Kaira duduk manis di sofa ruang tengahnya. Menyaksikan
dengan tenang buket-buket bunga dan kado-kado kecil dari kawan-kawannya di
meja. Namun rangkaian besar bunga gerbera yang begitu cantik menjadi sorotan
utama. Shima yang duduk di seberang meja hanya menatap dengan kebingungan.
“Serius? Sama sekali tak ada kartu apa pun?”
“Ya, tak ada sama sekali. Saat aku bertanya pada orang
yang meingrimkannya, orang itu tak tahu dan memintaku menghubungi langsung ke
tokonya, lalu mereka bilang anak kecil yang memesannya.”
“Anak kecil lagi? Setelah sekian lama, sekarang ada yang datang lagi?”
“A boy from heaven.. Haruskah aku mempercayai itu? Di usia ini, apa
kau kira aku masih bisa mempercayainya?”
“I know, it’s difficult.”
“Hm.. ya sudahlah, siapa pun itu, entah orang tuaku di
surga seperti kata anak itu, entah anak kecil itu sendiri, atau orang lain yang
bersembunyi di balik semua itu, terimakasih, sudah mengirim bunga di hari
kelulusanku..” oceh Kaira pada entah siapa. Ia pun tersenyum getir.
Kaira kembali ke kamarnya. Diraihnya sebuah buku
tebal. Catatan harian tuanya. Sebuah buku pemberian ibunya yang selalu diisinya
dengan kisah momen terbaik dalam hidupnya. Dibuka pula olehnya, pada bagian
yang menebal, sesuatu terselip di antara lembaran-lembaran itu. Terpampanglah
setangkai bunga kering. Bunga gerbera pertama yang ia terima di hari pemakaman
orang tuanya. Di balik lembar berikutnya, terdapat jenis yang sama, bunga
gerbera kedua yang mendadak muncul di bangku kelas Kaira saat Kaira berulang tahun
yang ke delapan. Lembar-lembar berikutnya masih menyimpan bunga kering serupa,
tiga tangkai gerbera yang hadir setiap tahun hingga Kaira berusia 11 tahun.
“Kaira!”seru pamannya tiba-tiba membuyarkan lamunan
Kaira.
“Ya?”
"Ada telepon dari temanmu, Askari dia bilang.”
“Oh, oke. Terimakasih paman.” Gadis itu pun bergegas
keluar menuju foyer ruang tengah, meraih gagang telepon di ruang itu.
“Halo..”sapa Kaira.
“Hai, Kai. Aku hubungi ponselmu dari
tadi sulit sekali, jadi aku telepon kemari.”
“Oh, iya! Aku lupa! Ponselku mati sejak di kampus
tadi. Memangnya ada perlu apa?”
“Hm..jadi begitu.. Tak ada sih, hanya ingin ucapkan
selamat saja, akhirnya kau berhasil. Mm..tapi maaf tak bisa datang atau kirim
hadiah apa pun padamu.”
“Ah, bukan masalah. Kau menelepon
begini saja aku sudah sangat senang. Terimakasih banyak!”
Percakapan singkat itu pun segera berakhir. Sesaat
gadis itu merenung. Namun sejenak kemudian Kaira kembali ke kamarnya
dan bergerak mengisi daya ponselnya. Ia pun tersenyum lebar saat membuka pesan WhatsApp
dari Askari, ada sebuah potret gambar buatan Aska yang menunjukkan gadis
bertoga tersenyum bahagia berlatarkan menara rektorat kampus dan langit biru
yang berseberangan dengan hamparan rumput hijau lapangan.
Hari ini, aku sangat bahagia. Terimakasih, Tuhan,
terimakasih, ayah, ibu. Terimakasih, boy from heaven, terimakasih, Aska, dan
semua orang yang ada untukku hari ini.
@@@
Bunga kamboja bertebaran dimana-mana. Pepohonanannya
menari di sepanjang jalan yang dilaluinya menemani vegetasi lain yang tak kalah
menarik. Udara pagi itu sangat menyegarkan. Sesekali terciumlah wewangian dupa
dari pelinggih, tempat sembayang umat Hindu yang menghiasi tiap halaman
rumah, seakan menjadi aroma terapi yang memberi ketenangan pada Kaira yang
hendak menghadapi interview kerja untuk pertama kalinya, di pulau tetangga itu,
Dewata. Gadis itu pun menatap ke langit. Ada bulan pagi di sana,
mengingatkannya pada lagu berjudul Denpasar Moon. Sejak ia berada di
sana, ia bertanya, apakah bulan akan tampak lebih indah di pulau itu. Ataukah
akan menyedihkan. Perlahan ia tersenyum pahit, menyadari, meski ia menyaksikan
bulan, takkan ada lagi yang bisa ia harapkan untuk terjadi setelah itu.
Sampailah ia di dalam gedung yang menjadi tujuan
utamanya. Proses interview dan tes pun terlewati dengan cukup lancar. Ada pun
saat-saat untuk mengenal perusahaan itu, Kaira pun di ajak melihat-lihat
isi gedung tersebut, meeting room, perpustakaan, studio kerja, dan fasilitas
penunjang lainnya. Ia pun berkenalan dengan beberapa orang yang bekerja di
studio tersebut. Sebuah kejutan kecil pun di terimanya.
Askari? Kukira kau kembali ke Jakarta!?
Ingin gadis itu berseru demikian, namun yang bisa ia
lakukan hanya menatap Aska penuh keheranan. Pemuda itu tersenyum dengan sorot
mata tersendiri, seakan berkata, No, I’m here. Pemuda itu tak tampak
terkejut sedikit pun. Sepertinya ia sudah tahu jika Kaira melamar untuk
bekerja di sana.
Tak ada perpisahan sejati, seperti inikah maksudnya? Kaira pun
membalas senyuman itu dengan senyum yang lebih cerah lagi.
@@@
Bulan Pagi
Bulan waktu dhuha, yang ada dan tiada. Si putih
bulat dalam posisi antara tampak dan tak tampak di balik deretan bungur merah
jambu, kini sedang menjadi sasaran Rendra sejak tadi. Gadis itu, yang
telah lama bertopang dagu pun segera menurunkan kaca mobil. Tak pedulikan
Erni, sahabatnya yang menguasai kursi kemudi merasa terganggu dengan angin
dingin yang mendadak mendobrak ketenangan. Rendra bahkan berteriak keluar
seraya menatap si bulan pagi tajam-tajam.
“Hei, kau! Kenapa tak turun
sekalian? Kenapa tak pergi sekalian? Membuat orang bingung saja. Dari balik
kaca, dari balik lempeng metal aku melaju, kau selalu mengikutiku. Kau pun
mengawasiku yang berlari dengan roda. Kenapa tak kau panggil saja sekalian?
Kenapa tak bersinar sekalian dengan terang, hentikan perjalanan? Toh matahari
di Timur, kau di Barat. Jika memang kau tak bisa menang, katakan tak bisa!
Jangan undang aku tuk mencarimu! Jangan hanya tersenyum sejenak lantas raib
dibalik awan. Biar aku tak lagi berharap, pada yang samar, dirimu itu!”amuk
Rendra memaki si bulan pagi, yang di dalam otaknya itu adalah wajah Ehan.
"Ren! Jangan
teriak-teriak! Orang bisa mengira kau gila." tegur Erni mendapati banyak
orang di luar sana memandang aneh ke arah Rendra.
"Kenapa? Kau malu
punya teman orang gila?"
"Bukannya begitu.
Hanya saja kau terlihat menyedihkan."
"Lalu apa yg harus
kulakukan? Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini. Rasanya sangat
mengganggu."
"Jadi kau
benar-benar jatuh cinta padanya?"
……
|
Kaira membaca lagi sebuah penggal cerita di laptopnya.
Kejadian pagi tadi membuatnya teringat pada karangan yang pernah ditulisnya di
masa lalu. Sebuah cerita yang terputus di tengah jalan. Perlahan jarinya pun
mengetikkan beberapa paragraf untuk mengakhirinya. Tanpa peduli itu cerita yang
bagus atau tidak. Entah orang lain yang membaca akan berpikir penulisnya adalah
orang yang menyedihkan atau aneh atau bagaimana pun. Hanya untuk memenuhi
hobinya, ia pun mengunggah cerita yang akhirnya tamat itu pada blognya. Tak
lama kemudian ia sudah terlelap dalam istirahat malamnya.
@@@
Seminggu telah berlalu. Pagi itu Kaira penuh semangat
meninggalkan rumah kosnya, mengunci pagar halaman yang di dekatnya terdapat banten,
semacam media persembahan yang rutin dilakukan ibu kosnya. Hari ini
adalah hari pertamanya untuk memasuki dunia kerja. Dunia nyatanya. Bukan dunia
musik yang diam-diam menjadi penenangnya, bukan dunia menulis yang diam-diam
menjadi kegemarannya. Hanya ada dunia arsitektur yang selama ini jelas ia pelajari
di depan banyak mata manusia. Tak lama kemudian perlahan gadis itu melesat
pergi bersama motornya.
Kini Kaira sudah berada di studio barunya. Bersama
meja baru, komputer baru, suasana baru, senior baru, dan rekan-rekan barunya,
tanpa Askari. Ya, tanpa teman lamanya, sebab memang itu bukan tempat ia berada,
setelah melewati interview dan tes di beberapa kantor konsultan desain,
akhirnya Kaira memilih sebuah tempat yang berbeda dari Askari. Beruntung ia
memiliki kesempatan mendapat banyak pilihan. Gadis itu memiliki pemikirannya
sendiri. Ia hanya ingin berhenti bergantung dan berharap. Jika ia kembali
bertemu Askari setiap hari, ia khawatir ia tak mampu lagi bertahan menghadapi
pemuda itu, ia hanya ingin melupakannya perlahan. Setidaknya mengurangi perasaannya
terhadap Askari, yang kabarnya masih belum mampu melupakan dan melepaskan
Raina, mantan kekasihnya.
Beruntung pula ia berhasil, sehari itu ia berhasil melupakan pemuda itu
dengan kesibukannya. Yah, meski pada akhirnya saat ia pulang ia kembali
teringat. Setelah mengisi ‘buku harian’-nya sebagai blogger, ia pun
kembali bergerak menjadi pengintai yang mencari hiburan. Penasaran dengan
artikel terbaru dari blog Askari. Berharap mungkin ada tutorial baru yang dapat
berguna untuk pekerjaannya. Lantas seperti yang diharapkan, secara tak langsung
Askari masih menjadi guru terbaiknya di bidang digital modeling. Hingga
ia temukan sebuah posting yang ditulis Askari beberapa hari lalu.
24-07-2015
Bulan dikala Buta
Hamparan pepohonan ketapang
menari lembut, bisik angin sayup-sayup beradu di selah-selah dedaunan,
tercium aroma air laut yang menyimpan penuh kenangan. Langit itu dihiasi
serpihan bintang tiada terhitung, gemerlap dalam gelap heningnya malam,
terpantul cahayanya di hamparan laut yang begitu tenang. Seorang pemuda cilik
duduk dalam pangkuan, bersandar pada tubuh kecil, sesekali menengadah melihat
wajah ibunya yang sedang bersenandung lembut. Lirih nan merdu suaranya,
mengantar siapa pun ke negeri dongeng.
Teras rumah itu menjorok juga
menjulang, indahnya malam terlihat utuh dari sana seolah menjadi sudut
rahasia rumah mereka. Pemuda cilik itu harusnya terlelap tetapi tidak, sinar
matanya masih memancarkan kesadaran utuh. Memandang lukisan langit malam itu
penuh tanya.
“Bu, mengapa bulan tidak ada?”
Tanya putranya penuh heran.
“Bulan selalu ada anakku” jawab
sang ibu sejenak setelah menghentikan senandung merdunya.
“Lalu kenapa
aku tidak bisa melihatnya, Bu??” Tanya pemuda cilik itu semakin menjadi.
“Hari ini bulan sedang memasuki
fase bulan baru, dimana ia tak Nampak dari wajah bumi ini, Ada saatnya bulan
menunjukkan utuh cahayanya, ada saatnya ia tak Nampak seutuhnya, apakah kamu
paham itu?” sang ibu mencoba menjelaskan penuh hati-hati.
“Tidak, Bu, apa bulan itu jahat, Bu? Kenapa
harus muncul dan menghilang seperti pencuri?” Suara pemuda ini semakin
lantang, lucu terdengar mengundang tawa ibunya.
“..Tidak anakku,
bulan tidaklah jahat.. ia tidak datang ataupun pergi, ia tetap di sana,
seperti inilah tarian sang rembulan. Kalau kau sanggup merasakannya, ia
selalu menari. Untuk bumi dan segala isinya.” Jawab sang ibu mencoba
menuangkan fenomena alam itu dalam bahasa yang mudah dimengerti.
“Aku tetap tidak mengerti, Bu,
jika bulan harus muncul dan lenyap dalam tariannya, kenapa tidak berhenti
saja, jadi aku bisa selalu melihatnya?” Tanya pemuda kecil ini membuat sang
ibu kewalahan.
“Anakku, jika bulan itu
berhenti menari, ia akan terlempar hancur, tidaklah ada batas jelas antara
daratan dan lautan di bumi, kita mungkin tidak bisa duduk tenang di teras ini
karena terendam air laut, kau mungkin tida bisa bersekolah dan bertemu
kawan-kawanmu besok pagi karena pagi tak kunjung tiba, atau mungkin kita
tidak bisa menikmati malam yang indah ini karena hari tak kunjung malam,
semua itu bisa terjadi.. bahkan kita tidak bisa terlelap tidur karena harus
terus berlari mencari tempat berlindung. Sebuah mimpi buruk kan?”. Jawab sang
ibu sembari tersenyum lebar untuk mengurai gelisah.
“Hehe.. aku
tetap tidak mengerti, Bu, tapi kedengarannya bulan sangat penting untuk
bumi?” jawab pemuda itu membuat heningnya malam terpecah dengan tawa mereka.
“Kau benar
anakku, begitu pun sebaliknya.. bumi dan bulan saling membutuhkan, tidakkah
itu indah bagimu?” Tanya sang ibu sembari mengusap rambut putranya.
“Iya, Buu..”
jawab pemuda cilik itu penuh semangat.
“Jangan khawatirkan bulan yang
tak tampak, kita hanya tak sanggup melihatnya sementara,. namun ia selalu
melihat kita kemanapun perginya, tetap ada dan tak berpaling. Suatu saat kamu
akan menemukan bulanmu dalam hidupmu.” ucap sang ibu berharap putranya dapat
memahaminya.
“Apakah ibu
sudah menemukan bulan dalam hidup ibu?” Tanya pemuda cilik sembari memeluk
ibunya.
“Tentu, ibu tidak melihatnya
sekarang tapi ibu bisa merasakannya, tengoklah ia ada di belakang ibu” Pemuda
cilik itu mengintip di balik punggung ibunya, senyum merekah dan tawa
terkekeh tak terbendung, melihat sosok sang ayah duduk terkantuk-kantuk memeluk
putri kecilnya.
***END***
Posted by ASQ at 17:03
|
Setitik dua titik, tetesan air mata Kaira pun
membasahi keyboard laptop gadis itu. Aska, Terimakasih..untuk
menjadikan harapan ini layak untuk tetap hadir..
###Bersambung###
No comments:
Post a Comment