kecil, yang sederhana.  Cukup sedikit peduli, maka tak kan ada istilah tersesat atau pun terjebak, untuk diri sendiri atau pun orang lain.
Bahagia itu sederhana. Seperti pelangi, kita tak perlu identik sama. Boleh berbeda, boleh kecil, namun saat kita bersama-sama kita bisa tumbuh menjadi cantik. Ketika mampu mempertahankan itu, akan ada saat semuanya benar-benar menyatu dengan sendirinya menjadi cahaya putih terang. Dan kembali lagi, seterik apa pun itu, yang menyengat, menyakitkan, ada saat cahaya itu bisa terurai menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan. Hanya jika kita sedikit peduli untuk mengahadapinya, dan menyelesaikannya, bukan menghindarinya.
This is the beginning of my new wonder town.. Where I can still laugh happily.. Everything that looks unlikely to happen could happen in many ways..

No comments:

Post a Comment