Beberapa minggu lalu awalnya aku hanya berencana melihat
tempat wisata yang ada di sekitar Denpasar saja. Hanya saja rasa penasaran
akhirnya membawaku dan temanku ke tempat jauh lagi. Kami pun meluncur ke sisi
Timur Bali. Ada dua pilihan, Taman Tirta Gangga atau Taman Ujung. Kami pun
akhirnya berencana kedua tempat itu jika memungkinkan.
Seperti biasa, dengan mengandalkan GPS, kami melalui
perjalanan panjang, kalau di Jawa Timur mungkin sama ceritanya dengan menempuh
perjalanan dari Malang ke Surabaya. Tak jarang juga GPS yang kami andalkan itu
ternyata tipu-tipu gara-gara weak signal
di beberapa daerah yang kami lalui. Jadi lagi-lagi kami harus mempertajam
insting petualang. Aku masih ingat ketika kami benar-benar bingung tak tahu
dimana kami berada. Beruntunglah ada toko-toko yang mencantumkan nama dan
alamat daerah itu. Candidasa.
Tak lama kemudian kami melihat pantai di sisi kanan
jalan. Sangat ramai dengan orang-orang berpakaian serba putih dari pura di kiri
jalan. Saat itu kami berharap kami sudah dekat dengan lokasi. GPS mengatakan
demikian. Tapi ternyata masih butuh beberapa menit lagi sampai akhirnya kami
menemukan tulisan besar di kanan jalan. Sebuah petunjuk disitulah tempat
pengunjung memarkir kendaraan.
Cukup lama kami terdiam. Awalnya kupikir sesampainya
di lokasi aku bisa melihat langsung gerbang masuk ke taman air itu, tapi yang
ada hanyalah tempat parkir itu, rumah-rumah kecil dan sisanya adalah sawah
menghijau dimana-mana. Jadi dimana tepatnya Taman Tirta Gangga itu? Well, kami
pun memutuskan untuk jalan kaki mengikuti jalan yang ada. Selama berjalan, tiap
kali ada sesuatu seperti tikungan atau gang, kami mengamatinya dengan seksama.
Di tepi jalan itu ada beberapa warung yang menjual masakan khas Jawa, itulah
yang membuat kami tetap yakin kami tak tersesat. Hingga akhirnya gang menuju
taman air itu terlihat jelas di hadapan kami.
Di sepanjang jalan di gang itu padat sekali dengan
para pedagang yang menjual berbagai bentuk cinderamata. Dari awal masuk gang
sampai di lokasi tujuan utama, yang kami jumpai kebanyakan orang-orang berkulit
terang, berambut pirang, dan wajah-wajah oriental. Orang pribumi sangat jarang.
Kalau pun kami melihat wajah lokal ya orang itu kalau bukan pengelola tempat
wisata ya pemandu wisata. Mayoritas pengunjungnya dari mancanegara.
Menurut cerita om Wiki, Taman Tirta Gangga ini
dibangun pada masa Kerajaan Karangasem, yaitu sekitar tahun 1946. Luasnya
berkisar 1,2 hektar memanjang dari Timur ke Barat. Sempat hancur oleh letusan
gunung Agung tapi kemudian dibangun ulang oleh pemerintah Karangasem pada tahun
1963. Lalu untuk namanya sendiri, Tirta aritinya air suci, dan Gangga adalah
nama sungai penting di India. Sumber air di taman ini pun murni dari mata air
Rejasa yang ada di bawah pohon beringin
yang di tanam di area tertinggi dari taman itu. 1/3 bagian air yang keluar
dipergunakan untuk kegiatan sehari-hari penduduk sekitar dan 2/3 air dari mata
air itu untuk taman air itu, air bekas dari taman air itu kemudian dialirkan
untuk pengairan lahan pertanian di sekitarnya.
Dari masuknya kami pun turun ke area taman. Di sisi
kanan kiri tangga di jaga oleh patung – entah patung apa aku tak paham. Setelah
itu akan terlihat kolam jernih dengan ikan-ikan hias dan patung-patung yang
khas Tirta Gangga. Jika melihat ke sisi kanan akan tampat area yang lebih
tinggi dan cukup ramai, sebab di sana tersedia restoran untuk pengunjung
beristirahat.
Kebun, kolam, patung di taman ini memiliki desain
yang begitu unik. Para pengunjung bisa bermain di permukaan kolam, sebab di dalam kolam itu dibangun jalur
khusus dari batu untuk di lewati pengunjung, sehingga seolah para pengunjung
itu berjalan di permukaan air. Tapi
pengunjung pun perlu berhati-hati jika tak ingin jatuh dan basah, karena satu
jalur hanya bisa dilewati satu orang. Kalau ada pengunjung lain dari arah
berlawanan, salah satunya pasti harus jadi “patung” ^-^ dan membiarkan yang
lainnya melintas.
Dari
atas jembatan itu pemandangan serba hijau terlihat benar-benar cantik. Tarian
air mancur, gerakan lembut dedaunan, sejuknya angin yang berhembus, semua itu terasa
sempurna. Tapi belum! Kami masih harus melanjutkan langkah terjun ke antara
dunia hijau, melintasinya dan menapak ke bagian yang lebih tinggi.
Aku
di Jepang!! Pikirku. Tapi aku masih di Indonesia. Biasanya aku melihat
pemandangan dengan pohon-pohon berdaun aneka warna itu di TV, khususnya di
film-film drama Jepang. Disini memang warnanya tak sebanyak di Jepang, tapi
sensasi visualnya luar biasa. Entah perlahan keinginanku menengok mancanegara
menjadi menurun kadarnya. Baru beberapa bagian yang kutengok, tapi itu berhasil
menambah kebanggaan akan negara tempatku lahir, tanpa jauh ke luar negeri kami
memiliki begitu banyak hidden paradise.
Dulu mungkin aku berpikir, diri ini akan begitu
bangga jika berhasil melihat keindahan alam negeri tetangga, tapi entah kini
semua berubah. Aku ingin menjadi orang yang bangga karena menguasai dunia
wisata dalam negeriku sendiri. Ini baru satu pulau kecil Bali. Belum Papua,
belum Nusa Tenggara, Belum Sulawesi, Belum Kalimantan, Sumatra dan kepulauan lainnya.
Aku penasaran dengan semua spot rahasia di negeri ini. Disini tak ada Sakura,
tak ada Tulip, yang banyak adalah bougenville, bunga yang sederhana. Namun
haruskah kita bersusah mengejar yang lain jika yang sederhana saja bisa membuat
kita tersenyum bahagia? Toh semua itu hanya tergantung pada cara kita melihat
dan menilai.
Andai waktu bisa berhenti, aku ingin lebih lama di
tempat ini. Apa lagi ketika kami beristirahat di serambi bangunan itu. Semilir
angin, suara gemericik air, aroma flora yang sesekali terhantarkan oleh angin,
halusnya pergerakan awan, semua itu membuatku ingin terlelap. Jika saat itu aku
mendengarkan secuil dongeng, mungkin aku akan benar-benar terlelap dalam tidur
siang yang tenang
“Jadi ke Taman Ujung?”tanya temanku.
“Hm..Terserah..”jawabku. kami berdua pun menatap
langit, tak terlalu cerah. Kami pun sudah tak tahu pasti dimana keberadaan
Taman Ujung itu. Kami pun hanya memutuskan kembali setelah sejenak
melihat-lihat area pemandian di Taman Tirta Gangga tersebut.
Kembali bukan berarti langsung pulang ke rumah. Masih
ada tempat yang membuat kami nyangkut.
No comments:
Post a Comment